Elora sedang berada diperpustakaan atas permintaan guru Kimianya, pak Robert yang memintanya untuk membawakan beberapa buku untuk dibahas di kelas, yah begitulah Elora, karna ia merupakan siswi berprestasi bukan hanya mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang-orang tapi juga menambah kerjaan dari guru-guru.
"El." Panggil seseorang yang Elora tau siapa tapi ia enggan berbalik.
"El." Panggil orang itu lagi dan Elora pura-pura tak mendengar, gadis itu terus berjalan sambil membawa beberapa buku tebal.
Elora langsung berhenti saat Erico berdiri dihadapannya menghadang jalannya, ia lantas menatap mata Erico dengan tatapan pura-pura bodoh.
"Kita mesti bicara." Ujar Erico tegas.
"Entar, gue lagi sibuk." Sahut Elora dengan santai.
"El, bentar aja."
"Gue sibuk, pak Robert butuh buku-buku ini, lagian ini jam pelajaran, kalo mau ngomong entar pas istirahat, lo sebagai ketua osis pasti tau itu." Elora berlalu begitu saja meninggalkan Erico yang menahan kekesalannya karna apa yang Elora bilang itu benar.
Elora pun kembali ke kelas dan langsung memberikannya pada pak Robert, lalu pelajaran pun dimulai seperti biasa.
Begitu bel istirahat seperti biasa Elora akan menghabiskan waktunya bersama Bima, Tian dan Alvaro, keempatnya sedang makan saat ponsel Elora berdenting tanda ada pesan yang masuk.
Elora pun segera mengeceknya, 'Temuin gue di taman belakang.' Hanya itu pesan yang ditulis oleh Erico, ah seharusnya ia blokir saja nomor pria itu.
"Lo mau menemuinya?" Alvaro bertanya hingga membuat Elora tersentak.
"Nggak tau." Jujur Elora karna memang ia tak tau apa yang harus ia lakukan, apa ia harus menemui pria itu atau tak perlu.
"Temui saja, siapa tau ada yang penting, gue temani kalo lo takut." Alvaro bijak kali ini.
"Nggak apa, gue pergi sendiri, dia nggak mungkin macam-macam juga. Gue pergi dulu yah." Ujar Elora pada akhirnya.
Alvaro hanya menganggukkan kepala menandakan ia setuju dengan perkataan Elora juga ia mengijinkan gadis itu pergi menemui mantan kekasihnya.
Elora melangkahkan kakinya menuju taman belakang yang terkenal sepi itu tapi ia berjalan tanpa ragu dan tanpa ketakutan sedikit pun.
Begitu sampai ditaman belakang Elora bisa melihat Erico sedang duduk dikursi sambil memainkan ponselnya.
"Kenapa?" Tanya Elora to the point begitu sampai di hadapan Erico.
"Duduk dulu." Jawab Erico sambil menepuk kursi di sampingnya.
"Gini aja, gue nggak nyaman." Elora berkata jujur.
"Ehm, masalah lo sama Ivana kemaren, orangtua Ivana nggak terima dan mereka berencana buat nuntut lo."
Elora tak heran soal itu, ia tau seberapa berkuasanya Ivana, maksudnya keluarga Ivana, jadi sudah sewajarnya mereka pasti akan menuntut dirinya.
"Terus?" Elora merespon dengan tenang.
"Mereka bener-bener bakal nuntut lo, cabut beasiswa lo dan pengen lo di skor atau paling parah lo di DO." Erico terdengar begitu khawatir dan simpati pada Elora.
"Lo tau darimana?"
"Ivana yang ngomong sama gue."
"Gue nggak tau lo sama Ivana deket setelah lo putus dari cewe itu." Ujar Elora yang sebenarnya hanya ingin memojokkan Erico.
"El, bukan saatnya kita bahas itu, masalah lo ini bener-bener urgent, masa depan lo bisa hancur."
"Coba aja, gue pengen liat seberapa hebat orangtua Ivana."
"Lo bisa-bisanya yah sesantai ini disaat lo lagi dirundung masalah serius, lo tuh seharusnya nggak perlu nyerang Ivana hanya karna dia ngomong gitu."
Elora memandang pria yang sedang duduk itu dengan smirk, "Terus gua harus diam saat ia mengatakanku jalang? Wow, bukankah yang bener seharusnya Ivana nggak boleh ngomong gitu? Lo menormalisasikan hal yang salah tau nggak."
"Lo taukan seberapa berkuasa Ivana? Lo tuh berhadapan sama orang yang nggak sederajat sama lo." Ujar Erico tanpa sadar melukai harga diri Elora.
"Berkuasa karna apa? Uang? Jadi uang lebih tinggi derajatnya daripada tatakrama? Untuk pertama kalinya gue bersyukur bisa lepas dari pria brengsek macem lo. Jadi karna derajat gue juga yang dibawah lo makanya lo lebih milih dia?"
"Lo ngomong apa sih El?" Erico tak mengerti dengan apa yang diucapkan Elora.
"Gue ngomong kalo lo bajingan brengsek Erico, lo cowo paling brengsek yang pernah gue kenal dan gue nyesal udah habisin waktu gue 1.5 tahun sama lo." Elora berujar dengan tajam.
Erico terdiam sebentar, "Bukan saatnya bahas hubungan kita dulu, gue cuma kasih saran, lo harus minta maaf sama Ivana. Dan satu lagi jauhin Alvaro, cowo itu nggak pantas sama lo." Erico berdiri begitu menyelesaikan perkataannya dan hendak berlalu begitu saja.
"Setidaknya Alvaro lebih baik, dia badboy sedangkan lo badboy yang berkedok goodboy, bahkan anjing lo lebih goodboy dari lo." Elora berjalan mendekati Erico dan berhenti tepat 2 jengkal dari pria itu, "Lo cowo manipulative, cowo toxic, cowo brengsek yang suka playing victim, lo yakin putus dari gue karna gue nggak punya waktu? Atau mungkin lo yang nggak punya waktu buat berbagi." Skakmat!
Elora berlalu begitu saja dari hadapan Erico yang mematung. Gadis itu berjalan dengan emosi mengingat perkataan Erico tadi tanpa menyadari jika Alvaro mendengar semuanya dari balik dinding ruang kosong yang dekat dengan taman belakang.
———
Setelah mendengar perkataan Erico mengenai Ivana yang akan menuntutnya ia tidak merasa takut sama sekali tapi tetap saja ia kepikiran hingga membuatnya tak fokus pada semua hal.
Elora memang pintar dan siswi berprestasi yang selalu mengharumkan nama sekolah tapi ia tidak punya privilege seperti Ivana yang terlahir dan dibesarkan dari keluarga kaya, ia tidak punya kekuasaan untuk menang, tapi ia tau ia punya hak untuk melawan, ia yakin sekolah tidak sebodoh itu hanya karna uang.
"Hei." Elora tersentak kaget saat Alvaro menyentuh tangan kanannya.
"Sorry, lo ngomong apa?" Tanya Elora sambil menatap pria itu.
"Gue nggak ngomong apa-apa tapi 2 menit yang lalu kita udah nyampe tapi lo nggak turun daritadi."
"Oh sorry, gue turun sekarang." Ujar Elora cepat saat mengetahui ia sudah tiba di tempat mengajarnya, namun tangannya ditahan dengan lembut oleh Alvaro.
"Semenjak lo temuin Erico tadi lo beda, kenapa?" Erico hanya bertanya ingin melihat bagaimana respon Elora padahal ia sudah mengetahuinya.
Elora memandang jam di tangannya, masih ada 5 menit sebelum ia mulai mengajar, ia memandang Alvaro sebentar sebelum menceritakan apa yang terjadi pada pria itu.
"Anjir gue udah mesti masuk, bye nanti gue lanjut lagi." Ujar Elora buru-buru keluar dari mobil padahal ia belum selesai berbicara hingga membuat Alvaro terkekeh kecil menatap gadis mungil yang sibuk berlari memasuki pekarangan rumah muridnya.
Begitu memastikan Elora sudah masuk kerumah disaat itulah Alvaro menjalankan mobilnya keluar dari kompleks mewah itu.
Tak perlu takut, tentu saja Alvaro akan melakukan apapun untuk melindungi gadis itu, apalagi ini berhadapan dengan mantannya, Ivana.
TBC
Nggak ngeboseninkan guys?
AeilsyIr
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge - (Vrene Lokal) - END
Fanfiction"Lo bisa balas dendam, dia bisa lakuin hal itu ke lo dan lo bisa lakuin hal yang sama ke dia, buat mereka menyesal." Elora jadi tertarik dengan perkataan Alvaro, "Gimana caranya?" "Jadi pacar gue, bikin mantan lo itu menyesal karna udah mutusin lo...