rangga kenapa?

5K 296 25
                                    


Tidur Bara terusik, dan saat ia membuka mata, Azell yang sedang dipeluknya, menggigil dengan keringat bercucuran di wajahnya. Dengan segera, ia bangun menempelkan telapak tangannya di dahi anak itu dan dibuat mendelik karena badan Azell sangat panas.

"Dek...bangun, Dek.." Bara mencoba menepuk-nepuk pipi tembam Azell berharap anak itu segera bangun.

"Azell, bangun!" Karena memang Bara bukanlah orang yang sabar, ia menaikkan suaranya lebih keras. Tak lama kemudian Bara menangkup kedua pipi adiknya yang mulai membuka mata dengan tatapan sayu.

"A-adek k-kenap--" Bara panik sekaligus bingung harus bagaimana saat ini. Karena sekali pun dia tak pernah merawat orang sakit. Melihat Azell yang semakin menggigil dan kini ditambah dengan mata yang mulai berkaca-kaca, Bara makin kelabakan.

"M-mau k-kak Dhito," ucap Azell dengan lemah. Badannya begitu dingin tapi juga terasa panas di satu waktu. Dan jika sedang begini, Azell cuma mau Dhito yang berada di sampingnya, bukan Bara yang kini kelihatan panik sendiri tanpa berbuat apa-apa.

"I-iya-iya, kakak hubungin kak Dhito dulu, ya, kamu jangan tidur lagi."

Bara turun dari ranjang, mengambil ponselnya di nakas dan menghubungi kakak tertuanya. Karena hanya Dhito yang sabar dan tau cara merawat orang sakit, oh iya, Dhito juga anak Kedokteran, pasti dia lebih tau apa yang harus dilakukan pada Azell sekarang.

"Kak, Adek panas, cepet pulang!"

[ Kok bisa, sih? ]

"Jangan banyak tanya. Cepet!"

Dengan kurang ajarnya, Bara mematikan sambungan teleponnya begitu saja setelah seenaknya memerintah kakaknya. Ini sebenernya yang jadi kakak siapa sih.

"Sabar, ya. Mau minum?" Azell menggeleng, matanya kembali berkaca-kaca, bibir kecilnya melengkung kebawah dengan sendu dan bergetar siap untuk menangis keras.

"M-mau kak Dhito huwaaa..."

Mendengar adiknya menjerit seperti itu, Bara makin panik, lalu ia kembali mendekati adiknya, menangkup wajah si manis agar menatapnya.

"Jangan nangis, please.."

"J-jangan pegang-pegang! AZELL MAU KAK DHITO!"

Namun nyatanya, Azell menangis semakin keras dan menyingkirkan tangan Bara agar menjauh darinya. Untung saja, pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan tak santainya, Dhito beserta wajah khawatirnya langsung menggeser tubuh Bara lalu ia menyibak rambut Azell yang hampir menutupi mata.

"Azell, ssssstt.. ini kakak, buka dulu matanya," ujar Dhito yang kini mengusap dahi panas Azell dengan pelan guna menyeka keringat anak itu.

Azell berhenti menangis saat matanya terbuka dan melihat Dhito di depannya, namun satu detik kemudian ia kembali sesenggukan.

"M-mau gendong~"

"Tapi habis itu makan dan minum obat, ya?"

Azell diam untuk menimang, lalu memilih untuk mengangguk agar Dhito lekas menggendongnya. Dan benar saja, tubuhnya kini sudah berada di dekapan Dhito yang selalu membuatnya nyaman. Ia merasakan punggungnya diusap-usap, ingin kembali memejamkan mata namun segera dihentikan oleh kakaknya.

"Jangan tidur. Kamu harus makan."

Dhito membawanya turun ke dapur. Seketika Azell menyesal telah mengiyakan perintah kakak tuanya itu, namun dia terlalu lemas untuk memberontak. Sedangkan Bara yang sedari tadi terpaku, hanya bisa membuntuti.

Saat Dhito hendak mendudukkan Azell ke kursi, anak itu malah mengeratkan pelukannya pada leher Dhito.

"Ngga mau turun," rengek nya.

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang