Pesawat yang ditumpangi Caca beserta keluarganya sudah mendarat mulus di bandara. Ia dan Reina sengaja dibawa pulang terlebih dahulu ke rumah Jonas. Sedangkan Luki dan Melviano masih mengurus koper-koper dan kardus berisi barang-barang pindahan mereka. Untung saja Jayden sudah memanggil beberapa bawahannya untuk membantu mereka ini. Total mungkin kardus dan koper yang mereka bawa hampir 20-an. Banyak barang elektronik yang dengan sangat terpaksa harus mereka tinggalkan terlebih dahulu, karena tak mungkin dibawa saat itu juga.
Melviano sudah membujuk Caca agar barangnya dijual saja dan mereka beli yang baru, tapi wanita itu merajuk dan mengatakan bahwa barang-barang itu adalah saksi dari kebersamaan mereka di sana. Namun setelah dibujuk lagi akhirnya Caca merelakan sebagian barangnya dijual dan diberikan pada yang membutuhkan. Hanya sofa ruang tengah, ranjang utama, dan mobil yang berhasil Caca selamatkan agar tak dijual. Jonas sampai mengomel karena putrinya bersikukuh tak mau menjual ketiga barang itu karena sangat berarti baginya.
Ya tapi karena kebucinan Jonas pada putri semata wayangnya itu sudah sangat mendarah daging, jadilah barang itu akan dipaketkan dan diperkirakan datang keesokan harinya.
Kini Caca sudah memekik girang saat mobil Jonas sudah berbelok pada gerbang besar rumahnya dulu. Dengan perlahan ia turun dari mobil, senyumnya mengembang melihat pemandangan rumah yang tak berubah dari sejak ia tinggalkan. Dari dalam ada Jevina yang berlari dengan heboh untuk menyambut kepulangan dua sahabatnya.
"Caca Reina!! Aaak seneng banget akhirnya gak kesepian lagi." Jevina menangis keras di pelukan Caca dan Reina.
"Kok lo tahu kita pulang hari ini?" Jevina mencebikkan bibirnya.
"Mami Citra lah, emang kalian bakal ngabarin gue kalo gak gue yang usaha nanya-nanya!" Omel Jevina.
"Bukannya gitu, namanya juga orang pindahan jadi ya sibuk packing-packing. Gak sempet ngasih kabar tahu." Balas Reina.
"Ya udah ayo masuk, anggap aja rumah sendiri." Jevina melenggang masuk terlebih dahulu, Caca dan Reina menatap tak percaya pada wanita itu. Ini rumahnya siapa sih sebenarnya?
Marisca tersenyum lebar saat ia bisa melihat lagi bentuk kamarnya, lalu wanita itu merebahkan tubuhnya ke atas ranjangnya.
"Aduh udah lama gue gak rebahan di kamar lo Ca." Jevina ikut merebahkan tubuhnya di sisi ranjang yang kosong. Reina yang baru pertama kali ke sana hanya berdiri di depan pintu.
"Na masuk aja, gak usah malu-malu." Ajak Caca.
"Bener Na, anggap aja kamar sendiri." Caca mendelik pada Jevina yang terkekeh geli.
"Kalo Reina boleh anggap rumah sendiri, buat lo gak ya! Suka gak tau diri soalnya." Cibir Caca.
"Kaya lo gak aja. Gak inget kita pernah kabur terus tukeran rumah?" Reina menaikkan alisnya penasaran.
"Maksudnya tukeran rumah gimana?"
Kedua wanita itu saling pandang lalu tertawa keras.
"Itu jaman SMA gitu Na, aku dipaksa Papi kuliah di Inggris terus Jevina disuruh kuliah di Jepang sekalian nemenin kakek neneknya. Jadilah kita ngambek terus kabur dari rumah."
"Terus karena kita takut kelaperan sama dijahatin orang gue bilang ke Caca minta tuker rumah aja. Jadi gue kabur ke rumah Caca, terus Caca kabur ke rumah gue. Ada kali semingguan."
Reina menatap keduanya tak percaya, kenapa persahabatan dua wanita itu begitu aneh?
"Akhirnya gak jadi dipaksa kuliah keluar?"
Caca dan Jevina tertawa lagi.
"Ya jadilah, gue mana berani menentang perintah bapak gue. Dia tuh kalo ngamuk serem banget, kadang gue heran kok nyokap mau sama bapak gue yang galak itu. Enak banget tuh Caca gak jadi dikirim keluar." Jelas Jevina.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise
FanfictionKehidupan Marisca yang bebas tiba-tiba berubah dalam waktu 3 hari. Punya suami, pindah ke tempat terpencil, dan tidak memiliki pekerjaan. Namun menikah dengan Melviano tak seburuk yang ia bayangkan. Segala potensi yang ada pada diri Caca sebagai se...