13

12.2K 869 53
                                    

Pagi-pagi buta Melviano dan Luki sudah berangkat kerja. Marisca dan Reina sampai kesal sendiri, karena dua pria itu membuatnya jadi kelabakan untuk menyiapkan sarapan sekaligus bekal. Setelah mengantar suaminya berangkat kerja, Marisca langsung masuk ke dalam rumah, bersiap untuk membersihkan rumah dan juga memasak. Rencananya dia akan menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan cepat, sehingga bisa cepat ke rumah Reina.

Tak seperti Caca yang dulu, stamina wanita itu menurun karena sedang mengandung. Hampir 15 menit sekali dia berhenti bekerja untuk sekedar mengambil nafas atau duduk-duduk sebentar. Meskipun perutnya belum bisa dikatakan besar, entah mengapa rasanya lelah sekali jika tubuhnya dipakai untuk banyak gerak. Seperti saat ini, Caca memilih untuk merebahkan diri dulu di depan TV. Saking keenakannya, dia sampai tertidur pulas dengan televisi yang menyala.

Masih tenggelam dalam tidur paginya, Caca dikejutkan dengan suara bel rumahnya. Matanya mengerjap, lalu mencari ponsel untuk melihat berapa lama ia tertidur. Pukul 10, artinya Caca sudah satu jam tertidur. Bel rumahnya berbunyi semakin berisik, seolah seseorang dibaliknya sudah tak sabar minta dibukakan. Dengan kesal Caca membuka pintu itu, wajahnya menegang saat menemukan seseorang yang tak pernah ia duga, berdiri sendiri di hadapannya dengan senyuman yang sangat ia takuti.

"Halo mbak, boleh saya masuk?" Caca mengeratkan pegangannya pada gagang pintu bagian dalam, wanita itu menutup pintunya setengah agar pria itu terhalang untuk melewatinya. Ia tersenyum lebar.

"Tadi Bang Melviano yang suruh saya kesini." Caca mengernyitkan dahinya, dia tahu pria itu berbohong.

"Mau apa?" Tanya Caca.

"Antar makanan, sepertinya Mbak Caca belum masak kan? Masa Ibu Hamil jam segini belum makan, kasihan dong sama bayinya. Saya masuk dulu aja Mbak biar enak," ucap pria itu.

"Tunggu sebentar, saya telepon suami saya."

"Silahkan." Caca menutup pintunya lalu mengunci dari dalam.

Satria, pria itu benar-benar membuatnya ketakutan. Meskipun pria jangkung itu tampak menunjukkan ekspresi bersahabat, entah mengapa senyumannya malah menakuti dirinya. Seolah ada maksud khusus dibaliknya.

Marisca mendesah kesal saat panggilan teleponnya tidak diangkat oleh Melviano, dia juga sudah berusaha menghubungi Luki. Nihil dua pria itu tak mengangkatnya sama sekali, seketika Caca teringat semalam Melviano bilang bahwa dia akan ke proyek artinya pria itu bisa jadi tidak membawa ponsel. Tetapi bagaimana bisa Melviano menghilang disaat dia benar-benar membutuhkan. Satu-satunya orang yang ia pikirkan kini hanya Reina. Buru-buru Caca menekan tombol telepon pada Reina. Untungnya wanita itu segera mengangkat teleponnya.

"Reina tolongin aku!" Ucap Caca panik sesaat setelah Reina mengangkat panggilannya.

"Kenapa Ca?"

"Ada Satria di depan rumahku, dia maksa masuk katanya disuruh Melviano. Tapi dia gak ngomong kalo Satria mau ke rumah. Melviano aku telepon gak diangkat Luki juga." Reina terdiam cukup lama.

"Ca maaf tapi aku juga gak berani ke rumah kamu kalo dia masih di depan rumah. Kamu tunggu di dalam rumah aja dulu ya, mungkin sebentar lagi dia pergi."

Caca menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya tersentak saat suara ketukan di pintu rumahnya terdengar keras.

"Mbak! Ini gimana masa saya dibiarin sendirian di depan rumah? Gak enak sama tetangga mbak!" Teriak Satria dari luar.

Reina yang mendengar teriakan itu dari dalam rumahnya dan melalui telepon sampai merinding dibuatnya. Suara yang lama tak ia dengar, kini datang lagi.

"Caca, jangan dibuka. Kamu udah kunci kan pintu rumahmu?"

A Blessing In DisguiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang