24 | Menjaga Lisan

1.2K 121 4
                                        

Setelah perempuan itu selesai ditangani oleh pihak kepolisian. Tika segera mendekat bersama Manda dan Dokter Lili ke arah Yvanna yang saat itu mengambil alih tugas menjaga keempat pria yang ikut dengan mereka.

"Hei, kamu enggak apa-apa 'kan? Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Tika sambil memeriksa seluruh tubuh Yvanna dengan teliti.

"Aku baik-baik saja, Kak. Tidak ada yang terluka sama sekali. Hanya saja, sepertinya kakiku sedikit terkilir. Karena tadi aku sempat terus menerus menghindari serangan dari perempuan itu," jawab Yvanna dengan jujur.

"Tapi Kakak bisa jalan, 'kan? Kalau enggak bisa, sebaiknya Kakak ikut saja di ambulans bersama para Polisi," saran Lili.

"Bisa kok, enggak separah itu juga terkilirnya. Paling nanti setelah diurut sama Kak Tika dan dikompres pakai air hangat akan segera sembuh. Ya, saat ini aku agak sedikit butuh dipapah sih untuk bisa sampai ke mobil," balas Yvanna.

"Sini, biar aku dan Aris yang memapah kamu sampai ke mobil," ujar Jojo yang langsung meraih lengan kanan Yvanna untuk ia letakkan di lehernya.

Aris pun melakukan hal yang sama seperti yang Jojo lakukan, membuat yang lainnya kini memberikan jalan bagi mereka bertiga agar bisa sampai lebih dulu ke tempat mobil diparkirkan. Zian membukakan pintu agar Yvanna bisa masuk lebih dulu dan duduk dengan nyaman. Yvanna kini ditempatkan di kursi depan, untuk menghindari kakinya yang terkilir agar tidak terjepit. Semua kembali ke posisi semula, hanya Tika saja yang akhirnya pindah ke belakang menggantikan Yvanna. Zian kembali menyetir, mobil itu pun kini mulai melaju meninggalkan tempat yang menjadi saksi berakhirnya ritual tumbal musuh.

Dalam perjalanan itu, Yvanna lebih banyak diam daripada sebelumnya. Sekujur tubuhnya terasa sakit akibat lelah, usai dirinya mengeluarkan kekuatan secara terus menerus serta menghadapi pertarungan dengan perempuan itu. Ia hanya terus saja berdzikir tanpa henti sambil menutup kedua matanya. Jojo dan Aris beberapa kali mencoba memastikan bahwa Yvanna tengah berada pada posisi yang nyaman. Hal itu membuat Ben juga sesekali ikut memeriksanya.

"Sudah biarkan saja. Yvanna memang selalu berdiam diri begitu jika sudah menyelesaikan pekerjaannya. Kalian duduk saja yang tenang sambil berdoa agar kita selamat sampai di rumah," saran Tika.

"Kami khawatir dia kenapa-napa, Kak," ujar Jojo sambil menatap Tika yang ada di belakang.

"Dia sudah bilang baik-baik saja, itu tandanya dia memang baik-baik saja," jelas Tika.

"Tapi 'kan kita tidak tahu yang sebenarnya. Siapa tahu Yvanna bohong soal kondisinya saat ini," ujar Ben.

"Kak Ben jangan sembarangan bicara. Kak Yvanna itu tidak pernah berbohong dan tidak pernah bisa berbohong. Jika dia berbohong, semua orang akan tahu mengenai kebohongannya dengan sangat jelas," tegur Lili.

Ben pun terdiam. Ia sadar bahwa saat itu dirinya telah salah bicara mengenai Yvanna.

"Maaf ya Kak Ben, aku mau bicara blak-blakan sama Kakak sekarang," Manda tetap mengutamakan adabnya terhadap yang lebih tua.

Ben pun menoleh dan menatap ke arah wanita itu.

"Jika Kak Ben tidak tahu apa-apa mengenai Kak Yvanna, jika Kak Ben tidak mengenal sifat Kak Yvanna, tolong sebaiknya Kak Ben diam saja dan tidak perlu mengatakan hal-hal yang buruk seperti barusan. Kak Yvanna mungkin tidak akan marah atau sakit hati saat mendengarnya, karena Kak Yvanna adalah orang yang paling bisa menjaga emosinya meskipun memiliki sifat keras di antara kami. Tapi di sini, dalam hal ini, bukan hanya Kak Yvanna yang harus Kakak pikirkan perasaannya. Kami juga bisa marah dan sakit hati atas kata-kata Kakak terhadap Kak Yvanna. Kami ini saudarinya dan kami tidak suka jika Kak Yvanna diperlakukan dengan sangat buruk oleh orang lain. Aku harap Kak Ben paham akan hal itu," tegas Manda.

Keadaan mendadak hening. Manda tak bisa sama sekali menyembunyikan perasaan marahnya terhadap Ben pada saat itu, hingga membuatnya langsung mengeluarkan semua isi hatinya secara terbuka.

"Istighfar, Manda," titah Yvanna dengan suara cukup lantang.

Hal itu membuat Manda yang sedang marah pun langsung menundukkan kepalanya dan beristighfar.

"Kalau kamu sudah beristighfar, cepat minta maaf pada Kak Ben," lanjut Yvanna yang masih menutup kedua matanya di kursi depan.

Zian sesekali melirik ke arah Yvanna untuk memastikan apakah wanita itu juga sedang marah atau tidak. Nyatanya yang Zian lihat saat itu ekspresi Yvanna tampak tenang-tenang saja dan tidak ada perubahan sama sekali kecuali pada nada suaranya ketika menegur Manda.

"Maafkan aku, Kak Ben. Aku emosi barusan dan terlalu keras mengungkapkan kemarahanku pada Kakak," tutur Manda sambil menatap Ben dengan ekspresinya penuh sesal.

Ben pun menganggukkan kepalanya.

"Iya, maafkan aku juga yang sudah sangat keterlaluan hingga menyebut Yvanna berbohong," balas Ben, merasa tidak enak.

Setelah Ben kembali menatap ke arah depan, Yvanna pun mengubah posisi duduknya meski masih menutup kedua matanya.

"Sudah berapa kali kuberitahu padamu Manda, jangan pernah kamu menggurui, memarahi, ataupun mengungkapkan emosimu pada orang yang tidak benar-benar mengenal keluarga kita. Orang yang tidak mengenal keluarga kita tidak mengenal sifat-sifat kita, tidak mengenal bagaimana kehidupan kita sehari-hari, memiliki hak untuk menduga-duga atas apa yang ada di dalam diri kita. Kita tidak bisa mencegah hal itu meskipun ingin. Kita tidak bisa mengatur isi hati, isi pikiran, dan juga lisan orang lain. Jika memang kamu tahu bahwa aku tidak berbohong dan Kak Ben salah mengenai apa yang dipikirkannya, kamu hanya perlu diam dan biarkan Kak Ben mencari tahu sendiri apakah aku berbohong atau tidak. Dengan kamu meluapkan kemarahanmu padanya, posisimu yang awalnya benar karena berusaha membelaku akan menjadi salah setelah luapan kemarahan itu terjadi. Kamu akan diberi cap sebagai wanita yang memiliki sifat emosional, dan itu bukan cap yang bagus untuk diri seorang wanita. Ingat, musuh terbesar di dalam hidup ini adalah diri kita sendiri. Tidak perlu mengoreksi kesalahan orang lain, karena belum tentu diri sendiri tidak memiliki kesalahan. Paham, Manda?" tanya Yvanna setelah memberikan nasehat yang begitu panjang.

"Paham, Kak Yvanna. Aku minta maaf," jawab Manda.

Yvanna pun membuka kedua matanya lalu berbalik ke belakang dan menatap tepat ke arah Ben. Ben pun balas menatapnya meski agak ragu-ragu, karena sejujurnya ia merasa sedikit malu terhadap Yvanna setelah tadi ia menuduhnya berbohong.

"Begini Kak Ben," mulai Yvanna. "Modal utama dalam hidup ini, terutama sebagai seorang laki-laki, agar tidak diganggu dan diusik ketentraman hidupnya adalah dengan menjaga lisan. Apa pun yang Kak Ben pikirkan tentang seseorang, maka cukup Kakak pikirkan saja dan tidak perlu Kakak ungkapkan. Karena terkadang, lisan itu bisa menjadi sama tajamnya dengan pisau. Sekarang aku akan mengatakan yang sejujurnya pada Kak Ben, mengenai alasan utama yang membuat Ibu dari perempuan itu menyantet Almarhum Ayah Kakak. Dengarkan baik-baik," titah Yvanna.

* * *

TUMBAL MUSUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang