warm heart

4.9K 337 32
                                    

"Sekolah kamu itu selesai jam 3 sore, dan Kakak ngelarang kamu pergi-pergi diluar kegiatan itu, tau?!"

Azell hanya mengangguk, matanya berkaca-kaca lagi. Kedua kakaknya saat ini benar-benar menyeramkan. Terutama Dhito, lelaki itu benar-benar marah ketika melacak keberadaan Azell yang katanya kerja kelompok, tapi di ponselnya tertera jika adiknya ini berada di taman tengah kota yang tiap hari sabtu ada tontonan/ bazar. Berani sekali Azell berbohong padanya.

"Kenapa kamu ngga nurut?!" Dhito berteriak lagi dan isakan pilu Azell kembali menjadi melodi. Azell hanya terlalu takut, ia tidak terbiasa dengan suara Dhito yang meninggi karena memang kakak pertamanya itu selalu berbicara lembut padanya.

"Kamu yang bikin salah, kamu juga yang nangis. Bagus." Bara menimpali, dia duduk di depan Azell yang sedari tadi hanya menunduk sambil terisak-isak mencoba menghapus air matanya yang tak mau berhenti.

"A-azell...m-maaf, A-azell m-minta maaf..." Dengan sesenggukan, Azell berucap dengan sangat lirih. Setidaknya ia tidak membuat kedua kakaknya semakin marah karena ia hanya diam dan terus menangis.

Untuk malam ini, Azell benar-benar menyesal. Dia terlalu cengeng untuk dimarahi sedemikian banyak. Dan jauh dibalik rasa takutnya kini, Azell lebih banyak memikirkan keadaan Rangga. Apakah kakak kelasnya itu sudah pulang dan mendapatkan pengobatan, atau malah jangan-jangan Rangga pingsan atau, atau, dan banyak lagi kata atau yang merujuk jauh dari kata positif. Azell benar-benar harus minta maaf padanya nanti.

"Kamu bisa janji sama Kakak; ngga bakal ngulangin hal ini lagi?" Suara Dhito mulai pelan, membuat Azell mendongak lalu mengangguk dengan cepat. Ia tak ingin kehilangan kepercayaan kakaknya, itu sulit.

Mereka diam beberapa saat, hanya ada suara Azell yang menyedot ingusnya beberapa kali, sebelum suara Bara menjadi pemutus kesunyian.

"Bisa janji kalo kamu bakal jauhin Rangga setelah ini?" tanya Bara kemudian.

Dhito kembali menatap Azell, dengan serius menatap adiknya menunggu jawaban dari pertanyaan yang ingin dia tanyakan juga.

Dan Azell memilih bungkam. Tak ingin menjawab 'ya' atau 'tidak'. Rangga baik, sudah seperti sosok kakak sungguhan baginya, dan Azell sama sekali tak mempunyai alasan untuk menuruti perkataan Bara barusan.

"Jawab." Sudah dibilang, Azell enggan berbicara. Air matanya lebih banyak omong daripada lisannya.

Tak mendapat jawaban apapun, Bara mendekati adiknya lalu menarik sudut bibir Azell ke arah atas dengan kasarnya.

"Mulut kamu mau Kakak robek?" dan Azell terisak semakin keras. Bara menghempaskan nya begitu saja sampai kepalanya membentur kepala sofa yang sedang ia duduki.

"Oke, biar Kakak yang bikin Rangga ngga bisa ketemu kamu lagi, Zell." seketika Azell panik, otaknya kembali memutar kejadian beberapa menit lalu saat Rangga dipukuli dengan brutal oleh Bara.

"K-kak, j-jang--"

"Sedeket apa kamu sama dia, hah?? Sayang banget sampe panik gitu??"

"JAWAB!"

"Bara, udah." Dhito mencoba mengusap pundak Bara untuk menenangkan nya. Ia juga tidak tega melihat Azell yang ketakutan tanpa berhenti nangis.

"Kakak ngga tau brengseknya Rangga kaya apa!"

"Iya, tapi jangan pake kekerasan. Kakak ngga suka. Nanti malah kamu yang kena masala--"

"Daripada Azell yang lebih dulu kenapa-napa, mending Bara cegah dari sekarang, kak," sanggah Bara, sebagai teman lama Rangga, Bara lebih tau banyak gimana-gimananya cowo itu. Dan ia sangat benci jika adiknya dekat dengan Rangga.

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang