"Pake!" Bara, dengan rasa kesalnya mendorong Azell sampai terduduk di kasur. Jujur, ia mulai ketakutan sekarang."A-azell n-ngga mau, kak, tolong.." dengan mata berkaca-kaca, Azell menatap kakaknya dengan penuh permohonan di raut wajahnya.
Bara yang sudah gelap akan napsu, tidak pedulikan itu semua.
"Pake atau kakak bakal telanjangin kamu sekarang," ancamnya sembari melempar lingerie dan kalung kucing ke pangkuan Azell yang menatap benda itu dengan bergetar. Sambil menangis, ia melepaskan jubah mandinya lalu memakai dua benda itu setelah Bara membalikkan badan.
"Udah?" tanya Bara, membuat Azell menatap punggung pemuda itu lalu menyedot ingusnya sambil terisak sebelum menjawab; "U-udah."
Dan Bara berbalik, menatap penampilan adiknya yang begitu indah dengan baju dan kalung yang ia berikan. Tak sia-sia uang yang dia keluarkan untuk membeli barang seperti itu, ah Bara jadi ingin membeli lagi.
Pemuda itu sudah siap dengan kameranya. Berbeda dengan Azell yang masih menangis membayangkan betapa menjijikan nya ia saat ini. Walaupun bukan pertama kali, tetap saja Azell tidak dan tak akan terbiasa dengan perlakuan Bara.
"Duduk dilantai dan angkat satu kaki kamu sampai menyentuh ranjang." satu perintah dari Bara yang hanya bisa Azell turuti walau sempat terdiam beberapa saat.
Lalu ia kembali menungging, merangkak, hingga akhirnya Bara menyudahi acara cabul ini. Bara menatap puas dengan hasil jepretannya, walau di setiap foto dan vidionya Azell menangis, itu malah membuat Bara semakin senang.
Lalu ia menghampiri Azell yang tengah sesenggukan di akhir tangisannya, diusapnya air mata itu dengan lembut kemudian memeluk tubuh bergetar Azell.
"Lain kali lebih nurut. Jangan cengeng."
Bara menjauhkan tubuhnya, kembali menatap adiknya yang menunduk dengan hidung merah yang sesekali ada ingus yang akan keluar kalau saja tidak ditarik oleh sang empu dengan cepat. Bara gemas, ingin menggigit pipi tembam itu, ingin meraup bibir menggoda itu, ingin menyetubuhinya, dan masih banyak kata 'ingin' dari Bara kepada Azell.
Tapi Bara bukan Gay, dia masih normal, hanya saja ia membenci wanita. Dan Azell memiliki semua kriteria untuk sekedar membuatnya terangsang, namun sekali pun Bara tak pernah menyentuh Azell dengan berlebihan karena sekali lagi; dia bukan Gay.
Azell hanyalah bahan fantasi, bacol, atau semacamnya. Tapi bukan untuk dijadikan teman bercinta yang sesungguhnya. Bara tau batasan, mau bagaimanapun Azell ini adiknya bukan?
:
:
:Sarapan pagi ini dibuat setenang mungkin. Azell dengan matanya yang sedikit bengkak sangat enggan untuk bersuara, mengingat peristiwa tadi malam saja membuatnya mual setengah mateng.
Dan Dhito, manusia ini terlalu peka dengan mata sembab Azell dan atmosfer aneh di ruangan ini.
"Kamu habis nangis, dek?" tanyanya, namun tak ada jawaban. Azell masih sibuk memandangi nasi goreng di depannya dengan tak selera karena bayang-bayang semalam masih saja terngiang di kepalanya.
"Dek?"
Dhito berdehem setelahnya.
"Azell Adiyudan??"
Sedikit terkejut, namun bukan Azell namanya kalo nggak sok cool.
"K-kenapa kak?"
Dhito tersenyum. Sangat menyejukkan.
"Kamu habis nangis?"
Azell gelagapan, ia sudah menduga akan ditanyai seperti ini. Dan sekarang ia bingung mau buat alasan apa lagi.
"Biasa, Kak, adek semalem nonton Anohana, nangis-nangis sendiri di kamar." Itu bukan suara Azell, melainkan Bara yang tiba-tiba menjawab dengan asal. Memang Azell pernah menonton Anohana, tapi tak sampai menangis. Yang membuatnya menangis hanya Bara sialan.
Dalam beberapa detik, Bara menjadi pusat perhatian, namun Dhito kembali menatap Azell yang hanya menunduk.
"Bener?"
Seperti orang bodoh, Azell mendongak lalu menganggukan kepalanya. Tanpa diberi penjelasan lebih, ia tau maksud dari Bara yang bicara seperti itu. Azell seolah tak boleh mengadu apapun pada Dhito.
"Bener Kak, hehe.."
Dhito mencubit pipi tembam Azell sambil tersenyum tipis. "Sarapannya dihabisin, ini udah siang nanti kamu bisa telat."
Tepat setelah Dhito menyelesaikan kalimatnya, Azell langsung jumscare.
"Adek berangkatnya sama Kak Dhito aja boleh, ngga?"
"Boleh, mumpung Kakak kelasnya siang hari ini. Kenapa ngga sama Bara aja? Kan kalian satu sekolah."
Bara yang disebut-sebut, langsung menoleh memberi tatapan mengintimidasi pada Azell yang juga menatapnya sebentar.
"G-gapapa, pengen sama Kak Dhito aja hehe.."
"Apapun buat Azell."
°
°
°"Pulangnya Kakak jemput, ya. Jangan nakal, oke?" Azell mengangguk lucu, setelah mendapat usapan di rambut serta satu kecupan di dahi, barulah Azell keluar dari mobil Dhito.
Senyumnya merekah saat berjalan di sepanjang koridor sekolahnya. Tak sedikit siswa/siswi yang menatapnya kagum; badan putih yang saking putihnya sampai menimbulkan noda merah alami di kedua pipi tembamnya. Walaupun badannya hanya 150cm, tapi Azell tetap happy kiyowo.
"Azell!" Samar-samar Azell mendengar ada yang menyebut namanya. Tapi di mana? Sedari tadi ia hanya membalas senyuman orang-orang yang menyapanya, mungkin saja itu sura penggemarnya. PD sekali.
"ADEK!" Sampai satu suara tepat di belakangnya, membuat Azell menoleh cepat. Ia terkejut saat mendapati Rangga; kakak kelasnya sedang membungkuk sembari mengatur napas dengan tak karuan. Keringatnya di mana-mana, seketika Azell merasa kasian.
"K-kak maaf, Azell ngga denger," ucapnya dengan pelan sambil memegang pundak Rangga.
Setelah napasnya sudah mulai membaik, Rangga menegakkan badan. Dan seketika, Azell merengut. Ia harus mendongak untuk sekedar memandang wajah pemuda di depannya ini.
"Kakak nunduk sedikit, deh, Azell pegel, tau," pinta Azell dengan wajah cemberutnya. Rangga tertawa, mencubit hidung bangir Azell dengan gemas lalu menekuk kedua lututnya sedikit agar Azell tidak kecapean mendongak terus kan. Tapi itu nggak ngaruh gaes, Azell tetep aja pendek.
"Besok Kakak mau jalan-jalan, Azell ikut, ya?"
Azell terdiam. Ia berpikir sejenak, sudah lama juga mereka tidak pergi bersama. Tapi Azell takut, soalnya motor Rangga gede banget, dia kan jadi susah naiknya.
"Kakak nanti bawa mobil, deh," celetuk Rangga dengan tak sabaran melihat Azell yang hanya terdiam.
Rangga tau, Azell itu pendek. Dan akan kesulitan jika membonceng moge nya, maka Rangga akan membawa mobil saja biar Azell mau.
"Iya deh. Kakak maksa, ya." Rangga terkekeh, lalu kembali menegakkan tubuhnya. Ia kemudian merangkul Azell dan berjalan dengan akrab. Sesekali Azell terkikik geli saat tangan Rangga menggelitiki lehernya.
Fyi, mereka berdua ini udah kenal lumayan lama. Pada saat masa orientasi sekolah, Azell yang datang terlambat tak sengaja bertemu dengan Rangga di barisan murid-murid yang telat. Rangga kelas 12 saat ini, satu kelas dengan kakaknya Azell; Bara.
Bagian awal dikit aja dulu. Jangan lupa kritik dan sarannya. Thanks.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY BROTHER [END]
Randomhanya sedikit cerita tentang kegilaan seorang kakak kepada adik laki-lakinya. ;Not BXB just Brothership 17+ Bijaklah dalam memilih bacaan⚠️ start: 28 Mei 2022-16 april 2024