28

61 12 1
                                    

Tidak sesuai perkiraan dan janji, hari sabtu yang harusnya digunakan Soobin dan Arin untuk jalan-jalan ke salah satu tempat terkenal di Korea berakhir dengan batalnya acara tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tidak sesuai perkiraan dan janji, hari sabtu yang harusnya digunakan Soobin dan Arin untuk jalan-jalan ke salah satu tempat terkenal di Korea berakhir dengan batalnya acara tersebut. Arin hanya bisa menahan rasa kesalnya karena Soobin memiliki jadwal tersendiri. Panggilan dari Kai yang memberitahu bahwa salah satu klien besar mereka menginginkan rapat pada pagi itu karena mereka tidak bisa berada di Korea hingga hari senin, sesuai perjanjian awal mereka. Soobin terpaksa meminta dengan sangat pada Arin untuk memaafkannya karena membatalkan rencana mereka. Arin sendiri tidak ingin menjadi istri yang egois, yang hanya ingin kepentingannya selalu diprioritaskan. Masih ada esok hari untuknya berjalan-jalan. Maka dia dengan mudahnya memberikan ijinnya pada Soobin.

Saat ini, Arin sedang menunggu Soobin untuk pulang dari tempat kerjanya. Dia sedang memasak makan malam mereka. Semoga saja Soobin segera pulang. Senandung lagu-lagu dari grup favorit Arin ia nyanyikan dengan mudahnya. Ia begitu senang dengan rutinitasnya akhir-akhir ini. Bekerja, memasak, membersihkan rumah, beristirahat bersama suami, kembali bekerja keesokan harinya. Sungguh, ini adalah hidup yang sudah lama ia idam-idamkan. Siapa sangka, kehidupan itu sudah dalam genggamannya sekarang. Suami pekerja keras dan perhatian, anggota keluarga yang mendukung dan tidak begitu banyak ikut campur dalam urusan rumah tangganya, dan bahkan dirinya sendiri menjadi wanita karir yang bisa menghasilkan uangnya sendiri, ini adalah impian semua wanita.

Siapa pula yang akan menyangka jika pertemuan salah paham dengan Soobin beberapa bulan lalu itu malah membuahkan hasil besar sekarang. Kehidupan sosialnya meningkat pesat. Orang tuanya begitu senang mendapat menantu seperti Soobin. Dan bahkan, dia juga akan memilki bagian lain dari dirinya dan Soobin, seorang anak.

Memang benar, kehadiran anak sedikit banyak akan semakin menambah romansa diantara kedua orang tuanya. Dia sudah membuktikannya. Soobin menjadi lebih perhatian padanya. Arin merasa jika dirinya begitu diistimewakan. Seolah dia adalah wanita yang benar-benar harus dijaga keberadaannya.


Tit.. tit..tit..tit..

“Aduuh, katanya tadi pulang sore. Ini kan masih terlalu terang. Masakannya juga belum selesai.”

Arin sedikit terkejut saat mendengar bunyi kode pintu yang ditekan sebanyak enam kali. Arin yang mengira Soobin sudah pulang ke rumah sedikit terkejut. Ia belum menyelesaikan masakannya, tapi Soobin sudah sampai di rumah. Bisa-bisa nanti pria itu akan melarangnya melanjutkan memasak karena takut jika dirinya akan kelelahan setelahnya.

“Kok sudah pulang?” ucap Arin yang masih melanjutkan kegiatan memasaknya. Ia sedang memasukkan daging sapi yang sudah dipotong dadu ke dalam kaldu yang mulai mendidih. Karena tidak kunjung mendapatkan balasan, Arin langsung membalikkan tubuhnya. Seketika itu pula sendok sayur yang sedang di genggamnya terjatuh mengenai lantai marmer yang mengkilap.

Klonteng!

Sendok sayur berwarna perak dengan gagang plastik berwarna hijau terang yang terjatuh menimbulkan suara yang cukup nyaring. Hampir saja mengenai kaki Arin sendiri, namun wanita itu terlihat tidak peduli. Sosok di depannya yang juga terdiam tidak bergerak lebih menarik perhatiannya.

“K-kau..siapa?” ucap Arin, terbata.

“Aku yang harusnya bertanya, siapa anda?”

“A-aku? Aku pemilik rumah ini!”

“Hah, pemilik rumah ini adalah Soobin, Choi Soobin.”

“Dan aku istrinya. Jadi aku juga pemilik rumah ini.”

Melepas masker hitamnya dengan sedikit keras, wanita asing itu terlihat membuka mulutnya tidak percaya. Berikut juga dengan kacamata hitamnya. Kini hanya sebuah topi hitam yang menutupi wajah atas wanita itu.

“Hah!” Arin terkejut, kedua telapak tangannya menutup mulutnya sendiri. Wajah yang menurutnya sangat familiar, bahkan bagi sebagian warga Korea lainnya.

“Kamu pasti tau siapa aku, kan? Tidak mungkin jika tidak. Yah, kita langsung ke intinya saja. Kamu pasti hanya salah satu dari beberapa wanita yang menjadi pilihan Soobin untuk menyalurkan hasratnya. Wajar saja, dia pria normal. Aku tidak akan marah juga, kok.”

Arin yang melihat si wanita malah berjalan menuju sofa tamu segera mematikan kompor listriknya. Membiarkan begitu saja masakan yang sedang diolahnya tanpa pikir panjang.

“Jangan semena-mena, kamu disini tamu. Aku tidak peduli mau kamu seorang selebriti sekalipun. Tolong sopan santunnya. Sekarang jelaskan, bagaimana kamu bisa tau kode pintu rumah kami?”

“Pfft! Tidak ada pertanyaan lain? Kamu tidak penasaran siapa aku begitu? Kenapa aku bisa kenal Soobin, atau yang lainnya?”

“Sebentar lagi Soobin akan pulang. Tunggu saja atau kamu akan diusir dari sini karena masuk secara ilegal.”

“Benarkah? Atau sekalian saja aku bertanya padanya apa benar kamu istrinya atau hanya wanita malam yang mengaku-ngaku menjadi istrinya, hah?”

Arin yang sudah terbakar rasa jengkel mulai mengepalkan telapak tangannya untuk meredam amarah. Jika tidak ingat ada sang anak di dalam perutnya, Arin mungkin sudah bergerak menerjang wanita itu dan mengusirnya dari dalam rumah.

“Aku akan katakan sekali lagi, kami sudah menikah,” balas Arin sembari menunjukkan cincin pernikahan pada jari manisnya. Namun, lagi-lagi wanita yang duduk nyaman di sofa tamu itu tersenyum meremehkan.

“Cincin, ya? Aku juga punya.”

Sekali lagi, Arin sedikit membuka bibirnya karena respon si wanita asing yang menurutnya sudah semakin melewati batas.

“Memangnya kamu tidak pernah melihat cincin seperti ini? Oh, atau belum pernah mendapati Soobin memakai miliknya, ya? Coba cari di rumah ini, barangkali Soobin menyimpannya di lemari, laci, atau brankasnya. Mumpung masih ada waktu, katamu tadi dia akan segera pulang ke rumah. Aku pergi dulu, kupikir tadi Soobin sudah ada di rumah, ternyata dia malah sedang keluar.”


Pip! Jtek!

Begitu si wanita sudah keluar dari rumahnya, Arin yang tidak sanggup menahan tubuhnya sendiri langsung jatuh bersimpuh di dekat sofa ruang tamu. Napasnya yang berat membuat dadanya kembang kempis kepayahan. Dadanya benar-benar terasa sesak, ia merasa udara begitu susahnya untuk dihirup. Tangan kirinya mulai berpegangan pada sofa, sedangkan tangan kanannya yang bebas terus mengusap perutnya yang baru sedikit membulat, sesekali mengusap punggungnya bergantian. Entah kenapa tiba-tiba ia merasakan sedikit rasa sakit dan ngilu pada kedua anggota tubuhnya itu.

Menelan udara kosong yang secara mendadak memenuhi rongga mulutnya, Arin yang teringat dengan ucapan si wanita mengenai cincin pernikahan segera berdiri cepat, melupakan rasa sakit pada punggung dan perutnya yang selama beberapa saat terus menyiksanya tersebut.

Entah mendapat dorongan kekuatan dari mana pula, saat ini Arin sudah berjalan menaiki tangga menuju kamar tidurnya dan Soobin berada. Di sepanjang anak tangga sampai pada koridor kecil yang menghubungkan kamar tidurnya, Arin terus berpegangan pada tembok agar bisa menopang berat tubuhnya sendiri.

Memasuki kamar tidur yang setiap harinya selalu ia gunakan bersama Soobin, Arin memilih untuk memandangi ruangan tidurnya itu sebelum memasukinya. Ia teringat dengan sebuah kotak berwarna hitam yang beberapa bulan lalu ia temukan pada salah satu laci meja kerja Soobin. Saat itu, ia sudah sangat penasaran dengan isi kotak tersebut. Siapapun orangnya sudah pasti mengetahui jika itu adalah kotak perhiasan. Sebuah kotak beludru berwarna hitam dengan pita keperakan ada di bagian atasnya. Maka disanalah Arin memusatkan seluruh perhatiannya. Laci yang sama dengan beberapa bulan yang lalu, saat dimana awal pernikahannya dengan Soobin baru ia jalani.

Ia tahu, kotak itu sudah tidak ada disana sejak saat ia melihatnya pertama kali, namun ia akan tetap mencarinya kembali. Dulu, ia hanya berpikir jika kotak itu berisi salah satu barang kesayangan Soobin. Namun setelah semua kejadian yang sangat mengguncang pikirannya itu mulai merasuk ke dalam jiwa dan raganya, Arin dengan tekad penuh kembali berkeinginan untuk mengetahui isi kotak tersebut. Hatinya berharap jika isi kotak tersebut tidaklah sesuai dengan pikirannya nanti.

Laci, lemari pakaian, laci kamar mandi, semua sudut kamar tidur sudah Arin telusuri dengan sempurna. Namun nihil hasilnya, ia tidak menemukan benda yang dicari-carinya. Pilihan terakhir jatuh pada brankas kecil milik Soobin  yang ada di sebelah lemari pakaian mereka. ia tidak tau kode kuncinya, namun bukan berarti hal itu bisa membuat Arin berpasrah diri.

Mulai dari tanggal ulang tahun Soobin, tanggal pernikahan mereka, hingga angka yang sama yang digunakan untuk kode pengaman pintu apartemen mereka, semua angka-angka itu tetap tidak cocok sehingga tidak bisa membuka brankas tersebut.

Hampir menyerah, Arin yang secara asal-asalan menekan angka-angka kelahirannya sedikit terkejut saat mendengar bunyi yang menandakan terbukanya brankas tersebut. Berhasil. Penguncinya terbuka, Arin dengan cepat langsung membukanya.

Pandangan Arin sedikit terkunci. Walau ada beberapa tumpuk uang tunai dolar, beberapa tumpuk uang tunai bermata uang Korea, juga beberapa emas batangan, dan beberapa map yang tentu saja berisi dokumen-dokumen penting terkait aset kepemilikan dan lain sebagainya, yang menjadi fokus utama Arin tetaplah sebuah kotak beludru hitam yang sedang dicari-carinya tersebut.

Tangannya bergerak cepat mengambil kotak tersebut, namun sedikit bergetar saat akan membukanya. Sungguh, ia tidak berharap isi kotak itu berupa benda yang secara mendadak langsung dibencinya.

“Hah!”

Klotak...

Benda itu rupanya benar-benar jatuh dari genggaman Arin. Membentur lantai marmer dengan kerasnya, juga dengan suara gemerincing yang terdengar sangat memuakkan di telinga Arin. Sebuah cincin yang terlihat sama persis dengan yang digunakan oleh wanita asing itu kembli mengguncang hati dan pikirannya. Tidak terasa, air matanya sudah mengalir di kedua pipinya.


*


Pip.. pip.. pip..

Kode pintu terdengar ditekan dari arah luar, begitu pintu terbuka, sosok Soobin langsung terlihat di ujung pintu sana. Arin melemparkan senyum cantiknya, begitu juga dengan Soobin sendiri. Soobin terlihat megendurkan dasi coklat yang dikenakannya, lalu segera menghambur demi memeluk sang istri yang baru saja memberi makan pada Odi, si landak berduri yang kini sudah semakin besar sejak terakhir kali Arin melihatnya pertama kali.

“Mau langsung makan atau mandi dulu?”

“Aku mandi dulu saja, ya. Aku tadi kunjungan ke beberapa tempat yang akan menjadi proyek perusahaan selanjutnya. Sepertinya banyak debu yang menempel di tubuh dan baju.”

“Perlu air hangat?”

“Aniya, akan pakai air dingin saja. Istirahatlah dulu sebentar sambil menunggu aku selesai mandi.”

Cup!

Satu kecupan mendarat di pipi kiri Arin, juga dengan telapak tangan lebar Soobin yang baru saja mengusap perut sang istri dengan lembut. Arin tidak kuasa menahan air matanya agar tidak lagi terjun bebas pada pipi mulusnya. Ia harus menahannya, paling tidak hingga esok hari agar dia bisa memperjelas semua kejadian hari itu.


TBC.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Sobirin back. Karena konflik udah dimulai, jadi ini sudah memasuki tahap akhir cerita, yah.

Buat part yang Arin nyariin kotak cincinnya itu ada di part 15, yah (barangkali lupa sama adegan awal itu. Awalnya Arin udah mau buka itu kotak, tapi keburu eomma-nya Soobin dateng, alhasil Arin nggak jadi lihat isi kotaknya, deh).

Yang sudah baca, jangan lupa vote, komen, dan share cerita ini, ya. aku nulis cerita ini for free, jadi apresiasi sekecil apapun dari kalian sangat aku hargai. Yang ada sedikit rejeki lebih bisa tengok akun trakteer aku (link ada di bio).

Terima kasih💙💙
Njm.

MENIKAH (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang