Boom!

1.7K 160 39
                                    

Ready?




























Setelah berbincang sedikit dan mengobati mimisan Rangga sampai Azell terbangun, akhirnya Bara memilih pulang. Dia menurunkan Azell dari motornya, anak itu kelihatan masih sangat mengantuk, terbukti saat beberapa kali Bara melihat adiknya itu menguap lalu mengucek matanya sebelum ia hentikan.

Tangan mungil itu kini beralih berada di genggaman Bara. Mereka masuk ke dalam rumah, dapat dilihat jika Dhito yang semula sedang duduk di ruang tamu langsung saja berdiri setelah melihat kedatangan mereka. Namun anehnya, tatapan Dhito seperti sedang marah.

"Azell, masuk," perintahnya pada Azell. Terdengar mutlak dan tak mau dibantah. Bara sampai menaikkan sebelah alisnya karena bingung dengan sikap kakaknya ini, biasanya kan lemah lembut bukan begini dinginnya.

"T-tapi Kak, Azell laper." Azell mendongak, menatap Dhito dengan memelas. Perutnya sangat berisik, mana ngantuk pula.

Namun entah kenapa kali ini Dhito terlihat tidak perduli. Lelaki itu segera menarik tangan Azell agar terlepas dari genggaman Bara dengan sedikit keras.

"Masuk ke kamar. Sekarang," perintah Dhito sekali lagi.

Melihat tatapan yang sedikit berbeda dari kakaknya, Azell lantas segera berjalan menuju kamarnya. Tak mau dimarahi, dan juga dirinya mengantuk, lebih baik tidur kan.

Setelah kepergian Azell, sempat hening sejenak sampai suara tamparan mengalun begitu kerasnya. Badan Bara sampai oleng karena tak siap menerima serangan tiba-tiba. Dia memegangi pipi kanannya yang terasa panas sambil menatap Dhito penuh dengan tanya. Sedangkan Dhito sendiri terlihat sedang mengatur emosinya, tangan yang tadi digunakan untuk menampar Bara, terkepal dan sedikit bergetar.

Tak ada lagi tatapan teduh miliknya, senyum yang tak pernah hilang itu kini digantikan raut marah, benci, dan semua yang terlalu baik jika hanya disimpan saja.

"Lo kenapa, Kak?" tanya Bara.

"Lo apain Azell selama ini, hah?!!"

Kedua alis Bara sukses menyatu. "Apa---"

"Diem!"

Dhito mengambil satu laptop diatas sofa yang tadi ia duduki, diangkatnya ke udara tinggi-tinggi seolah menunjukkan pada Bara apa yang membuatnya marah sekarang.

"Semua video di sini udah gue liat. Dan lo---" Dhito menurunkan tangannya kembali, dia tidak bisa berkata-kata, tidak tau mau bicara segimana lagi. "Lo sakit, Bar."

Awalnya dia tak sengaja melihat laptop Bara tergeletak di meja makan, karena iseng dia coba melihat-lihat isinya sampai beberapa video Azell dia temukan. Video yang sangat tak pantas, tak pantas sekali jika pelakunya adalah kakak kandung Azell sendiri. Azell dipaksa telanjang, memakai pakaian minim wanita, terikat, menangis dan itu semua dijadikan tontonan paling indah untuk onani. Lagi, pelakunya adalah Bara, saudaranya sendiri.

Hati Dhito sakit melihat Azell diperlakukan sedemikian hinanya. Marah juga benci menjadi satu. Ingin rasanya melaporkan pada pihak berwajib, tapi itu sama saja ia menghancurkan masa depan Bara dan membiarkan adiknya itu hidup dibalik jeruji besi.

Dhito bingung, tak tau harus apa. Bara juga adik kandungnya, tapi apakah bisa jika Dhito tetap membiarkan Azell hidup seatap bersama orang yang bahkan melecehkannya. Itu terlalu sulit.

"K-kak gue--"

"GUE BILANG DIEM!"

Dhito mendorong Bara sampai punggung anak itu menabrak meja dengan keras sampai mejanya bergeser dan benda-benda yang berada diatasnya ikut berjatuhan.

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang