Alvaro dibuat khawatir karna Elora tak kunjung membuka suara dan terus menangis, pria itu sudah terus menerus menanyakan apa yang terjadi pada Elora tapi gadis itu tak kunjung menjawab dan masih sibuk menangis sembari menutup wajahnya.
"El, please, gue salah yah udah nggak angkat telpon lo? Sorry banget." Alvaro mencoba melepaskan tangan Elora pada wajah gadis itu.
Bisa Alvaro lihat bagaimana bengkak dan merahnya mata Elora, gadis itu masih sesenggukkan namun gadis itu enggan melihat Alvaro.
Alvaro menghapus air mata Elora dengan kedua jempolnya dan menangkup wajah mungil Elora mencoba membawa wajah mungil itu untuk menatapnya tapi Elora tak ingin.
"Mereka mengganggumu?" Alvaro kembali bersuara namun Elora tetap dalam mulut yang terkunci.
"Mereka menggodamu? Mereka menyentuhmu? Kau ingin aku melakukan apa pada mereka agar kau bisa merasa lebih baik?"
Elora menatap wajah Alvaro pada akhirnya, wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran, dengan masih terisak Elora memukul dada Alvaro kuat hingga pria itu mendesis, pukulan Elora tidak main-main.
"Kenapa? Ngomong sama gue, kasih tau gue, apa yang terjadi?" Alvaro menatap Elora lembut.
"Lo!" Ujar Elora dengan tajam, "Gue kira lo ninggalin gue sendiri." Elora kembali menangis.
"Hei, hei, hei I'm here, don't cry." Alvaro menenangkan Elora namun gadis itu kembali menangis sampai pada akhirnya Alvaro membawa pacar bohongannya itu ke dalam pelukannya, ia merasa heran kenapa Elora bisa menangis seperti ini padahal ia jelas-jelas bilang bahwa ia ingin nyebat dulu dan menyuruh Elora menunggu di tenda, tapi saat ia kembali ia malah langsung mendapat tepukan kuat pada lengannya.
"El, jangan nangis lagi, I'm here okay." Alvaro bahkan sudah menepuk-nepuk punggung Elora dengan lembut sampai ia rasa Elora cukup tenang.
Alvaro melepaskan pelukannya dan memberikan sebotol air mineral yang tadi ia beli di supermarket, Ia membukakannya agar Elora dapat dengan mudah menegaknya.
Elora tidak menolak saat Alvaro memberinya minum, ia memang butuh itu, menangis memang membuatnya haus.
"Gue pernah ditinggal waktu masih kecil sama bibi Anita." Elora berujar sambil memegang erat botol mineral ditangannya.
Alvaro memandang Elora dengan tatapan tak terbaca namun pria itu tetap diam tak merespon membiarkan Elora untuk melanjutkan kisahnya.
"Waktu papa baru meninggal 4 bulan, waktu itu perusahaan yang dikelola papa disita jadi dan terpaksa bibi harus kerja buat hidupin kami berdua, sampai akhirnya bibi udah nggak sanggup, bibi bawa gue naik bis keluar kota terus kita turun di pinggir jalan, bibi pergi ke toilet tinggalin gue sendirian di tenda makanan kaki lima, tapi bibi nggak balik-balik. Waktu itu gue baru 10 tahun, masih kecil jadi gue nggak ngerti kalo ternyata bibi ninggalin gue. Gue lupa gimana tapi gue inget gue di bawa ke kantor polisi sampai akhirnya gue ditemuin lagi sama bibi. Bibi ngeluh ke gue, dia bilang gue beban dan dia bakal mau ngerawat gue kalo gue bisa hasilin duit, dari situ gue yang baru umur 10 tahun mesti kerja sama orang, buat bersih-bersih rumah, nyuci baju, jadi pembantu deh. Terus gue mati-matian belajar giat supaya gue bisa dapat beasiswa. Gue dapat beasiswa bukan karna gue emang pinter tapi karna keadaan yang maksa buat gue belajar sampai pinter, at least gue bisa ringanin biaya sekolah. Terus sampai akhirnya bibi nikah sama paman Dhani, dari sana bibi mulai lebih ringan bebannya. Dan pada akhirnya pas baru masuk kelas 10 gue mutusin buat ngajar les private." Elora bercerita tanpa memandang Alvaro sedangkan pria itu sibuk memperhatikan dan otaknya berpikir keras, gadis dihadapannya ini sudah hidup terlalu susah.
"Lo nggak tau gimana rasanya ditinggalin waktu lo lagi berpegang sama mereka. Dulu sandaran gue cuma bibi, gue tau dia sayang banget sama gue tapi emang keadaan mengubah semuanya, gue beruntung bibi masih mau nerima gue waktu itu apalagi gue bukan anak kandungnya, gue nggak menyesal sama sekali udah hidup susah, itu pelajaran hidup buat gue. Gue cerita kek gini bukan minta lo kasihani tapi gue cuma pengen lo ngerti kenapa gue bisa nangis sampe segitunya tadi, lo juga jangan terlalu fokus sama game lo, game lo tuh cuma hiburan, kalo sempet sampe bikin orang lain menderita itu berarti bukan hiburan, ngangkat telp pas lagi main game juga nggak rugiin lo kok atau at least kabari kalo lo mau kemana-mana." Elora akhirnya memandang Alvaro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge - (Vrene Lokal) - END
Fanfic"Lo bisa balas dendam, dia bisa lakuin hal itu ke lo dan lo bisa lakuin hal yang sama ke dia, buat mereka menyesal." Elora jadi tertarik dengan perkataan Alvaro, "Gimana caranya?" "Jadi pacar gue, bikin mantan lo itu menyesal karna udah mutusin lo...