[26] Threat

2.3K 226 15
                                    

Keesokan paginya keempat gadis Kim sedang berada diruang makan untuk sarapan.

Tidak ada suara dari ketiga manusia disana, kecuali Rosé yang tidak tahu tentang kejadian semalam.

Sebenarnya luka di wajah Jisoo masih ada, namun dirinya sebaik mungkin menutupi itu dengan make up.

"Ada apa dengan wajah lesu kalian? Apa kalian butuh liburan? Aku bisa membolos kuliah jika kalian ingin."
Rosé berkata dengan antusias namun diruntuhkan oleh kalimat Jisoo.

"Jangan sekali-kali kau berniat untuk membolos. Segera selesaikan pendidikanmu supaya bisa segera membantuku memegang perusahaan!"

Rosé hanya bisa menghembuskan nafas dan menatap Lalice dan Jennie.
Dia tahu jika ada yang tidak beres dengan keluarganya itu. Tidak biasanya mereka saling mendiami seperti itu.

"Apa terjadi sesuatu?" Batin Rosé namun tidak berniat untuk bertanya karena sepertinya waktunya kurang tepat.

"Bolehkah aku berangkat ke kantor bersamamu unnie?" Ucap Lalice sedikit takut menatap ekspresi dingin Jisoo.

"Tidak, kau bisa berangkat sendiri. Lagipula aku harus mampir ke suatu tempat untuk sebuah urusan penting." Ucap Jisoo menatap sekilas Lalice.

Jennie yang tidak terima dengan jawaban kakaknya yang terkesan dingin pada Lalice lantas menggebrak meja makan.

Brakkkk.

"Aku selesai! Lisa-ya jika kau ingin ke kantor aku bisa mengantarmu. Aku juga ingin pergi hari ini."

"Kau tidak perlu ke kantor, pulihkan dulu badanmu itu. Jika kau sakit hanya akan menambah pekerjaanku saja." Lagi dan lagi Jisoo tidak bisa berkata dengan manis pagi ini dan itu membuat emosi Jennie meledak.

"Tentu saja aku tidak akan ke kantor hari ini! Kau tidak perlu khawatir lagipula aku sudah sembuh! Lisa-ya aku tunggu di mobil, jika sudah selesai segera menyusulku, arra?"

Jennie segera pergi meninggalkan ketiga saudarinya karena tidak ingin berdebat lagi dengan kakaknya itu. Entah mengapa sejak semalam Jisoo membuatnya emosi.

"Aku selesai. Unnie sampai jumpa di kantor nanti." Ucap Lalice sambil tersenyum kearah Jisoo dan Rosé, namun hanya Rosé yang membalas Lalice.

"Hati-hati dijalan Lisa-ya, jika kau perlu sesuatu jangan sungkan untuk menghubungiku."

Setelah berpamitan Lalice segera pergi menyusul Jennie.

Hanya tersisa Jisoo dan Rosé diruangan makan. Berbeda dengan Jennie yang mudah terpancing emosi, Rosé lebih tahu jika Jisoo sedang memiliki masalah walaupun dia juga tidak tahu masalah apa yang kakaknya hadapi.

Terlihat dari wajah kakaknya yang seperti menahan air mata. Dan tidak biasanya Jisoo memperlihatkan keadaan dirinya yang seperti itu.

Kalian juga pasti tahu jika Jisoo adalah gadis yang kuat dan tidak pernah menangis. Dia juga pandai menyimpan masalahnya sendiri. Termasuk sekarang, apakah dia juga sedang menyembunyikan sesuatu?

"Unnie gwenchana?" Rosé mendekati kakaknya yang menunduk.

Jisoo menghela nafas lalu menatap wajah adiknya sambil mengangguk, tanda jika dirinya baik-baik saja.

"Berangkatlah Chaeng, kau bisa terlambat nanti. Jaga dirimu baik-baik karena unnie tidak bisa selalu menjagamu."

Perkataan Jisoo kali ini membuat Rosé semakin yakin jika kakaknya itu sedang memiliki masalah yang berat.

"Unnie, aku tahu kau pasti memiliki masalah yang cukup berat. Tapi ingatlah disini masih ada aku, Jennie unnie dan Lisa yang selalu siap untuk kau bagi keluh kesahmu."
Rosé mengusap bahu kakaknya.

"Jangan jadikan kita pelampiasan namun jadikanlah kita tempat untuk berbagi segala suka maupun duka mu. Kita adalah keluarga yang harus saling melengkapi. Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami dan luka mu adalah luka kami juga. Jangan terluka sendirian karena itu menyakitkan."

Entah mengapa Jisoo tidak tahan dan mengeluarkan air mata nya.

"Mianhae." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Jisoo dan Rosé segera memeluk kakaknya.
































Diperjalanan menuju kantor Lalice diam termenung sambil memainkan jari tangannya.

"Apa kau masih memikirkan Jisoo unnie?"
Lalice menoleh ketika Jennie bertanya padanya.

"Unnie apa kau marah dengan Jisoo unnie?" Bukannya menjawab dia malah bertanya kepada Jennie.

"Tidak, aku hanya kesal karena sikapnya." Ucap Jennie singkat.

"Bukankah tidak biasanya Jisoo unnie seperti itu? Apa terjadi sesuatu di kantor kemarin yang membuatnya emosional belakangan ini?" Lalice bertanya-tanya apa yang terjadi karena dirinya benar-benar tidak tahu.

"Tidak mungkin. Jisoo unnie bukan tipe orang yang suka emosi dengan masalah kantor dan melampiaskan nya dirumah." Ucap Jennie sambil terus fokus menyetir.

Lalice hanya mengangguk tanda mengerti. Namun dirinya yakin jika ada yang tidak beres dengan Jisoo. Terlebih dia yang belum berbicara face to face setelah terungkap identitas dirinya yang sebenarnya.

"Apa Jisoo unnie tidak suka dengan kehadiranku?" Batin Lalice terus mencari jawaban atas perubahan sikap Jisoo yang mendadak.














Tak terasa mobil Jennie sudah memasuki halaman Kim Company. Lalice segera bersiap untuk turun.

"Gomawo unnie, setelah ini unnie akan kemana?" Tanya Lalice.

"Aku akan menemui Kai, tadi pagi dia menghubungiku." Jennie tersenyum bahagia.

Mau bagaimanapun Jennie tetap mencintai Kai, walaupun mereka sering bertengkar dan bahkan kemarin kekasihnya itu tidak menjenguk dirinya ketika dirawat.

"Aigoo unnieku sangat bucin, salam untuk kakak ipar. Jangan lupa menghubungiku jika sudah sampai dan hati-hati dijalan. Selamat bersenang-senang."
Ucap Lalice dengan senyum nakalnya membuat Jennie memukulnya.

Walaupun Lalice tidak mengenal Kai, dia tetap merestui hubungan laki-laki itu dengan kakaknya. Dia bahagia jika melihat unnie nya bahagia.
"Becanda kakak, yasudah aku bekerja dulu ya. Sampai jumpa nanti malam."

Jennie mengecup pipi adiknya dan dibalas oleh Lalice. Mereka berpelukan sejenak dan setelah itu Lalice keluar dari mobil Jennie.














































Dipinggir sungai Han, Jisoo sedang duduk termenung sendirian.

Berbeda dengan ucapannya tadi pagi yang katanya memiliki urusan sebelum ke kantor, dirinya malah memarkirkan mobilnya di pinggir sungai Han.

Tak banyak orang disana karena saat ini adalah jam kerja. Hal itu cukup menguntungkan baginya karena tak ada orang yang mengenalinya.

Pemandangan sungai Han saat ini sangat indah. Siapapun yang melihatnya pasti akan sangat bahagia.

Berbeda dengan Jisoo yang sepertinya tidak sedang menikmati keindahan sungai Han. Dirinya sedang memikirkan sesuatu yang terjadi semalam.

Sebuah kejadian yang sepertinya akan menimbulkan masalah besar. Dan hanya Jisoo yang tahu.

Dia terus mengingat setiap kata dari seseorang yang menghentikan jalan nya semalam.

"Kebahagiaan keluargamu adalah kehancuran keluargamu sendiri. Ikuti kata-kataku atau nyawa ketiga adikmu dalam bahaya terutama Lisa."

Jisoo menangis mengingat ancaman yang dia terima semalam.







"Apa yang harus kulakukan? Tidak bisakah keluargaku bahagia walau sebentar saja?"





~to be continue~


Yogyakarta, 6 Juni 2022
================================
Annyeong, up lagi walaupun pendek bgd ygy, mianhae🙏🏻

You'll Never Know Unless You Walk in My ShoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang