wisata masa lalu

2.4K 202 4
                                    






Rangga, malam ini sudah siap dengan jaket hitam, celana hitam, dan menenteng helm full face nya. Tentu saja mau balapan liar. Tapi adiknya terus saja membuntuti sampai depan pintu dengan menariki ujung jaketnya.

Sampai akhirnya memilih menghela napas panjang, sedikit membungkuk untuk memegang kedua sisi bahu adik lelakinya.

"Kenzi boleh ikut tapi jangan bilang Mama kalo Kakak habis balapan, deal?"

Anak berumur lima belas tahun itu sontak menatap yang lebih tinggi dengan tatapan berbinar, lalu menganggukkan kepalanya sampai rambut tungkai apelnya ikut bergoyang. Menurutnya, apapun akan ia lakukan asalkan bisa pergi sama Rangga kemanapun. Kedua orangtuanya sibuk bekerja sana-sini, Kenzi cuma punya Rangga di rumah, jadi lebih baik ia mengikuti kakaknya daripada sendirian di rumah megah yang sepi itu.

Kenzi tak bisa melunturkan senyumannya bahkan saat Rangga menurunkannya dari atas motor. Tangannya digenggam, lalu digiring untuk duduk di sebuah kursi panjang dekat dengan pagar pembatas area balap.

Rangga mengusak rambut Kenzi, lalu mencium keningnya, "kamu tunggu di sini, ngga boleh kemana-mana pokoknya. Nanti Kakak beliin Boba buat Kenzi kalo Kenzi jadi anak baik hari ini. Mau?"

"Mau, Kak! Nanti sekalian beli tas baru,ya, kan sebentar lagi Kenzi mau sekolah kayak di tempat Kak Rangga," ucapnya girang. Oh, iya, Rangga hampir aja lupa kalau adiknya ini baru mau masuk SMA, dan senangnya lagi dia bisa satu sekolah dengan Kenzi. Dia jadi lebih bisa melindungi adiknya.

Mata bulat Kenzi berkedip lucu saat mendapati kakaknya hanya diam dan melamun.

"Kak..."

"E-eh iya, Ken. Yaudah Kakak ke sana dulu, ya."

Kenzi melambaikan tangannya saat Rangga berjalan ke area jalan yang ditengah-tengah sudah berdiri satu wanita cantik dengan membawa kain yang ditahan di udara. Sebenarnya Kenzi belum terlalu mengerti tempat apa ini, dan apa yang kakaknya lakukan di depan sana. Yang dia tau, cuma balapan pake mobil-mobilan gitu sama yang kayak dia mainin waktu SD.

Dan sebenarnya juga, ia tidak terlalu suka dengan tempat ini. Minim cahaya, ramai, berdesakkan, tubuhnya yang kecil ini tertutupi orang-orang berbadan besar yang berdiri di depannya. Padahal sudah jelas Kenzi sedang duduk, malah pada berdiri di depannya, ya nggak kelihatan apa-apa dong.






"Lawan gue siapa, nih?"

"Gue dong, yang pasti bakal kalahin lo malem ini," jawab seseorang bernama Aska yang menepuk bahu Rangga dari atas motornya.

"Tumben lo. Kabur lagi, kan? Kemana tuh bodyguard lo?" Rangga terkekeh, karena memang, Aska ini jangankan untuk pergi balapan, keluar rumah aja hanya untuk sekolah. Selain itu, Papanya sudah mengerahkan beberapa bodyguard untuk mengawasi anak itu agar tidak kemana-mana. Bukan tanpa alasan, Papa Aska ini seorang Mafia yang sudah pasti musuhnya dimana-mana, dia hanya tidak ingin anaknya dicelakai.

Lalu datanglah Bara dan Saga, yang juga terkejut dengan kehadiran Aska.

"Apa kabar Tuan Muda Aska?" Saga mulai bertanya dengan nada mengejek kan, di susul tawa dari kedua temannya.

"Bacot. Udah buruan, gue ngga punya waktu--"

"Iya lah, pasti sekarang ini para suruhan bokap lo udah menuju ke sini, iya ga?" Bara melirik Saga dan Rangga, mereka mengangguk, kembali terkekeh. Tak ingat jika wajah Aska sudah sangat kesal.

"Yoi."

"Udah buru!"

Dan mereka kembali pada mode serius. Mereka berempat menutup kaca helmnya, siap-siap pasang kopling sampai kenalpotnya berasap. Lalu saat perempuan di depan sudah menghempaskan kain di tangannya, barulah mereka melajukan motor masing-masing dengan kecepatan penuh. Beberapa kali juga mereka bertukar pandang sebelum saling menyalip satu sama lain.

CRAZY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang