Sepasang pasangan pura-pura itu tengah berada disebuah tenda tempat makanan pinggir jalan, ayolah meskipun Alvaro terlahir dari keluarga kaya tapi ia tetap bisa dan mau bahkan ia menikmati makanan kaki lima.
Hari sudah menjelang sore, lebih tepatnya menunjukkan jam 6 sore, jam-jamnya orang makan, wajar jika tenda makanan pinggir jalan itu sedang ramai, untung saja saat mereka sampai mereka langsung dapat meja untuk duduk, tanpa basa-basi mereka langsung memesan, pecel lele, mereka makan sambil berbagi cerita, lebih tepatnya Elora yang bercerita dengan Alvaro yang mendengarkan dan sesekali bertanya serta merespon. Mereka membahas mengenai Ivana, ibunya dan Elora di ruang kepala sekolah, bagaimana ia direndahkan dan bagaimana ia turned the table, Elora juga memutar hasil rekamannya jadi Alvaro bisa mendengarnya.
"Gue yakin lo bisa hadapi mereka."
"Emang kenapa?"
"Aseb sama Nyunyu sempet nyuruh gue bantuin lo di ruang kepsek, tapi gue percaya lo emang sepinter dan sehebat itu buat lawan mereka."
"Oh." Hanya itu respon Elora.
"Kenapa lo nggak nyaman dirumah?" Alvaro mengalihkan pembicaraan.
"Ha? Ehm, nggak ada temen." Jawab Elora seadanya.
"Lo nggak pinter bohong."
"Maksud lo?"
"Lo bukan karna nggak ada temen makanya nggak nyaman di rumah, buktinya disekolahan lo selalu sendiri, jarang banget gue liat lo bareng temen lo, bahkan nggak ada yang tau siapa temen deket lo."
Itu benar, Elora tidak punya teman dekat, dulu ia hanya menghabiskan waktu istirahatnya dengan Erico dan jika pria itu sedang sibuk mengurus osis maka ia akan menghabiskan waktunya di perpustakaan.
"Nggak nyaman aja." Ujar Elora seadanya tanpa melihat wajah Alvaro.
Sedangkan Alvaro menatap Elora dengan tatapan tak terbaca.
"Kita jadi nonton?" Tanya Elora yang kali ini mengalihkan topik.
"Liat entar." Sahut Alvaro santai, lalu keduanya kembali menikmati makanan masing-masing.
Begitu selesai Alvaro langsung bangkit berdiri hingga membuat Elora ikut bangkit berdiri.
"Lo duduk aja dulu, gue masih mau nyebat." Sahut Alvaro santai, pria itu melepaskan hoodie hitamnya dan memberikannya pada Elora. "Pakai." Perintah Alvaro sebelum pria itu keluar dari tenda sambil mengeluarkan sekotak rokok dari kantongnya.
Elora yang ditinggalkan Alvaro pun hanya bisa bermain dengan ponselnya, ia mengabaikan perintah Alvaro untuk memakai hoodie pria itu, hoodie hitam itu hanya berakhir dipangkuan Elora.
Elora melihat sekeliling dan ia sadar banyak orang yang sedang mengantri duduk, untuk itu Elora langsung bangkit berdiri sambil memeluk hoodie Alvaro, ia memastikan tidak ada barang miliknya maupun milik Alvaro yang tertinggal sebelum berjalan ke kasir untuk membayar, ia mengeluar dompet dari totebag-nya dan membayar makanan mereka tadi.
Begitu selesai membayar Elora langsung keluar dari tenda dan mengendarkan pandangannya namun ia tak menemukan Alvaro sama sekali, ia coba menelepon tapi tak mendapat jawaban, akhirnya Elora menggunakan instingnya untuk berjalan menuju dimana mobil Alvaro terparkir tadi, jaraknya tidak begitu jauh dari tenda hanya sekitar 100 meter, selagi berjalan Elora banyak digoda oleh pria-pria disana, entah itu anak muda, pria dewasa, pria tua, siapa saja pasti menggoda Elora. Dari mulai bersiul, memanggilnya, mencoba mendekatinya, namun Elora tak mengubris, ia tak mempercepat jalannya ia justru memandang pria-pria itu tajam, tapi bukannya takut pria-pria itu malah menilai Elora sok hingga semakin menggodanya.
Elora memicingkan matanya saat tak melihat Alvaro disekitaran mobilnya dari jauh, seketika ia merasa menyesal sudah berjalan sendirian, seharusnya ia menunggu saja didepan tenda tadi jadi ia tidak akan diganggu oleh pria-pria tak bertatakrama ini. Elora terus melangkahkan kakinya menuju mobil Alvaro meskipun ia tau ia harus menunggu disitu seperti orang bodoh dan pastinya akan selalu diganggu oleh pria-pria ini.
"Neng, nungguin siapa sih?"
"Aduh neng cakep banget, mending sama akang sini."
"Adek bening banget, namanya siapa?"
"Kenalan yuk dek."
"Adek udah makan? Mau abang traktir makan sate nggak?"
"Eneng, cakep pisan."
"Duh eneng nungguin jemputan yah."
"Daripada berdiri gitu mending duduk sini sama abang."
"Adek kok diem aja sih, ngomong dong, mau denger suara adek yang seksi."
"Cewe, cewe, cewe."
Belum lagi siulan-siulan yang mengganggu Elora tapi gadis itu tetap diam tak mengeluarkan suara sedikitpun, ia berdiri tegak tanpa rasa takut hingga membuat pria-pria itu juga merasa ragu untuk mendekatinya oleh karena itu mereka hanya bisa bersiul dan menggoda dengan kata-kata.Elora bisa terlihat berani dan dingin di wajahnya padahal dalam hati dan otaknya gadis itu sudah setengah mati ketakutan dan berharap Alvaro cepet datang. Ia masih sibuk menghubungi pria itu tapi tak juga mendapat jawaban, tidak mungkinkan Alvaro meninggalkan dia begitu saja? Elora takut ditinggal, kenangan masa lalunya kembali berputar dalam otaknya, rasanya ia ingin menangis tapi tentu ia tahan, ia tau menangis disaat seperti ini tidak akan mendapatkan solusi, Elora yakin pria itu tidak meninggalkannya. Sampai akhirnya Elora memutuskan untuk kembali ke tenda rumah makan tadi.
"Eits, eits, neng, mau kemana? Sini dulu sama akang, jangan cepet-cepet pergi." Seorang pria yang sepertinya lebih tua dari Elora 5 tahun secara berani menahan lengan Elora hingga membuat Elora membulatkan mata dan berusaha melepaskan diri.
"Jangan pergi dong neng, sini dulu, kita belom kenalan."
Elora tiba-tiba mendapatkan ide, ia dengan panik mengeluarkan bahasa isyarat tanda ia bisu dan tak bisa mendengar juga hingga membuat pria itu melepaskan Elora begitu saja.
"Yah elah cakep-cakep bisu." Ujar pria itu merendahkan Elora.
Tentu saja Elora sudah tau respon itu yang akan diberikan oleh pria itu, kesadaran akan orang disabilitas masih minim dan lebih banyak diremehkan, diejek, dihina.
Mendapatkan kesempatan untuk segera pergi tak disia-siakan Elora, gadis itu langsung melangkah menjauh dan pria-pria yang tadi menggodanya sudah mengejeknya bukan lagi menggodanya.
Elora baru sampai setengah jalan saat melihat Alvaro keluar dari sebuah supermarket lokal sambil membawa sebotol air mineral, Elora mendekat dan langsung memukul lengan Alvaro tanpa mengatakan apapun.
"Apaan sih elah? Sakit anjir." Alvaro mengeluh sambil mengelus lengan bekas pukulan Elora namun sang pelaku kekerasan hanya diam saja memandang Alvaro dengan sinis.
Alvaro yang tak mendapatkan jawaban dari Elora pun merasa cuek ia malah kembali bertanya yang membuat Elora merasa kesal, "Lo ngapain nelpon gue sih, lagi push rank juga."
Elora memandang pria itu semakin bengis lalu berbalik menuju mobil Alvaro berada, ingatkan Elora untuk membongkar otak Alvaro, Wah! Ia kesal setengah mati, panggilannya tak dijawab karna sedang push rank mobile legends.
Melihat Elora yang berjalan menjauh darinya pun membuat Alvaro langsung berjalan mengikutinya dari belakang, dari cara jalan gadis itu satu hal yang Alvaro tau, pacar bohongannya sedang kesal, tapi karna apa?
"Aduh balik lagi si bisu."
"Dek kalo cari pacar tuh yang sehat dong jangan yang cacat."
"Cantik doang, ngomong nggak bisa, gimana bisa dibawa ena-ena."
"Cantik nggak guna."Suara-suara pria yang sedang duduk dipinggiran sedang merokok itu sampai ditelinga Alvaro, ia tak mengerti, ia bahkan harus mengendarkan pandangannya kesekeliling untuk melihat pada siapa pria-pria ini berbicara namun hanya ada ia dan Elora, jadi mereka berbicara dengannya? Siapa yang bisu? Elora? Nggak kok gadis itu bisa berbicara.
Alvaro tak mau ambil pusing, begitu sampai di dekat mobilnya ia langsung meng-unlock mobilnya dan Elora langsung masuk begitu saja, lalu ia pun ikutan masuk ke mobil dan betapa kagetnya dia saat melihat Elora menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
TBC
Dasar cowo nggak peka!!
AeilsyIr
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge - (Vrene Lokal) - END
Fanfiction"Lo bisa balas dendam, dia bisa lakuin hal itu ke lo dan lo bisa lakuin hal yang sama ke dia, buat mereka menyesal." Elora jadi tertarik dengan perkataan Alvaro, "Gimana caranya?" "Jadi pacar gue, bikin mantan lo itu menyesal karna udah mutusin lo...