bacot bener

1.8K 128 24
                                    


Selamat membaca👍






"T-tapi kak, Azell udah betah di sini," ujar Azell mencoba untuk menyuarakan ketidaksetujuannya. Pasalnya Kakaknya itu selalu saja membuat keputusan seenaknya, padahal kan Azell susah beradaptasi dengan lingkungan baru malah ngajak pindah.

Membuat Bara menoleh dengan cepat, menatap adiknya dengan penuh selidik. "Kenapa? Betah karena ada Rangga? Atau Nevan?"

"B-bukan." Azell memilih menunduk, memainkan ujung kaosnya."Di sekolah Azell juga temennya cuma Ray, nanti kalo Azell ngga punya temen pas pindah, gimana?"

Bara berdecak, lalu tertawa meremehkan. "Alesan."

Melihat itu Dhito geleng-geleng kepala, tangannya memilih untuk mengusap kepala bagian belakang Azell. Mengenai pindah rumah, sebenarnya ia juga masih menimang-nimang. Di satu sisi itu bagus untuk menghindari kejadian-kejadian tidak mengenakkan seperti kemarin, tapi di satu sisi lagi Dhito juga memikirkan Azell yang nampaknya sudah betah dan juga, Dhito juga masih harus menyelesaikan kuliahnya di sini kan.

"Tapi, Zell, nanti kalo kamu ngga pindah, ketemu lagi, dong, sama Rangga. Kamu mau dibawa kabur lagi, hm?" Dhito masih mencoba bertanya sambil membujuk sedikit dengan baik-baik, takut kalau tiba-tiba anak itu nangis. Ingat, kan, cengengnya Azell itu gimana?

Namun Bara dengan mulut haramnya malah menyambar. "Yaudah homeschooling aja."

Mendengar itu Azell langsung mendongak, menatap wajah Dhito dengan raut memohon, hampir menangis kayaknya.

"K-kak Dhito Azell n-ngga m-mau....."

"Iya-iya...ngga, kok," jawab Dhito yang segera menarik Azell, menenggelamkan wajah Azell pada dadanya sambil terus mengusap kepala anak itu guna menenangkan. Tak lupa juga matanya melotot tajam pada Bara yang hanya mengangkat bahunya tak peduli.

"A-azell n-ngga m-mau homeschooling k-kak t-tolong bilangin kak B-bara..."

Suara Azell makin bergetar, membuat Bara malas melihatnya. Karena pasti sebentar lagi anak itu akan menangis.

"Iya, Zell. Besok berangkat ke sekolah, ya? Ngga bakal homeschooling, kok."

Bara berdecak sebal mendengar ucapan kakaknya. Lantas segera bangkit dan pergi dari sana sambil berkata "lembek banget lo, Kak, kayak yupi!"

"Yupi mana ada yang ganteng. Iya, ngga, Zell?"

Tangannya kembali mengusap kepala Azell sebelum akhirnya melepaskan dekapannya dan menatap wajah sembab adiknya. Biarlah dikata lembek, Dhito lebih tidak mau melihat Azell tertekan.  Bagaimanapun, 'rumah' 'kan harus menjadi tempat paling nyaman sekaligus aman untuk disinggahi.

"Udah, ah, kalo nangis nanti malah Kak Baranya marah."

Anak itu mengangguk lucu, rambut memanjangnya ikut bergerak. Dengan gemas Dhito mencubit hidung merahnya.

"Apapun yang terjadi, Azell harus tetep ada di sini sama Kakak. Oke?"

.
.
.

Keesokan harinya, Azell benar-benar diizinkan masuk sekolah. Entah mimpi apa ia semalam, sampai Bara tidak memaksanya untuk tetap di rumah. Tapi bodo amat, Azell bersyukur bisa menginjak lantai koridor pertigaan menuju ruang kelasnya ini.

Fyi, Azell tadi berangkat diantar Dhito, tapi Bara mengikuti dari belakang dengan motornya sampai di sekolah anak itu menggenggam pergelangan tangan Azell dengan eratnya seolah Azell akan hilang, lagi.

"K-kak lepasin, Azell mau masuk,"  lirih Azell sembari menggerakkan tangannya berharap Bara akan segera melepaskannya. Karena ini posisinya sudah di ambang pintu.

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang