Gawat! Arin terlanjur suka dengan Soobin, si duda anak satu yang ditinggal sang mantan istri untuk mengejar karirnya sebagai aktris ternama.
Tapi siapa sangka, anak Soobin itu ternyata Odi, si buntalan berduri yang sudah diadopsinya selama kurang l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Unit apartemen dengan nomor seribu tujuh puluh tujuh milik Soobin masih belum menunjukkan penampakan sang pemiliknya. Saat ini sudah pukul delapan pagi, waktu yang tepat bagi Soobin untuk berangkat bekerja seperti biasanya. Namun angan-angan itu sedikit berbeda, Soobin masih terkapar diatas ranjang tidurnya dengan nyaman. Memeluk Arin dengan erat dibawah selimut tebal yang menutupi tubuh polos keduanya. Mereka terlihat begitu lelap disana.
Kasak kusuk yang terdengar dari gesekan antara selimut dan tubuh Soobin mengindikasikan jika pria itu mulai terusik dari alam mimpinya. Kelopak matanya yang sipit perlahan mulai terbuka, menyesuaikannya dengan cahaya remang yang mulai masuk melalui sela-sela gorden diruang tidurnya tersebut.
Aroma strawberry, Soobin langsung tersenyum begitu mencium bau menyegarkan itu. Dengan senang hati dia mengendusnya. Membuat Arin sedikit terusik dari tidur lelapnya. Gadis itu meringis, tubuhnya terasa sangat dingin. Terlebih gerakan pada pucuk kepalanya semakin terasa setiap detiknya. Mau tidak mau, ia membuka kelopak matanya.
"Pagi," Soobin berkata cukup lembut, tidak lupa dengan satu kecupan yang juga ia daratkan pada pucuk kepala gadis itu, lagi. Ah, Soobin lupa, Arin sudah bukan gadis sekarang. Ia sudah mengambilnya semalam. Walau bukan yang pertama, namun itu berarti jika Arin sudah menerima dirinya sekarang, dirinya yang akan menemani sisa hidup gadis itu, dan begitupun sebaliknya. Senyumnya semakin terbuka lebar memikirkan hal itu.
"Engh, pagi," balas Arin malu-malu. Tersadar, rasa dingin yang baru saja menyergapnya itu karena dia tidak mengenakan apapun pada tubuhnya. "Dingin, bisa matikan pendingin ruangannya?"
"Tidak usah dimatikan, menempel saja padaku sini. Tubuhku cukup hangat, loh." Lagi-lagi merasa malu, lalu secara tiba-tiba Arin sedikit meringis saat Soobin malah memeluknya lebih erat. Bukannya menolak, hanya saja seluruh tubuhnya sekarang terasa begitu pegal sekarang. Dahinya berkerut tipis disaat yang bersamaan.
"Awh!" Soobin langsung mengendurkan pelukannya, kelopak matanya berkedip cepat beberapa kali. Apa dia menindih gadis itu terlalu kencang hingga membuatnya mengaduh kesakitan.
"Mani apa?" Arin mengangguk pelan dengan kedua mata yang tertutup. "Eodi? Bagian mana yang sakit? Mau aku pijit?" Soobin hanya mengira jika yang dimaksud sakit oleh Arin adalah sakit pegal biasa.
"Nan gwaenchana, hanya pegal saja."
"Pegal? Badanmu pegal-pegal? Kalau begitu tidak usah masuk kerja, ya? Istirahat dulu di rumah."
"Aniya, nan gwenchana. Kamu juga cepat bersiap sana. Lihat ini sudah seterang apa. Pasti sudah siang."
"Baru jam delapan lebih sedikit, kok. Masih pagi. Sudah, tidur lagi, ya." Arin tersenyum, Soobin malah menepuk-nepuk bagian belakang kepalanya dengan lembut.
"Cepat siap-siap sana, jangan malas kerja. Ada istri dan landak mini yang harus kamu hidupi, Choi Soobin." Sekarang ganti Soobin yang tersenyum malu. Benar-benar ya, istrinya itu. Semua perkataannya memang terasa selalu benar.
"Aku gosok gigi dulu, ya. Berikan selimutnya." Soobin semakin tersenyum lebar saat Arin sedikit mendorongnya. Arin juga menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sendiri.
"Yak, cepat pakai celana mu, Soobin." Arin berteriak keras sedangkan Soobin malah tertawa dengan suara dalamnya. Hanya karena Soobin yang masih berbaring miring diatas ranjang tanpa mengenakan apapun, Arin bertingkah seperti itu.
Memilih menuruti perkataan Arin, Soobin langsung meraih celana pendeknya yang terkapar dilantai. Ia segera turun, lalu memakainya dengan cepat.
“Gila! Punya lelaki seperti itu ya bentuknya,” Arin membatin dalam diam. Arin mencuri-curi pandang disela-sela kegiatan Soobin itu. Ia segera menggelengkan kepalanya sendiri.
"Aww," Arin meringis pelan saat berusaha bergeser ke tepi ranjang. Sungguh, selain tubuhnya yang terasa pegal, bagian bawahnya juga terasa sedikit nyeri.
"Gwenchana?" Soobin kembali mendekati ranjang, terduduk tepat di belakang Arin dengan cepat, lalu terus memperhatikan wanitanya yang sekarang meringis kecil.
"Gwenchana, aku gunakan kamar mandinya dulu, ya. Kamu tidak mandi sekarang, kan?"
"Ehm, gunakan sepuas kamu saja, aku akan berangkat agak siang nanti." Soobin langsung mengalihkan pandangannya dari Arin. Berniat mengisi daya ponselnya sebelum ia berangkat bekerja, juga melihat-lihat ada pesan apa saja yang dia tinggalkan semalam. Tidak mengetahui Arin yang kepayahan hanya untuk sekedar terbangun dari ranjangnya.
Berhasil menurunkan kakinya dari ranjang, Arin langsung mencoba berdiri, belum juga langkah pertama dia lakukan, gadis itu sudah limbung hilang keseimbangan.
Brugh!
Soobin langsung menoleh, mendapati Arin sudah duduk bersimpuh dengan selimut yang melorot dari tubuhnya.
"Hah?! Arin?!" Soobin langsung berlari memutari ranjang. Apa yang terjadi pada gadis itu hingga dia terjatuh dilantai seperti itu.
“Apa ini? Kenapa kakiku tidak bertenaga? Bagian bawahku juga terasa begitu sakit dan nyeri. Padahal waktu bangun tadi tidak seperti ini,” Arin terus membantin seorang diri. Dari tatapannya, terlihat jelas kalau dia tidak percaya dengan yang terjadi pada tubuhnya.
"Yak, gwenchana? Apa begitu sakit? Sudah aku bilang untuk libur dulu hari ini. Jangan-jangan kamu sakit lagi, Arin." Soobin heboh sendiri. Dia langsung menggendong tubuh polos Arin, kembali menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang.
"Tunggu disini saja," Soobin langsung berlari ke dalam kamar mandi. Mengisi bak mandi dengan air hangat, lalu kembali keluar dari sana. Arin terdiam, ia menahan ringisannya sebisa mungkin sebelum lelaki itu kembali ke hadapannya.
"Apa sangat sakit?" Tanya lelaki itu kembali. Arin bisa melihat tatapan yang begitu khawatir pada bola mata Soobin.
Arin merasa malu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Soobin kembali meraih selimut untuk menutupi tubuh Arin. Dan saat itu, keduanya kalinya bagi Soobin melihat Arin menangis. Hatinya langsung terasa perih melihat air mata yang meluncur bebas dari kelopak mata gadis itu.
"Aaah, aaa, uljima, uljima, gwaenchana, gwenchana, eoh?" Soobin langsung memeluk Arin. Menepuk-nepuk kepalanya dengan lembut, Soobin ikut meringis saat merasakan Arin meremas kuat seprei yang menutupi tubuhnya.