Gawat! Arin terlanjur suka dengan Soobin, si duda anak satu yang ditinggal sang mantan istri untuk mengejar karirnya sebagai aktris ternama.
Tapi siapa sangka, anak Soobin itu ternyata Odi, si buntalan berduri yang sudah diadopsinya selama kurang l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ting tong....
Bel berbunyi, Soobin langsung saja meninggalkan ponselnya di atas sofa. Melihat pada layar interkom yang menampilkan seorang gadis yang merengut sebal membuat Soobin menyunggingkan senyum tipisnya.
Jklek!
Pintu terbuka, Arin langsung mengubah ekspresi wajahnya sesegera mungkin.
"Ekspresi wajahmu tadi terlihat begitu bagus. Kenapa diubah, eoh?" Arin semakin kesal begitu mendengar ledekan dari lelaki itu. Belum lagi ia juga terlihat menyeringai padanya. Sungguh, ingin sekali Arin memukul tempurung kepala lelaki itu.
"Masuk," ucap Soobin singkat. Arin langsung mengikutinya masuk ke dalam. Arin menolehkan kepalanya ke belakang sekilas, disana bisa dia lihat jika Yuqi tengah mengintip di ambang pintu unitnya sendiri. Benar-benar sahabatnya itu. Arin mengepalkan tangannya dalam diam. Sebelumnya, Arin memang mampir ke apartemen sahabatnya itu. Meminta pendapat pada Yuqi harus berkata apa saja pada Soobin saat pertemuan mereka itu nantinya.
Jujur saja, ini kali kedua bagi Arin memasuki apartemen itu. Namun baru sekarang dia bisa memperhatikan seisi apartemen mewah itu dengan seksama. Nuansa gelap langsung menyambut Arin begitu dia masuk kedalamnya. Sebuah sofa yang sedikit berantakan langsung terlihat di sana. Soobin meraih sebuah handuk kecil yang tergeletak di atas sofa itu. Melemparnya ke ujung sofa yang lain, dan kembali, kain tebal dan lembut itu tergeletak tanpa daya disana.
"Duduk, aku tidak akan basa-basi. Kalau kamu mau sesuatu ambil saja apa yang ada disana," Soobin menunjuk kulkas besar yang terlihat sebagian dari tempatnya duduk sekarang.
Arin mengkuti arah tunjuk dari jemari Soobin sekilas, lalu segera menatap lelaki itu kembali. "Aku mau," ucap Arin cepat, Soobin menatapnya dengan penasaran.
"Nde?" Soobin terlihat bingung dengan ucapan Arin. Dahinya berkerut jelas.
"Aku setuju dengan syarat untuk pura-pura pacaran. Tapi janji, kamu tidak akan memperkarakan soal rekaman kamera cctv itu nantinya."
Soobin langsung tersenyum senang. "Jinjja? Uwah, semudah itu?" Soobin masih tidak habis pikir dengan cara pikir gadis itu.
"Kamu membuat perjanjian kontrak berapa lama? Satu tahun? Dua tahun?" Kembali, Soobin mengerutkan dahinya dalam.
"Jamkkamman, apa yang kamu pikirkan? Aku sendiri bahkan tidak berpikir hingga sejauh itu."
"Aiiiih, tidak usah malu. Kamu pasti sudah menyiapkan berkas untuk perjanjian itu bukan? Seperti di kebanyakan novel romantis, kamu akan meminta aku untuk menandatangani perjanjian semacam itu. Berikan padaku, aku akan langsung menandatanganinya."