24

83 13 0
                                        

Pukul sembilan lebih lima belas menit, pagi hari yang mulai mengeluarkan sedikit cahaya menyilaukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul sembilan lebih lima belas menit, pagi hari yang mulai mengeluarkan sedikit cahaya menyilaukan. Soobin dan Arin sudah terduduk pada ruang tunggu klinik kandungan yang tempo hari sudah dipilihkan oleh Jisoo. Sengaja berangkat pukul setengah sembilan, agar tidak tergesa-gesa karena perjalanan. Soobin terus saja menghentakkan kaki kanannya, cemas. Ini pertama kalinya dia masuk ke klinik semacam itu. Pertama kalinya juga dia mengalami hal semacam ini. Istrinya hamil, dan tentu dia sendiri penasaran dengan perkembangan calon anaknya. Sehingga mau tidak mau dia harus mengantar wanita itu sendiri ke klinik tersebut. Rasa penasaran yang lebih besar juga menjadi penyebab kehadirannya.

“Kamu panik, ya?” tanya Arin yang tidak tahan melihat kegelisahan Soobin, terutama kaki panjangnya yang tidak mau berhenti bergerak. Sepatu pantofel hitamnya terus mengetuk-ngetuk lantai klinik secara teratur.

“Ehm, sedikit. Nanti kira-kira dokternya tanya apa saja, ya?”

Arin hanya tersenyum, tidak mengeluarkan sepatah katapun selain senyuman hangatnya. Dan Soobin pun melakukan hal yang sama, tersenyum canggung pada sang istri. Sedikit lama mereka menunggu dokter tiba mungkin sekitar lima belas menit. Hingga akhirnya kini pintu terbuka, seorang wanita yang terlihat anggun masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Annyeonghaseyo, daepyo-nim," ucap si dokter ramah. Soobin dan Arin segera berdiri, mereka saling membungkuk dan memberi salam satu sama lain.

"Maaf karena tidak bisa datang ke acara pernikahan anda, daepyo-nim. Kami terkejut saat menerima permintaan dari sekretaris anda, bertanya-tanya kapan anda menikah, maaf karena ketidakhadiran kami, daepyo-nim."

"Ah, tidak apa, jangan berkecil hati begini. Bukannya kami tidak ingin membagi kebahagiaan, saya dan istri sepakat ingin pernikahan tertutup dan hanya dihadiri keluarga inti."

"Ah, begitu rupanya. Tentu saja kami ikut berbahagia untuk daepyo-nim, apapun pilihan kalian berdua tentunya. Dan lihatlah sekarang, kebahagiaan anda semakin lengkap dengan kehadiran calon anak yang tengah dikandung istri anda, sekali lagi selamat untuk anda dan istri anda."

“Nde, nde, kamsahamnida, dokter. Mohon bantuannya, saya dan istri saya ingin mengetahui tentang calon anak kami. Bisakah dokter membantu mengecek keadaannya? Kami sangat penasaran sudah berapa lama dia ada di dalam perut ibunya ini, dokter.”

“Kita lihat hasil laboratoriumnya dulu, ya. Saya dengar dari perawat jika daepyo-nim dan nona mengeluhkan tentang hasil dari testpack yang sedikit meragukan.”

“Ah, nde,” ucap Soobin antusias dan gugup di saat yang bersamaan. Lebih khawatir karena takut jika anak yang secara tiba-tiba hadir dan sedang dinantikannya itu memang nyatanya belumlah ada. Beberapa saat lalu, seorang staff klinik memang sudah meminta sampel air seni pada Arin untuk melakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu. Untuk memastikan jika memang wanita itu tengah mengandung atau tidak tentunya.

“Selamat, daepyo-nim, istri anda positif hamil.”
Soobin membuka mulutnya, begitupun Arin. Soobin yang merasakan kebahagiaan yang meledak-ledak, sedangkan Arin benar-benar berusaha menerima jabang bayi di dalam perutnya. Masih tidak percaya jika dirinya benar-benar hamil.

Soobin tersenyum melihat pada dokter wanita di hadapannya itu, begitupun dengan sang dokter sendiri. Menyisakan Arin yang kini mulai merasakan kecemasan yang sama dengan Soobin beberapa saat lalu. Gugup, sedikit panik, dan gemetar secara bersamaan, entah dokter itu akan melakukan apa padanya nanti. Ini pertama kalinya dia memeriksakan dirinya pada dokter kandungan atau semacamnya. Tentu saja karena ini merupakan kehamilan pertamanya. Ia merupakan wanita baik-baik, yang berciuman saja belum pernah, kecuali setelah pesta pernikahannya dengan Soobin digelar. Itu adalah ciuman pertamanya.

“Baiklah, nona silahkan berbaring dulu, saya akan siapkan peralatannya.”

Walau gugup, Arin  tetap melaksanakan ucapan si dokter. Arin memakai sebuah celana kain yang tidak terlalu ketat. Memudahkannya untuk menaiki ranjang tersebut. Dan tentu saja Soobin setia mendampingi disebelahnya, berdiri dengan senyum mengembang yang terlihat begitu jelas. Arin bahkan ikut tersenyum karena melihat binar bahagia pada wajah suaminya itu.

“Emm, ini masih sangat awal. Mungkin sekitar dua atau tiga minggu usia kehamilan. Masih sangat rentan dan rawan. Usahakan jangan terlalu banyak aktivitas yang bisa menguras tenaga dulu, ya.”

Layar pada monitor hanya terlihat hitam tanpa apapun. Hanya beberapa goretan datar berwarna terang yang terlihat bersamaan dengan warna hitam. Dan Soobin tidak paham arti gambar tersebut.

“Yang ini, daepyo-nim, masih sangat kecil, bukan?”

Soobin dan Arin sama-sama menoleh, memperhatikan layar hitam. Namun setelah mengkuti arah tunjuk sang dokter, mereka paham yang dimaksud dengan sangat kecil itu.

“Jinjja? Waah, benar juga, masih sangat kecil sekali.” Soobin semakin memperlihatkan binar bahagianya.

“Bisakah jika gambar itu dicetak, dokter?” kini Arin yang ganti mengeluarkan suaranya. Dan tentu saja dokter itu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Pasien VVIP tidak boleh dikecewakan.

“Mau dibuat berapa cetakan?” ucap seorang perawat.

“Dua, aku juga akan membingkai foto anak kita untuk diletakkan di kantor nanti.”

Seorang perawat yang sejak awal sudah mengikuti kedatangan si dokter langsung melaksanakan keinginan pasien mereka tersebut. Selama beberapa menit setelahnya, dua buah foto semacam foto polaroid telah siap. Arin memegangnya dengan gemas dan haru. Masih tidak percaya jika sekarang ada nyawa hidup di dalam perutnya yang masih sangat rata tersebut.

“Karena usia kehamilannya masih sangat dini, saya sangat menyarankan nona Arin untuk menahan semua aktivitas berat. Ketika sedang bekerja juga usahakan jangan terlalu menguras energi. Daepyo-nim tentu bisa membantu saya mengawasi kegiatan nona Arin, bukan?”

“Ah, nde, tentu saja, dokter.” Soobin segera mengangguk antusias.

“Tapi, dokter. Beberapa hari yang lalu saya masih mengalami siklus bulanan, walau darah yang keluar tidak banyak, sih. Tapi apakah benar jika kehamilan ini sudah berumur dua minggu lamanya?”

“Sebelum siklus bulanan itu terjadi, apa nona dan daepyo-nim sempat berhubungan badan?”

Soobin dan Arin yang merasa canggung langsung melihat satu sama lain. Tidak mengira jika sang dokter akan menanyakan pertanyaan pribadi semacam itu. “Nd-nde, benar, dokter,” ucap Arin sedikit malu.

Saat itu, Arin telat menyadari. Tahu-tahu, pada celana dalamnya sudah ada bercak darah. Tentunya dia mengira dirinya sedang dalam siklus bulanan, tidak sedikitpun menaruh rasa curiga sebagaimana mestinya.

“Jika disertai rasa nyeri, itu artinya nona sedang mengalami flek pada dinding vagina. Hal itu memang lumrahnya terjadi ketika awal-awal kehamilan karena otot-otot vagina menjadi sangat sensitif, jadi tidak usah terlalu khawatir. Untuk dua hingga tiga bulan pertama ini, usahakan jangan berhubungan badan dulu, ya. Hormon wanita hamil memang akan meningkat pesat daripada biasanya, tapi usahakan tidak berhubungan dulu. Sesekali tidak apa, tapi harus dengan gerakan yang sangat pelan. Supaya ibu dan janinnya tetap sama-sama aman.”

Soobin dan Arin langsung mengangguk, mengerti dengan penjelasan yang sangat mudah dipahami tersebut.

“Untuk makanan, dokter? Apa ada larangan tertentu?”

Sang dokter mengangguk pada pertanyaan Soobin. “Untuk makanan tidak ada banyak pantangan. Cukup perbanyak makan sayur, kurangi makanan pedas dan makanan cepat saji. Itu sudah cukup. Bisa juga memperbanyak buah-buahan bervitamin. Yang perlu diingat itu satu, jangan terlalu berpacu pada semua makanan. Hormon wanita hamil biasanya membuat indera perasa dan penciuman menjadi lebih tajam. Di pagi hari, ibu hamil bisa menyukai makanan A, sedangkan sore hari, mereka bisa saja muntah-muntah karena merasa jika aroma atau rasa makanan tersebut tidaklah sedap. Hal seperti itu juga bisa berlaku untuk hal-hal tertentu. Sejauh pengalaman saya menjadi dokter kandungan, ada beberapa wanita yang juga membenci bau tubuh suaminya dengan dalih aromanya tidak wangi sama sekali. Ada juga yang semula begitu menyukai bau parfum tertentu, tapi akan langsung muntah bila mencum aroma yang sama dilain kesempatan. Jadi jika suatu saat mengalami hal yang serupa, jangan terlalu diambil pusing, ya.”

Entah apa yang dipikirkan Soobin saat ini, yang pasti dia sedikit terkejut dengan penuturan dokter tersebut. Berbeda dengan Arin yang malah mengangguk paham, merasa bahwa penuturan dokter itu memang benar adanya, penyebab dari segala tingkah anehnya selama beberapa hari ini.


*


"Mau diantar ke dalam sekalian?" Arin mengerutkan dahinya. Guyonan Soobin kali ini benar-benar membuatnya bergidik ngeri.

"Tidak usah, aku tidak mau jadi bahan pembicaraan. Sudah sana berangkat."

Soobin tersenyum mendengar pengusiran halus dari Arin. Bukannya marah atau jengkel, dia justru tersenyum-senyum jahil hingga lesung pipinya terlihat dalam. Kedua kelopak matanya menyipit sempurna. Membuatnya terlihat seolah menutup mata saking rapatnya.

"Eiiiiii... harusnya senang, dong. Kenapa tidak pamerkan saja suamimu yang sangat tampan ini pada orang-orang? Siapa itu namanya? Yang tidak kamu sukai? Soyeon? Hyoyeon? Ah, itukan artis. Biar dia semakin jengkel padamu."

"Kupikir kamu hanya bisa menjadi manusia yang baik, rupanya kamu juga bisa berpikiran jahat, ya."

Melihat Arin yang tertawa kecil, Soobin pun melakukan hal yang sama. Hatinya tiba-tiba merasa bersyukur. Ia teringat dengan Arin yang menangis-nangis, memohon agar dia memberi ijin untuk menghilangkan bayi mereka. Sedangkan sekarang, wanita itu malah tersenyum malu-malu disebelahnya. Seolah sudah melupakan segala permasalahan  yang tempo hari membuatnya terlihat sangat tertekan dan tersiksa.

"Aku akan bilang pada supir untuk mengantarmu ke kantor nanti siang. Pulangnya kita belanja kebutuhan kamu dan Horang."

Arin menoleh dengan cepat. "Ho-horang?!"

Soobin balas tersenyum manis. "Kita panggil dia Horang ya sekarang, biar dia punya panggilan. Entah dia akan jadi penerus appa-nya yang tampan, atau jadi penerus eomma-nya yang cantik dan pengertian, aku ingin kelak dia jadi anak yang kuat menjalani hidupnya sendiri."

Arin kembali tersenyum. Merasa setuju dengan panggilan baru untuk calon anaknya itu. Sudah tradisi di negara mereka, jika tengah mengandung mereka akan memberi nama panggilan untuk janin yang tengah dikandung.

"Nan joha. Baiklah kalau begitu, nanti kita beli susu terbaik untuk Horang, ya? Dadah, appa, aku akan menemani eomma bekerja dulu."

"Nde, adeul, hati-hati, ya. Jangan merepotkan eomma di tempat kerjanya, ya. Nanti siang bertemu appa lagi."

Bagaikan orang dimabuk asmara, tapi jatuh cintanya pada calon anak mereka sendiri. Siapapun yang melihat mereka tentunya akan merasa ikut bahagia, atau cemburu. Seolah dunia hanya milik mereka bertiga, tentunya.

"Bye, appa."

Arin yang sudah keluar dari dalam mobil melambaikan tangannya pada Soobin yang langsung membuka kaca mobil. Lelaki itu balas melakukan hal yang sama. Melambaikan tangannya dengan lembut, juga dengan senyum yang mengembang sempurna. Mobil berjalan perlahan, meninggalkan kantor tempat Arin bekerja, sedangkan wanita itu mulai berjalan memasuki bangunan gedung.


TBC.

MENIKAH (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang