Epilog

18.7K 747 33
                                    

"Yang, Cio nangis gak ya sama Mama Papa?" Tanya Melviano sambil mendekap Caca dalam pelukannya.

"Udah jam 2 pagi Mel dan kamu baru tanya dia nangis apa nggak?" Pria itu terkekeh.

"Ya habisnya tadi keenakan, jadi lupa deh sama anak."

"Kalo Cio tahu pasti ngambek anaknya." Melviano terkekeh.

"Lagian anak kamu tuh pundungan banget. Ditinggal ngobrol bentar ngambek, aku buka handphone bentar ngambek, ditinggal tidur ngambek, heran deh kok bisa gitu."

"Ya bagus dong dia artinya pengen kamu perhatiin terus." Melviano tersenyum lebar lalu mengecup pelipis istrinya.

"Oh aku ngerti kenapa Cio pundungan kalo gak diperhatiin." Caca mendongakkan kepalanya menatap wajah suaminya.

"Kenapa?"

"Ya mommy-nya aja waktu hamil juga begitu." Melviano terkekeh saat wajah istrinya memerah.

"Kurang dingin ya ACnya? Mukanya merah banget tuh." Caca menggerak-gerakkan bola matanya, salting.

"Iya kurang dingin kayanya." Pelukan erat dan sedikit remasan di bokong istrinya, Melviano berikan. Caca terbelalak.

"Sakit tahu!" Pria itu terkekeh geli.

"Yang, kalo aku gak nikah sama kamu kayanya hari ini aku masih tidur sendirian di rumah tengah hutan deh." Caca terkekeh.

"Masih dijadiin bahan halu si Melan dan mungkin bakalan jadi saksi kebucinan Luki." Caca mengangkat kepalanya lalu mengecup rahang Melviano yang berada di atas kepalanya.

"Dan mungkin juga, Mama masih ngatur sederet perjodohan yang bakalan aku tolak terus-terusan."

"Gak nikah-nikah dong?" Tanya Caca.

"Nggak, kan jodohnya kamu. Tunggu kita ketemu di momen berikutnya." Ucap Melviano.

"Aku keburu nikah sama Alvin sih yang." Pria itu mendelik.

"Kalo aku gak nikah sama kamu, Alvin juga gak cerai sama istrinya." Caca tertawa kecil.

"Kok gitu?"

"Ya pokoknya harus gitu. Kalian ketemunya pokoknya salah satu harus punya pasangan!" Tawa Caca makin keras. Ternyata cemburunya gak selesai-selesai.

"Kalo aku gak nikah sama kamu, mungkin aku masih jadi anak bungsu Bapak Jonas yang manja dan kerja semaunya. Aku harusnya berterimakasih sih sama kamu yang, karena menikah sama kamu aku jadi gak perlu kerja." Melviano tertawa pelan.

"Enak ya cuma nyantai di rumah duit mengalir terus?" Keduanya tertawa.

"Enak dong, mana yang ngasih duit cinta mati sama aku. Mau apa-apa juga pasti dikasih." Ucapnya sambil mengeratkan dekapan suaminya.

"Siapa emangnya yang ngasih duit?" Goda Melviano.

"Daddy-nya Cio." Cicit Caca, Melviano mencium pelipis istrinya lagi. Gemas dia kalau Caca terlihat malu-malu kucing begitu, apalagi lagi gak pakai baju. Makin gemas lah Melviano.

"Yang." Panggil Melviano.

"Kenapa?"

"Aku mau melakukan sesuatu tapi butuh persetujuan kamu." Caca menyangga kepalanya menggunakan tangan kirinya, lalu mensejajarkan wajahnya pada wajah Melviano.

"Soal apa?"

"Janji jangan marah?" Wanita itu menaikkan sebelah alisnya.

"Apa dulu?" Melviano menghembuskan nafasnya kasar.

"Kinan beberapa hari yang lalu datang ke kantor, dia minta pekerjaan. Tapi sesuai dengan prosedur kantornya Papi, dari dulu karyawan yang mengundurkan diri gak akan diterima lagi." Caca menatap lurus pada wajah Melviano yang tampak kebingungan untuk meneruskan ucapannya.

A Blessing In DisguiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang