useless

3.4K 247 19
                                    

"Sekeras apapun kamu mencoba,
menjadi lebih baik untuk
lebih bahagia, kamu belum bisa
disebut berhasil jika dirimu sendiri
saja belum bisa kamu pahami."


Happy reading seng ...🌚🌚







"Papa cuma mau ketemu Adek kamu."

"Azell udah tidur."

"Kalo gitu Papa tunggu sampe dia bangun,"ucap lelaki paruh baya itu kekeh. Bara yang duduk di hadapannya dibuat jengah, terlalu enggan untuk menanggapi orang yang baru ia lihat kembali setelah bertahun-tahun lamanya.

Papanya  banyak berubah,  wajahnya bahkan masih saja tampan tanpa satu pun keriput menghiasi di sana. Kedua lengan kekarnya sampai punggung tangannya kini dipenuhi tato abstrak yang sangat jelas terlihat karena pria itu hanya memakai kaos pendek dengan celana training abu-abu. Rahangnya tegas, mata elang yang tajam, alis tebal dan saling menyatu itu terlihat menyeramkan bagi orang yang baru melihatnya pasti akan mengira jika Papanya ini preman pasar yang kerjaannya malak. Dan Bara yakin, Azell pasti akan ketakutan jika melihat penampilan papanya.

"Papa ngga berhak buat nemuin dia."

"Bara, kamu berlebihan. Papa ini juga orang tua kalian, selamanya Papa akan punya hak atas anak-anak Papa."

Dhito mendengkus, "bahkan Dhito sama Bara lebih pantas disebut orangtua buat Azell." Katanya lalu. Sedari tadi ia memilih diam untuk meredam segala amarah yang sudah hampir meledak sejak melihat wajah orang itu.

"Cukup dengan Papa yang udah bikin kami terlahir, setelah itu Dhito dan adik-adik Dhito bisa hidup tanpa Papa sekalipun. Kami akan sangat berterimakasih kalo Papa  ngga dateng ke sini lagi."

Nikolas Adiyudan, pria paruh baya itu sedikit berdenyut hatinya, namun lebih memilih tertawa. Menertawakan kedua putranya yang benar-benar mirip sekali dengannya. Mereka sudah tumbuh dewasa, dia tidak sadar jika sudah meninggalkan mereka terlalu lama.

"Kalian bener-bener anak Papa."

"Kayaknya mending Papa pulang sekarang. Silahkan," ucap Bara sambil menunjuk arah pintu dengan jari tengahnya. Sungguh muak, ingin sekali memukul wajah bapak tua itu kalau saja Dhito tak menyuruhnya tenang sedari awal. Bahkan ia sangat jijik mengingat nama orang itu tersemat di akhir namanya juga.

"Papa pengen ketemu Azell, Papa mohon.." tatapan itu, mengatakan kerinduan yang teramat dalam. Ingin sekali memeluk bayi kecilnya yang terakhir kali ia lihat saat berumur empat tahun sebelum ia tinggalkan. Memang jahat, dia tidak menyangkalnya.

Dan penyesalan pasti datang terakhir ketika Bara dan Dhito sudah berubah, tidak sehangat dulu lagi. Nikolas sangat memaklumi tatapan benci dari kedua anak itu yang ditujukan padanya. Semua orang juga akan melakukan hal yang sama jika mengalami hal serupa.

"Ibumu juga udah bahagia sama keluarga barunya. Jadi ayo kita ulang semuanya, kita lupain apa yang pernah terjadi. Papa mau kalian tinggal sama Papa dan keluarga baru Papa," ujar Nikolas dengan tatapan memohonnya. Dia benar-benar rindu sekali dengan mereka, terutama Azell.

"Jangan harap--"

"Dhito dengar, Papa tau kalian kesulitan. Mengurus Azell bukan hal yang mudah, biarin Papa menebus kesalahan Papa, biarin Papa bantu kalian merawat Azell."

Dhito tertawa meremehkan, betapa inginnya ia memukul wajah papanya sampai semua rasa marahnya tersalurkan. Bagaimanapun keadaannya, Azell akan dan harus tetap bersamanya. Tidak boleh ada orang lain yang merebutnya sekalipun orang tuanya sendiri.

Enak aja, bertahun-tahun ia merawat Azell layaknya seorang duda, diusianya yang masih muda ia habiskan untuk mengurus adiknya yang kala itu masih sangat membutuhkan sosok orangtua. Dan dengan entengnya, Papanya bilang akan merawat Azell? Omong kosong macam apa itu. Merusak hari selasa Dhito aja.

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang