Gawat! Arin terlanjur suka dengan Soobin, si duda anak satu yang ditinggal sang mantan istri untuk mengejar karirnya sebagai aktris ternama.
Tapi siapa sangka, anak Soobin itu ternyata Odi, si buntalan berduri yang sudah diadopsinya selama kurang l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Diluar bangunan, suara burung pagi dan embun yang saling bersinggungan menjadi pengawal hari yang sempurna. Dan suasana menenangkan itu juga terasa dalam bangunan apartemen Soobin yang masih terlihat begitu lengang dan sepi. Dua penghuninya masih lelap dalam mimpi masing-masing.
Salah satunya mengerjap beberapa kali, mulai menunjukkan tanda-tanda akan segera kembali pada dunia nyata. Itu Arin, kali ini ia terbangun lebih dulu, sedikit terkejut saat mendapati kegelapan yang sangat terasa. Rupanya, ia masih bergelung dibawah timbunan selimut. Pucuk kepalanya terasa dingin, juga dengan tumit dan jempol kakinya. Entah karena pendingin ruangan atau memang suhu diluar sedang dingin-dinginnya, Arin hanya berusaha menarik ujung kakinya masuk ke dalam selimut dengan sempurna.
Namun, rasanya begitu berat, entah apa yang menimpa dirinya saat ini, Arin sedikit mendongak dan mendapati Soobin yang masih memejamkan kelopak matanya erat, seketika itu juga Arin mendapati kilas baliknya semalam. Ingatan yang dengan jelas keluar begitu saja dari ingatannya, terputar bagai film tua yang saling menunjukkan kesinambungan satu sama lain. Adegan demi adegan yang memperlihatkan seberapa agresif dirinya pada lelaki itu semalam.
"Aish!" ucapnya begitu pelan. Masih dalam posisi yang sama dengan semalam, Arin berusaha keluar dari dekapan sang suami. Namun sebelum berhasil, Soobin justru terbangun dari tidur lelapnya.
"Emm, pagi istriku yang semalam banyak tingkah," suara serak Soobin terdengar begitu seksi di telinga Arin. Ditambah dia yang bisa merasakan dan mendengar detak jantung lelaki itu, Arin semakin hilang akal. Ya, Arin merasa posisinya sekarang memang sangat menguntungkan. Tapi sangat tidak menguntungkan untuk jantungnya yang semakin melompat-lompat ingin keluar.
Dia menggeleng dengan cepat setelahnya. Lihat sendiri bukan? Otaknya mulai menunjukkan ketertarikan yang jelas pada lelaki itu. Itu baru suara detak jantung, dan juga suara serak Soobin yang baru bangun tidur, Arin bisa gila jika begitu terus.
"Dengar, semalam... sepertinya ada yang salah dengan diriku. Aku mohon, maafkan aku," pinta Arin dengan sangat putus asa. Soobin yang masih memejamkan kedua kelopak matanya tersenyum tipis. Dan tentu saja Arin bisa melihatnya.
"Tidak apa. Aku justru senang kalau kamu menunjukkan sisi liar seperti itu. Itu artinya kamu sudah semakin nyaman dengan aku, kan? Tidak apa, aku akan berusaha mengimbanginya. Tidak perlu merasa bersalah lagi, ya." Soobin menepuk-nepuk pucuk kepala Arin dengan lembut.
Lagi! Lagi! Dan lagi! Kenapa lelaki itu begitu pandai bersilat lidah. Hanya dalam satu kalimat panjang seperti itu Arin sudah merasa begitu susah untuk melawan. Dan lagi, apa tadi katanya? Sisi liar? Arin semakin hilang akal sekarang. Entah itu pujian atau celaan, tapi yang jelas, Arin sedikit....menyukainya.
"Meng-mengimbangi? Apa maksud lelaki ini?" Arin berteriak ketakutan di dalam hatinya.
"Kamu tidak bawa sampo yang biasanya kamu pakai, ya?"
"Hah? Apa? Sampo? Sampo apa?"
"Itu, sampo stroberi yang biasanya kamu pakai. Sekarang wanginya mint. Padahal aku suka sampo yang biasanya itu, aromanya sangat menyegarkan."
Hah!? Lagi? Sepertinya Arin tidak bisa melanjutkan pagi itu. Soobin terlalu mendetail. Sebagai seorang lelaki, bukankah itu artinya dia merupakan pengingat yang handal. Baru tiga malam dia habiskan dengan lelaki itu, tapi dia bahkan sudah mengingat aroma sampo yang digunakannya. Arin menggelengkan kepalanya dalam diam.
"Nanti jadi belanja, kan? Kita beli sampo itu, ya? Kamu jangan pakai sampo punyaku lagi, ternyata wanginya tidak seenak milikmu."
Arin merasakan pipinya benar-benar memanas sekarang. Dulu, ia termasuk yang sering mengutuk para gadis yang bisa dengan mudahnya jatuh hanya karena rayuan remeh para lelaki. Tapi lihat dirinya sekarang, ternyata memang susah mengendalikan diri dari lelaki ahli seperti itu, dan Soobin tentu saja masuk salah satunya.
"Aku.. aku mau membuat sarapan dulu, awas!"
Soobin terguling kebelakang. Untung saja ranjangnya begitu lebar, dia tidak akan terguling seperti saat di rumah Arin beberapa hari lalu.