ribut terus

901 78 10
                                    


"Apaansih, Kak, alay!" Bara menyentak tangannya agar terlepas dari genggaman Dhito setelah mereka baru saja memasuki kamar.

Dan pandangan sengit sudah mulai Dhito keluarkan, mungkin saja hanya Azell yang akan ketakutan setengah mati jika melihatnya. Lain dengan Bara yang kini balas menatapnya.

"Apa? Gue salah lagi??" tanya Bara dengan tidak santainya.

"Pake nanya! Jangan kayak bocah, deh. Gue muak liat lo beserta tingkah lo yang makin hari ngga ada baik-baiknya."

Seperti ada yang janggal, Bara rasanya sangat tidak setuju dengan perkataan kakaknya barusan. Lidahnya ingin segera mengeluarkan pembelaan diri, namun bagai tak diberi waktu untuk bicara; bahkan saat dirinya baru hendak membuka mulut, Dhito segera mendahuluinya.

"Kali ini tolong bertingkah baik, Bar. Kedatengan Papa dan keluarganya itu mau bikin hubungan yang lebih baik juga sama kita, jadi tolonglah. Gue juga capek kalo harus marah-marah, ngomongin lo tiap hari."

Bara diam, bergeming seolah kehilangan napsu pembelaan diri yang selalu berapi-api itu.

"Ngerti yang gue omongin?"

Masih tak menjawab, kini Bara memainkan lidahnya menyelusuri pipi bagian dalamnya.

"Perlu gue pukul titid lo, lagi?" tanya Dhito dengan mata memicing, sedikit mengancam sebenarnya. Dan itu berhasil membuat Bara terkesiap, refleks memegangi celananya; seolah melindungi apa yang ada di balik sana.

Dhito sedikit tertawa. Sok jagoan, tapi kalo soal titid ngga boleh ada yang menyakiti, kata Bara.

"Iya gue ngerti. Ngga perlu lo apa-apain titid gue, ya, Kak. Gue bisa depresi karna ini aset masa depan."

"Main sama Saga bikin lo ngga beres gini, deh, gaje."

Lalu Dhito memilih pergi dari sana. Ia mulai lelah untuk menilai sesuatu yang indah.



Dan saat itu waktu cepat berlalu. Pagi menggantikan peran, rutinitas yang terlalu normal pun kembali dijalani. Yaitu sarapan, bersama.

Kali ini mereka berempat bangun dengan keadaan meja makan yang sudah penuh dengan hidangan-hidangan yang siap dimakan. Ada notes kecil yang terselip diatas tutup panci sayur sup yang bertuliskan 'mama lili sama papa niko pergi sebentar, kalian makan aja duluan. Yang akur yaaa..' begitu kira-kira isinya.

Selepas membaca itu, Dhito acuh tak acuh, segera mendudukkan Azell yang sedari tadi hanya berdiri memegangi kaosnya sambil menguap beberapa kali.

"Alay banget keluarga lo, pake notes segala. Peduli setan, gue!" Ini tentu saja cocot Bara, yang nunjuk muka Nevan dengan garpunya.

"Gue masih bisa sabar, ya, karna lo ngomongnya ngga di depan nyokap gue, kid."

"Jangan panggil gue kid, brengsek!" Bara menggebrak meja makan dengan sedikit keras. Azell yang sedang mengantuk; terkejut dengan sangat. Membuat Dhito naik darah.

"Bisa diem ngga? MAKAN!"

Bara mingkem, Nevan pun demikian. Ini masih terlalu pagi jika harus membuat Dhito ngamuk.

"K-kak--hiks..."

Mata mereka langsung tertuju pada Azell yang sekarang tengah mengusapi matanya yang entah sejak kapan sudah berair deras sambil sesenggukan. Dhito yang berada di sebelahnya segera memegang bahu anak itu agar menatapnya, memastikan keadaan.

"Azell kenapa," tanyanya sedikit khawatir, banyak bingungnya. Ngga ada angin, ngga ada hujan, tiba-tiba nangis.

Dan Dhito menghentak napasnya, merasa kesal pada dirinya sendiri yang sudah menanyakan pertanyaan yang tidak berguna seperti tadi karena sekarang tangisan Azell makin kencang. Semua panik.

Bara langsung mengambil pergerakan ingin menggendong anak itu, namun Dhito menghentikannya. Badan Azell kini sudah berada di dekapan Dhito dengan punggungnya yang diusap pelan. Sebenarnya Dhito tau, Azell itu menangis hanya karena kaget dengan gebrakan Bara beberapa menit lalu. Hal itu juga yang membuatnya kini menghela napas kek punya adek cengeng amat dikit-dikit nangeess.

"Udah, ya, makan dulu."

Azell menggeleng, mengeratkan pelukannya pada saat itu juga.

"Ngga mau makan di sini," jawabnya setelah akhirnya sesenggukan menyedihkan itu berhenti.

"Oke-oke..." Dhito meraih piring milik Azell, sembari membawa adiknya pada gendongan koala, dia berjalan menuju ruang tv.

"Jangan ada yang ngikutin gue dan ngga boleh ada keributan di sini," ucapnya kepada Bara dan Nevan sebelum dirinya benar-benar meninggalkan ruang makan.

Mengakibatkan dua anak di sana yang saling melempar tatapan tajam.

"Gara-gara lo, nih," tuding Nevan.

"Apa??!"

"Tau, ah, pala lo bau naget."


















Duar! Maap udah bikin nunggu guys...tapi selama apapun percayalah aku ga bakal ninggalin kalian ❤️♥️

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang