Sarapan ketiga Azell di rumah Rangga sudah tak menyenangkan seperti saat kali pertama ia ke tempat asing ini. Azell hanya mengaduk-aduk semangkuk serealnya dengan tak bernapsu, sembari memikirkan bagaimana cara mengatakam pada Rangga kalau dia ingin pergi dari sini.
"Zell? Dimakan, dong," tegur Rangga yang terlampau jengah melihat Azell yang selalu main-main dengan makanannya, terlebih lagi sambil ngelamun.
Padahal, Rangga sudah berusaha menyiapkan makanan yang berbeda setiap harinya berharap Azell akan suka dan tidak bosan memakannya, tidak bosan dalam segala hal dengannya. Namun nyatanya tidak.
"Azell kenyang." Sendok plastik berwarna biru itu ia letakan, bersamaan dengan helaan napas dari Rangga. Dia tau, bahkan Azell belum menelan satu suap pun sereal itu. Namun dia harus sabar karena sekali lagi; Rangga harus sebisa mungkin membuat Azell betah tinggal bersamanya.
"Azell mau apa? Nanti Kakak beliin."
Anak itu menunduk, menimang kembali. Apa mungkin ini saat yang tepat.
"A-azell mau pulang, Kak.."
"Selain itu. Bisa?"
Gelengan kepala menjadi jawaban akhir sebelum Azell mulai berkaca-kaca, air matanya mengalir begitu saja di antara kepalanya yang masih tertunduk. Senyum Rangga pudar, terlebih lagi dia menyadari jika anak di depannya ini tengah menahan isakan. Satu hal yang dia benci adalah ketika Azell menangis; hatinya juga akan berdesir melihatnya walaupun sekarang Rangga penyebab dari tangisan itu sendiri.
"Stop nangisnya dan sekarang makan, ya," tutur Rangga dengan sabar, mencoba menahan amarahnya yang tiba-tiba menanjak.
Rangga tau ini akan terjadi, dan sejujurnya dia sudah menyadari gelagat Azell dari kemarin jika anak itu ingin pulang, namun ia abai dan coba terus mengalihkan perhatiannya dengan menonton tv, tidur bersama, bercerita, dan masih banyak lagi. Momen seperti itu, apa mungkin akan Rangga rasakan lebih lama lagi? Azell, apa dia akan tinggal dengannya selama yang dia mau?
Entah.
Orang-orang terdekatnya terlampau abai, maka Rangga pun berpikir untuk mengabaikan segala hal yang terlalu penting untuk dipedulikan. Seperti bagaimana pusingnya Bara dan Dhito mencari-cari keberadaan Azell yang sekarang dia culik ini, atau bagaimana perasaan Azell dengan semua yang tidak dimengertinya?
Dan tidak ada yang tau, Rangga membutuhkan seseorang untuk terus disampinnya. Kenzi, yang paling apa-apa selalu di dekat Rangga sudah terlalu cepat umurnya usai. Hanya Azell yang Rangga mau untuk menggantikannya. Bukan orang lain.
Kembali pada Azell, sekarang anak itu masih menangis. Mencoba berkata dengan sesegukan, berharap lelaki yang duduk di seberangnya ini mau mengerti.
"A-azell c-cuma mau p-pulang...k-kak.." ucapnya sembari sesegukan, sesekali mengusap air matanya dengan punggung tangan. Tidak tau lagi harus apa, Azell hanya ingin pulang.
"Kalo kamu ngga mau berhenti nangis, Kakak pergi, ya?"
Rangga mulai mengancam, berharap Azell segera mengakhiri tangisannya, namun semua tidak selalu sesuai dengan rencana. Anak itu semakin sesegukan, terisak menyedihkan dan sampai akhirnya meraung-raung saat Rangga berjalan ke lantai atas tepat di mana letak kamar yang mereka berdua tempati. Azell tidak suka jika ia sedang menangis malah ditinggal pergi. Fak.
"K-kak D-dhito..." Azell merengek, seolah-olah jika dihadapannya kini ada Dhito yang pasti akan langsung menggendongnya jika sudah menangis kencang seperti ini.
Sekarang mungkin Azell sedikit mengerti kenapa kakaknya begitu keras melarang untuk dekat-dekat dengan Rangga. Walaupun lelaki itu tidak memperlakukannya dengan kasar, bahkan Rangga begitu baik padanya. Namun ada sisi lain dari Rangga yang membuat Azell tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY BROTHER [END]
Randomhanya sedikit cerita tentang kegilaan seorang kakak kepada adik laki-lakinya. ;Not BXB just Brothership 17+ Bijaklah dalam memilih bacaan⚠️ start: 28 Mei 2022-16 april 2024