stranger

2.5K 215 11
                                    

Bel pulang sekolah sudah bunyi sepuluh menit lalu, dimana orang normal memilih langsung pulang ke rumah untuk rebahan. Itu orang normal, lain cerita kalau dengan Bara. Lelaki itu, terus mengawasi Rangga yang duduk di bangku depan nya tanpa mengalihkan pandangannya sekalipun. Sudah dibilang; Bara tak akan membiarkan dia menemui Azell lagi.

"Sob, gue cabut duluan disuruh jagain Adek di rumah soalnya," pamit Saga menepuk bahu Bara dan Rangga bergantian sebelum melangkah keluar dari kelas yang hanya tersisa mereka bertiga.

Rangga mengambil ancang-ancang untuk berlari keluar juga, tapi Bara lebih dulu menarik bahunya untuk kembali duduk.

"Daripada lo nyamperin Adek gue, mending kita ngebokep." Bara duduk di sebelah Rangga yang hanya bisa menghela napas pasrah, lagi-lagi dia gagal menemui Azell.

Tapi setelah Bara mengeluarkan laptopnya, menyuguhkan beberapa file video porno dari sana, Rangga tidak bisa untuk menolak.

"Tumben lo sok asik sama gue," ujarnya lalu. Karena memang Bara sudah tidak  akrab atau sesepele nonton bareng sama dia dalam waktu lama ini, nongkrong pun diem-dieman doang.

Yang hanya dibalas acuh tak acuh oleh Bara, lelaki itu lebih memilih berjalan ke arah pintu, mengecek keadaan luar kelasnya untuk memastikan tidak ada siapapun yang bakal masuk. Sedangkan Rangga, mula mencari-cari video mana yang kiranya paling mantap untuk ditonton. Namun matanya dibuat menyipit, hingga kepalanya dimajukan beberapa centi untuk memastikan bahwa yang dia lihat tidak benar.

Satu, bahkan ada sekitar lima video dengan thumbnail Azell yang hanya memakai celana dalam cukup membuatnya menegang. Terkejut bukan main, lalu segera memutar salah satu videonya.

"I-ini Azell..."  Rangga menutup mulutnya saking terkejutnya, kemudian emosinya memuncak. Dilihat dari video itu, jelas sekali jika Azell dipaksa. Dan Rangga sudah bisa langsung menduga jika itu adalah ulah Bara.

Dengan kerasnya ia tutup laptop mengenaskan itu, menghampiri Bara yang sedang mengunci pintu kelasnya untuk ia tarik kerah seragam nya.

"BRENGSEK!"

Pukulan amat keras Bara terima di pipi kanannya, tubuhnya limbung, belum sempat dia berdiri tegak, Rangga sudah kembali memukulnya sampai jatuh dan membuat sudut bibirnya berdarah.

"Lo kenap---"

"LO EMANG COWO BRENGSEK!"

Rangga hendak memukul wajah Bara lagi sebelum lelaki di bawahnya itu segera bangkit dan menatapnya nyalang.  Bara yang tentu tidak tau apa-apa dibuat bingung sekaligus kesal saat dipukuli tanpa sebab seperti ini.

"Maksud lo apa anjing!"

Napas Rangga memburu, emosinya benar-benar memuncak, hatinya sangat berdenyut sakit melihat bagaimana Azell menangis dengan tatapan memohonnya yang tidak dipedulikan Bara. Rasanya Rangga ingin sekali cepat-cepat membawa Azell pergi dari kakak brengseknya itu. Mana ada, sih, seorang kakak perlakuin adeknya sendiri layaknya bukan manusia.

"Lo bajingan, Bar! Lo brengsek!"

"Apa--"

"Lo manfaatin Azell buat pemuas napsu lo! Lo bener-bener bejad!" Rangga menunjuk wajah Bara dengan kesalnya.

Lelaki itu hanya tertawa kecil sembari mengusap darah di sudut bibir. Bodohnya dia ngasih laptop gitu aja ke Rangga dan membiarkan semua kelakuan brengseknya terungkap. Tapi sekeras apapun Bara menyembunyikan, semua orang akan tau pada akhirnya. Tak terkecuali Dhito, mungkin Kakak pertamanya itu akan membunuhnya jika tau semua ini. Terlebih, Bara melakukannya bukan hanya sekali.

"Gue tau lo ngerasain hal yang sama tiap liat Azell, Ga." Bara berjalan santai, meletakkan tangannya di pundak Rangga. "Jangan munafik." Katanya lalu.

Rangga yang mendengar itu lantas segera menepis tangan Bara, raut wajahnya bahkan sangat menunjukkan betapa marahnya dia saat ini. Harus diakui memang Azell sangat menggoda, melebihi wanita bahkan. Tapi tak pernah terbesit sekalipun di benak Rangga untuk melakukan hal kotor seperti yang Bara lakukan. Karena demi apapun, Rangga benar-benar tulus menyayangi Azell layaknya adiknya sendiri. Bukan karena terobsesi.

"Jangan samain gue sama lo! Bumi dan langit jelas beda, Bar." Rangga mencengkram kerah seragam Bara sebelum melanjutkan perkataannya.

"Lo camkan ini baik-baik; gue bakal secepatnya bawa Azell pergi. Karena gue lebih pantes jadi Kakaknya daripada lo! Bajingan."

Wajah Bara berubah datar dalam sekejap, menatap Rangga dengan penuh amarah. Secepat itu juga ia mencekik leher Rangga sambil mendorongnya sampai menabrak tembok. Napas Rangga mulai putus-putus, tenaga Bara tak main main kuatnya, seolah-olah dirinya benar-benar akan membuat Rangga mati.

Bara tak menyangkal jika perbuatannya begitu bejad, namun dia tetap menyayangi Azell. Tak mau sampai adiknya itu jatuh ke tangan orang lain, walau jika bersamanya, Azell merasa takut dan tidak nyaman, itu lebih baik daripada membiarkan adiknya jauh dari pandang matanya. Azell segalanya bagi Bara, Bara akan selalu membutuhkannya. Tapi kadang dia tidak tau cara menunjukkan rasa sayangnya dengan benar.

"L-lepas!"

"Engga sebelum lo tarik ucapan lo barusan."

Tatapan Bara saat ini sungguh menyeramkan. Bahkan saat kedua tangannya dicakar, di cengkram Rangga yang mencoba membebaskan diri, itu tak membuat Bara kesakitan. Anak itu semakin menguatkan tangannya hingga wajah Rangga memerah, kepalanya mulai pening.

.
.
.

Azell mengayunkan kakinya untuk menghilangkan rasa bosan. Sudah dua puluh menit dia menunggu Dhito, namun kakaknya itu tak kunjung datang. Ia mengecek HP untuk melihat jam, lalu meletakkannya di dalam tas dalam kondisi silent.

Langit mulai menguning, Azell takut jika sampai malam Dhito tak juga menjemputnya, lalu ia pulang dengan siapa? Bara pun belum terlihat dari tadi, bahkan sekolah sudah sangat sepi, tersisa beberapa yang masih ada kepentingan seperti eskul dan semacamnya.

Kedatangan mobil berwarna merah di depannya mengalihkan perhatian Azell. Seorang lelaki tampan dengan rambut merah darah keluar dari sana, kira-kira tingginya sama dengan Dhito, namun itu jelas bukan Dhito.

Lelaki itu menatap ponselnya lalu menatap Azell seperti memastikan sesuatu, dia mengangguk, dengan pasti menghampiri Azell yang mulai waspada karena memang kakaknya selalu mengajarinya untuk berhati-hati dengan orang asing.

"Kamu Azell, kan?" Tanyanya yang membungkukkan badan untuk menyesuaikan tingginya dengan Azell. Anak itu mengangguk kaku. Lelaki asing itu tersenyum sangat tampan, menampilkan lubang cacat di kedua pipinya. Azell terpesona, lantas tanpa sadar menyentuh lesung pipi itu dengan jari telunjuknya yang kecil.

"Pipi Kakak ada lubangnya. Kakak jadi tampan. Eh--m-maaf," ujar Azell saat menyadari perbuatannya. Anak itu segera menjauhkan tangannya lalu menunduk sebelum dagunya disentuh oleh lelaki di hadapannya ini.


"Nah, Azell, ikut Kakak sebentar, mau?"














































BRAK















"BARA ADEK LO DICULIK!"





























Guys...sy udah mulai mau kerja, mungkin nanti update nya ga secepat ini. Sabar ya? Beri sy semangat.

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang