sick

4.8K 291 9
                                    

Ditengah kericuhan membingungkan ini, terdengar suara pintu yang dibuka dengan keras. bara muncul setelahnya.

"LO APAIN ADEK GUE ANJING!"

Dengan wajah memerah dan tangan mengepal menahan emosi, lelaki itu menarik Rangga untuk menjauh dari Azell lalu memukulnya tanpa jeda, sampai Rangga terbaring dan Bara tetap menghujaninya dengan pukulan. Dan suara tangisan Azell mampu menghentikan tangan Bara yang sudah melayang berniat memukul wajah Rangga kembali.

Bara segera menghampiri adiknya yang tengah menutupi wajahnya sambil menangis di sudut ruangan.

"Azell gapapa, kan?" tangan Azell digenggam, barulah Bara melihat bagaimana wajah sembab itu menatapnya dengan sendu. Bara tau jika adik manisnya ini sedang ketakutan, maka dengan hangatnya ia mendekap tubuh kecilnya; mengusap kepalanya, ikut merasakan betapa bergetarnya Azell saat ini.

"It's okay, hm? Kakak di sini," kata Bara mencoba menenangkan. Azell hanya menangis terisak, tak mau bicara apapun, ia takut dan hanya dengan menangis saja itu sudah cukup menjelaskan.

"Kita pulang." Tanpa berlama-lama, Bara segera menggendong Azell dan pergi dari sana.

Melupakan Rangga yang juga langsung bangkit, matanya kembali melihat sosok adiknya dalam wajah Azell yang kini mulai menghilang saat Bara benar-benar membawa anak itu keluar.

"Bara jangan bawa adek gue!"

Rangga terduduk lemas, beberapa saat kemudian kesadarannya dirasa mulai kembali, ia menatap pada sekitar dan mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Tentu saja ia tidak lupa, dan sekarang, Rangga menyesal sudah menghabiskan tiba botol alkohol sendirian.

Rangga mulai memikirkan segala hal yang mungkin akan terjadi. Ia takut jika setelah ini Azell akan takut dan tidak mau bertemu dengannya lagi. Rangga tidak bisa kalau itu terjadi.

"AAAARRGGGHHH!"

/
/
/

Azell tertidur lelap saat ini, dengan wajahnya yang dipenuhi jejak air mata, dan terdapat plester penurun panas di dahinya. Sepulangnya ia ke rumah bersama Bara, Azell mendadak deman; tentu saja karena anak itu menangis terlalu lama. Bara langsung mengadu pada Dhito tanpa memikirkan keadaan Azell yang masih dihantui ketakutan.

Berakhir dengan omelan Dhito yang teramat panjang yang tidak akan usai jika saja Azell tidak menangis keras.

"Kak, gue cabut dulu," pamit Bara semenit setelah bermain dengan ponselnya.

Dhito menatap Azell sebentar lalu menatap Bara yang kini sudah berdiri sambil memakai jaketnya.

"Mau ke mana? Ini kan udah malem."

Bara tertawa rendah, "gue bukan Azell yang ngga bisa jaga diri, jadi lebih baik lo urusin aja adek kecil ini," jawabnya enteng dengan bahasa gaul yang hanya boleh digunakan jika sedang tidak bersama Azell, namun karena di sini Azell sedang tidur jadi tidak ada masalah.

"Terserah. Jam 12 belum sampe rumah, gue ngga bakal bukain pintu." Dhito mulai mengancam Bara dengan muka seriusnya, yang bahkan dia lupa jika yang di hadapannya ini bukanlah Azell yang jika sudah dipelototi seperti itu akan langsung nurut, tapi ini Bara, yang kini hanya membalasnya dengan tawa.

"Iya-iya, kakak jangan gitu, dong, adek kan jadi takut," ucap Bara menirukan nada bicara Azell, lalu kedua lelaki berbadan kekar itu terkekeh dengan suara beratnya sebelum Bara pergi dari sana.

Tanpa memakai helm, Bara melajukan motor besarnya yang berwarna hitam; membelah jalanan yang mulai sepi karena memang sudah malam.

Dengan kecepatan yang tinggi, lelaki itu terus menancapkan gas sampai motornya berhenti di sebuah gedung tak terpakai di belakang sekolahnya. Yang di mana tempat itu menjadi tempat rahasia Bara dan teman-temannya untuk melakukan satu hal yang bikin sholatnya ngga diterima selama 40 hari.

Pintu berwarna biru tua itu Bara tendang sampai terbuka lebar membuat lima orang di dalamnya terkejut menatap Bara keheranan.

Sedangkan Bara, mengedarkan penglihatan dan pandangannya berhenti pada Saga yang sedang duduk di lantai memainkan kartu dengan tiga orang lainnya. Tentu saja Saga terkejut saat kerahnya tiba-tiba ditarik Bara sampai ia berdiri lalu pukulan kencang mendarat di rahang kanannya sampai Saga sedikit oleng karena mendapat serangan yang mendadak.

"Lo kena--"

"Gue ga nyuruh lo ngomong, bajingan!"

Bugh

Bugh

Saga tergeletak pasrah dengan sudut bibirnya yang mengeluarkan darah, mereka yang di sana hanya diam menyaksikan karena hapal betul jika Bara tidak suka ada yang mencampuri urusannya tanpa diminta. Sontak Saga  mengingat kejadian tadi siang di mana Bara mengancamnya karena ia telah membawa Azell ke rumah Rangga. Mungkin itu penyebab Bara memukulinya saat ini. Tapi apa salahnya? Saga kan cuma ingin menolong.

"Karena lo temen sebangku gue jadi gue bakal biarin lo hidup sekali lagi. Dan lo--" kini Bara menunjuk Rangga yang sedari tadi hanya memperhatikannya di pojok ruangan dengan duduk di atas meja.

"Jangan pernah temuin adek gue lagi kalo masih pengen hidup lo aman," ancam Bara pada Rangga yang kini membuang puntung rokoknya sembarangan.

"Kalo gue gamau?"

"Kenapa? Karena Azell mirip sama Adek lo?? Jangan mimpi, Ga! Lo itu halu!"

Rahang Rangga mengeras mendengar adiknya disebut-sebut. Ia bangkit menghampiri Bara dan mereka saling melemparkan tatapan tajam. Tak ada yang tau jika keduanya sama-sama memiliki rasa ingin menghabisi satu sama lain.

"Lo, jangan pernah sebut-sebut adek gue lagi, brengsek."

Bara tertawa keras, "lo itu terlalu larut sama rasa bersalah lo sampe-sampe lo deketin Azell karna lo anggep dia mirip sama adek lo. Dan lo tau, harusnya gue ngga biarin Azell ketemu sama lo-"

Ucapan Bara terhenti karena Rangga memukulnya sampai lelaki itu mundur beberapa langkah. Dengan senyuman miringnya, Bara meludahkan air liur bercampur darah ke arah samping dengan tatapan hanya tertuju pada Rangga yang sedang mengepalkan tangannya.

"Adek lo udah mati, Ga. Dan jangan pernah lagi nganggep Azell sebagai adek lo, dia sepenuhnya beda. Jangan gila!"

"Gue ga peduli. Semua tentang adek gue ada di Azell, dan lo harus terima itu, Bar. Kalo lo berniat jauhin gue sama Azell, gue sendiri yang bakal bawa Azell buat hidup sama gue, dan tentunya jauh dari lo," ujar Rangga sebelum punggungnya membentur meja dengan keras karena tendangan dari Bara yang tak main-main. Ini yang Bara benci dari Rangga, karena lelaki itu akan melakukan apapun untuk mendapatkan yang ia mau. Bara tidak masalah jika saja itu tidak bersangkutan dengan adiknya.

"LO SAKIT, RANGGA!"

Bara kembali memukul wajah Rangga, lalu diakhiri dengan menendang perutnya. Rangga hanya diam, tak mau melawan karena memang ia tidak suka berkelahi. Walaupun wajahnya penuh luka seperti sekarang, dia lebih memilih diam layaknya empat orang lainnya yang ada di sana.

"Orang sakit kayak lo ngga akan gue biarin deket-deket sama adek gue lagi."

Lalu kepergian Bara menjadi penyebab kesunyian ruangan ini. Saga dan dua temannya hendak membantu Rangga berdiri sebelum ketiganya berhenti dengan tatapan aneh karena Rangga yang tiba-tiba tertawa sangat keras.

"HAHAHAHAHAHA!"

"Beneran sakit, nih, anak."










T
B
C

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang