Canda guys, saya kan baik hati.
"Dek," panggil Bara yang tanpa mengetuk pintu kamar Azell, melongokkan kepalanya mencari-cari keberadaan buntelan lemak yang imut itu.
"Dek?!" Tau sendiri, kan kalau Bara itu kesabarannya setipis tisu?
Bara mencari dikolong ranjang, di bawah meja belajar, di dalam lemari, tapi nihil. Dan otaknya mandek, satu-satunya tempat terakhir adalah kamar mandi. Dan lagi-lagi ia membuka pintu dengan tidak tenangnya. Sampai Azell yang berada di dalam sana; yang baru saja selesai memakai jubah mandinya terkejut bukan main sampai menyebutkan nama hewan berkaki dua.
"K-kak Bara----"
Bruk
Tanpa mau menunggu Azell banyak omong, Bara mendorong adiknya sampai punggung anak itu membentur tembok sebelah wastafel dengan keras.
"K-kak? K-kenapa?"
Dada Azell mulai bergemuruh, rasa takut berdatangan tanpa enggan. Bayangan-bayangan dirinya yang dipaksa telanjang pun turut memenuhi isi kepalanya. Bara dengan tatapan demikian, bukanlah hal yang baik-baik saja menurutnya. Terlebih kini, kedua sisi bahunya dipegang erat sampai ia merasakan kuku-kuku yang menancap di sana, beruntung ada jubah mandi yang melindunginya.
"Kakak minta sesuatu sama Azell," ucapnya kemudian setelah menatap adiknya penuh dengan ketajaman, anak dihadapannya kini dibuat mati. Tak berdaya walau hanya untuk mengangkat pandangannya.
"Tapi Kak...A-azell ngga--"
"Kakak minta Azell maafin Kakak sekarang juga."
Azell segera mendongak, tak percaya pada apa yang Bara katakan. Azell pikir, ia akan dimintai melakukan 'sesuatu' yang ia tidak suka. Tapi ini, ah sudahlah.
"Maaf apa? Hari ini Kakak ngga ada salah, kok," jawab Azell dengan sedikit gemetaran karena dingin cok belum ganti baju.
"Ini buat kesalahan Kakak yang dulu." Bara menggaruk kepalanya, lalu berdehem untuk menghilangkan rasa canggung karena minta maaf adalah hal yang jarang ia lakukan.
"Maaf Kakak pernah pukul Azell, marahin Azell, dan...dan, suka nyuruh-nyuruh Azell buat lakuin hal aneh. Maaf ya?"
Anak itu mengangguk saja, sedikit mengerti apa yang Bara bicarakan, tapi rasa dingin lebih mendominasi. Jika kalian tidak lupa, Azell masih menggunakan jubah mandinya. Dan bibirnya yang memerah kedinginan, air-air yang turun dari ujung rambutnya, itu semua tak lolos dari pandangan Bara. Dan itu membuat Bara tak karuan, tanpa sadar menelan air liur. Ada yang berdiri tegak tapi bukan keadilan.
"Kayaknya Azell harus cepet-cepet pake baju, deh," ucap Bara pada akhirnya.
Untuk kesekian kali, Azell mengangguk patuh. Bara mengangkat tangan kirinya untuk ia letakkan di lengan atas Azell dan mengelusnya sebelum anak itu pergi.
Dan tepat setelah Azell tak terlihat di dalam pandang, helaan napas datang dengan derasnya seolah memberitahu kelegaan. Jantung Bara berdetak lebih kencang, celananya seolah semakin ketat di bagian tertentu, tubuhnya seolah menegang, ada sesuatu yang harus ia selesaikan sepertinya.
Maka ia akhiri dengan menggaruk kepalanya dengan frustasi, "Sial, coli lagi, deh, gue pagi-pagi!"
.
.
."Azell wangi banget, sih, kayak bayi," seruan Nevan terdengar nyaring saat semerbak bau minyak telon bertebaran di ruang tamu setelah sebongkah lemak lucu bernama Azell itu menghampiri.
"Ih tapi kan Azell bukan bayi, Kak." Dan senyum manisnya kini digantikan oleh bibir manyun dan alis menyatu.
Nevan malah gemas, dicubitnya pipi kanan Azell sambil digoyang-goyang.
"Azell tambah lucu banget, tau, kalo cemberut gitu. Bikin gemes."
"Alay goblok." Bara yang kebetulan lewat langsung menyahuti dengan wajah sinis yang ditujukan pada Nevan, lalu tanpa berdosa duduk di sopa seberang mereka. Sesekali ia meneguk kopi yang sedari tadi ia bawa dalam cangkir putih bertuliskan 'mama lemon'
"Iri kok bilang," sahut Nevan membalas tatapan Bara dengan tak kalah sinis.
Azell cuma melongo, tubuhnya mulai merinding merasakan atmosfer ruangan yang terasa beda. Ia mulai kesulitan untuk menilai sesuatu yang indah.
"Di sini tuh yang iri lo, ya, kid. Azell Adek gue, dan lo pengen punya? Mana boleh."
"Apaan anjing panggil-panggil gue kid!"
"Eh gue lebih tua dari lo ya, sopan!"
Azell memejamkan mata selama lima detik, setidaknya itu bisa menghilangkan rasa peningnya karena sedari tadi bergantian menatap Bara dan Nevan yang ia tak tau meteka sedang mendebatkan apa karena ngomong ya bisik-bisik tapi mukanya doang yang nyolot.
"Kak, itu ada Papa."
Mereka berdua yang tadinya udah mulai berdiri mengambil kuda-kuda, sama-sama menoleh di mana Azell menunjuk Nikolas yang bersedekap menatap mereka dari jarak satu meter.
"Apa? Mau berantem?"
"Ngga, Pa, ini lagi---"
"Iya, kenapa?? Mau gabung??" Bara menyerobot ucapan Nevan dengan sigap.
Sedang Nikolas hanya bisa bergeleng kepala, "Terserah kalian, asal jangan di depan Azell. Ngerti?"
"Apaan, sih, lagi-lagi gue enek banget," jawab Bara yang langsung membuat Nevan melotot tidak percaya kalau kesopanan Bara setipis itu.
"Lo lagi ngomong sama orang tua, ya, Bar!" Ucapan Nevan membuat Bara segera menoleh ke arahnya.
"Produk berhasil, nih, bapak sama anak sama-sama bikin gue enek----"
"BARA!"
Suara Dhito terdengar nyaring, namun anehnya hanya Azell yang terkejut di sini. Lelaki itu menuruni tangga dengan tergesa, menghampiri Bara dan menghujaninya dengan tatapan mematikan. Pasalnya, ia paling tidak bisa melihat Bara yang tengil begini, bertindak semaunya tanpa menghormati siapapun yang ia ajak bicara. Sungguh, Dhito sangatlah membenci anak-anak nakal.
"Salah lagi, nih?"
Tanpa mengindahkan perkataan tak berguna Bara, Dhito lebih memilih untuk meraih tangan anak itu untuk menariknya keras pergi dari sana.
"Sini!"
"Jangan dipukul lagi, Kak, titid gue masih blom sembuh, beneran." Kalimat itu menjadi penutup sebelum pintu kamar dibungkam dengan kasar.
Sekarang kita doakan anak durhaka itu selamat ya guys.
Sorry y pendek dulu, lagi sibuk nih.
Masih pada nungguin ga?
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY BROTHER [END]
Randomhanya sedikit cerita tentang kegilaan seorang kakak kepada adik laki-lakinya. ;Not BXB just Brothership 17+ Bijaklah dalam memilih bacaan⚠️ start: 28 Mei 2022-16 april 2024