23

9.9K 664 18
                                    

Caca tampak begitu kelelahan, ia tengah tertidur pada sandaran suaminya, setelah hampir 2 jam menunggu kabar dari ruang operasi. Mereka berhasil mengantarkan Reina dengan selamat. Saat ini, wanita itu sedang berjuang di ruang operasi. Luki ikut masuk menemani istrinya. Jevina dan Reno datang 10 menit setelah mereka sampai.

"Mel kalian pulang aja, kasihan Caca kecapekan itu," ucap Jevina.

"Tunggu sebentar Jev, gue gak tega banguninnya," jawab Melviano sambil mengusap perut Caca. Tiba-tiba ia merasakan tendangan di telapak tangannya, Caca meringis. Ia terbangun karena tendangan itu. Melviano mengusap lagi perut Caca, meminta agar anaknya tenang.

"Mel udah keluar bayinya?" Tanya Caca sambil mengerjapkan matanya.

"Belum sayang, kamu kalo masih ngantuk tidur aja. Apa mau pulang duluan?" Wanita itu menggeleng. Ia sangat khawatir dengan sahabatnya. Berdiam diri di rumah, hanya akan membuatnya semakin tidak tenang.

Mereka berempat duduk berhadapan. Melviano sudah menghubungi orang tua Luki tadi, namun mereka masih berada di luar kota. Salah satu alasan Caca enggan pulang karena ia ingin Reina tahu bahwa meskipun kedua orangtuanya tidak ada disini, masih ada sahabatnya yang menemani persalinannya. Beberapa saat kemudian, pintu ruang operasi terbuka. Tampak seorang bayi mungil di dalam box bayi menggeliat pelan. Mereka berempat langsung berdiri saat membaca identitas di box chamber bertuliskan nama Reina beserta putranya. Perawat mendorong alat itu menuju ruang bayi agar tidak terlalu bising. Caca dan Jevina memekik senang saat melihat betapa lucunya wajah bayi Reina.

Tak seberapa lama, Luki keluar masih mengenakan baju operasi lengkap dengan hair cap dan masker. Ia segera melepas pakaian berwarna hijau itu lalu melepas hair cap dan masker. Matanya tampak sembab, dia menangis. Pria itu terduduk di samping Melviano, hanya diam. Melviano jadi takut untuk menanyakan situasi di dalam. Keempatnya memilih diam membiarkan Luki sedikit lebih tenang. Ia menundukkan kepalanya dengan wajah yang ia tutupi dengan tangan besarnya. Bahunya bergetar, Luki menangis. Tentu mereka panik, Reno dan Melviano langsung bergerak menepuk-nepuk pundak Luki berharap itu dapat menenangkannya. Caca dan Jevina saling berpandangan, mata wanita itu berkaca-kaca bersiap-siap menghadapi apapun yang akan Luki katakan.

Sampai tiba-tiba Luki mengangkat kepalanya. Benar, ia menangis. Ada jejak air mata di sudut matanya juga pelupuk mata yang membengkak.

"Guys, Reina udah baik-baik aja." Jevina langsung memeluk Caca, mereka menghela nafas lega dan menangis haru. Sahabatnya berhasil melewati situasi krusial ini.

"Lo lihat anak gue gak tadi? Cakep banget woi, kecebong gue lucu banget Mel!" Ucap Luki tertawa namun air matanya malah mengalir deras.

"Iya Luk gue lihat kok. Selamat ya udah resmi jadi bapak." Luki mengangguk heboh, mereka terkekeh geli melihat reaksi Luki.

"Kok Reina belum keluar Luk?" Tanya Jevina.

"Masih tunggu observasi. Takutnya masih ada efek lain dari operasinya, 30 menit lagi dia dipindahin ke ruang rawat kok. Eh gue lupa ngurus rawat inapnya!" Pekik Luki panik, ia berdiri hendak mengurus keperluan istrinya.

Gara-gara Reina lahiran dadakan, ia jadi melupakan segala persiapan yang sudah ibunya ajarkan padanya. Ia lupa soal harus memberi dukungan moril pada Reina, karena yang terjadi dia malah ikut ketakutan dan panik. Untung ada Caca yang terus-terusan membisikkan kata-kata semangat sesaat sebelum Reina dipindah ke ruang operasi. Tadinya Reina bersikeras untuk melahirkan secara normal, namun tulang panggulnya terlalu kecil sedangkan bayinya terbilang cukup besar. Dengan terpaksa ia harus ditindak secara caesar.

"Tenang aja Luk udah diurus Reno kok tadi. Sekarang lo ke ruang rawatnya aja dulu, istirahat disana. Gue tahu lo pasti masih deg-degan, lo butuh istirahat biar bisa bantuin Reina habis ini." Pria itu menurut namun dengan syarat meminta mereka untuk meneleponnya jika istrinya sudah selesai observasi.

A Blessing In DisguiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang