13 | Membujuk

1.1K 106 6
                                    

Selesai dengan tugasnya, Yvanna pun akhirnya masuk ke rumah Arini untuk kembali melanjutkan pekerjaannya hari itu. Tatapan Arini menyambutnya, tampaknya Manda dan Jojo kemungkinan sudah menceritakan apa yang mereka alami selama perjalanan tadi kepada wanita paruh baya tersebut. Arini memeluk Yvanna dengan erat usai membalas salam yang wanita itu ucapkan, seakan sedang menyambut putrinya sendiri yang telah lama tidak pulang. Yvanna--dengan sedikit canggung--membalas pelukan itu dan memberikan ketenangan untuk Arini agar tidak merasa risau.

"Kamu baik-baik saja, 'kan? Tidak terjadi sesuatu padamu, 'kan?" tanya Arini, sambil memeriksa keadaan Yvanna dengan seksama.

Yvanna masih diam seperti tadi.

"Kak Ben yang pingsan saat kami tiba di tujuan. Bibi seharusnya bertanya tentang keadaan Kak Ben, bukan keadaanku," jawab Yvanna.

Arini pun kini ikut terdiam seperti yang Yvanna lakukan tadi. Yvanna pun menyentuh pundak Arini dengan lembut.

"Bibi, jika ada sedikit saja kebencian di dalam hati Bibi untuk Kak Ben atas kesalahannya di masa lalu, maka kehadiranku di sini tidak akan ada gunanya sama sekali. Kebencian itulah yang akan menjadi jalan bagi orang yang telah menumbalkan seluruh anggota keluarga ini, untuk mendapatkan keinginannya," ujar Yvanna, berusaha menyadarkan Arini.

"Tapi Ben memang penyebab hancurnya bahagia di dalam hidup Bibi! Kamu seharusnya sudah menjadi bagian dari keluarga ini, jika saja dia tidak berulah dan menghasut Almarhum Suami Bibi!" tegas Arini, tak bisa lagi menyembunyikan amarahnya pada Ben.

"Bibi, istighfar. Orang itu sedang menghasut Bibi saat ini. Orang itu ingin Bibi semakin memperbesar rasa benci untuk Kak Ben. Dia sudah mengirimkan utusannya tadi, Bibi, dan aku hampir kehilangan Kak Ben jika saja aku tadi tidak mempersiapkan diri sejak awal. Aku hampir tidak bisa menyelamatkannya, kalau saja tidak kusadari bahwa ada kemungkinan kalau Kak Ben juga diincar setelah aku membebaskan Jojo dan Aris. Tolong Bibi, tolong dengan sangat. Bukalah pintu maaf untuk Kak Ben. Maafkan dia, karena dia hanya manusia biasa yang bisa melakukan khilaf. Dia Putra Bibi, sama seperti Jojo. Berhenti membencinya, jika Bibi ingin kebahagiaan yang hilang itu kembali lagi seutuhnya ke dalam keluarga ini," bujuk Yvanna sekuat tenaga.

Kedua pundak Arini yang sejak tadi dipegang oleh Yvanna pun mendadak terasa ringan. Arini seakan baru saja terbebas dari belenggu yang mengikat dirinya selama beberapa tahun terakhir. Apa yang dikatakan oleh Yvanna telah berhasil mengetuk nuraninya sebagai seorang Ibu. Membuatnya kembali menangis penuh penyesalan. Tidak ada yang berani melangkah ke ruang depan sejak tadi. Semua orang hanya bisa terdiam di ruang tengah yang berbatas gorden pada ambang pintu. Mereka bisa mendengar dengan jelas semua yang Yvanna katakan terhadap Arini, termasuk Ben sendiri yang sudah turun dari lantai atas ketika tahu kalau Yvanna akan masuk ke dalam rumah.

"Bibi tidak bisa melupakan segalanya yang sudah terjadi. Rasanya begitu sulit. Kamu dan rasa sakit hatimu yang berusaha kamu sembunyikan, terus membayang-bayangi Bibi selama bertahun-tahun," ungkap Arini sambil menangis di dalam pelukan Yvanna.

"Apa yang Bibi sesali atas diriku? Aku bahkan tidak pernah merasa marah dengan apa yang pernah Almarhum Paman Hendri ucapkan di hadapanku waktu itu. Jika yang Bibi sesali adalah karena aku batal menjadi menantu di keluarga ini, maka hanya satu hal yang bisa kukatakan pada Bibi saat ini ..."

Yvanna melepaskan pelukannya dan menatap Arini lekat-lekat.

"... yaitu meski aku tetap menjadi menantu di rumah ini dan menikah dengan Kak Ben, tapi Kak Ben tidak bahagia dengan hal tersebut, maka tetap saja kebahagiaan di dalam rumah ini akan menghilang sama seperti sekarang. Mengapa begitu? Karena di dalam sebuah pernikahan, harus selalu ada yang namanya saling mencintai dan saling mengasihi. Jika di antara aku dan Kak Ben tidak pernah ada rasa saling mencintai dan saling mengasihi, maka hanya akan ada yang namanya kebencian di dalam hidup kami. Jadi, mulai sekarang Bibi harus lebih mengutamakan kebahagiaan anak-anak Bibi, bukan menjadikan mereka semata-mata sebagai alat untuk membuat Bibi berbahagia disatu pihak. Aku harap, Bibi sudah memahami apa yang aku maksud," jelasnya, sambil menyeka airmata di wajah Arini dengan lembut.

Arini pun mengangguk sambil mempererat dekapannya pada tubuh Yvanna.

"Iya, Bibi paham sekarang dengan apa yang kamu maksud. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menyampaikannya dengan baik," ucap Arini.

"Sama-sama, itu sudah tugasku yang satu paket dengan pekerjaanku. Oh ya, satu lagi. Bibi tetap bisa menyayangiku seperti anak sendiri meski aku tidak menjadi menantu Bibi. Anggap saja aku adalah keponakan Bibi, yang berasal dari sahabat baik Bibi. Dengan begitu, tidak akan ada lagi batas atau kecanggungan antara aku dan Bibi. Setuju?" tawar Yvanna seraya tersenyum lembut.

Arini pun kini ikut tersenyum dan kembali mengangguk. Di balik gorden, Nania kini menatap sengit ke arah Adiknya dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Dengar itu! Bahkan orang yang sudah kamu sakiti, masih juga mau berbaik hati membujuk Ibu untuk tidak membencimu! Lalu, di mana hatimu selama ini dan kenapa kamu tega menyakiti dia?" bisiknya, tajam.

Manda pun segera melerai Nania dan Ben, lalu membawa Nania menjauh dari Ben agar tidak pecah pertengkaran.

"Sudah, Kak. Sudah," bujuk Manda.

Jojo pun mengikuti langkah Manda, sementara Tika serta Ayuni, Bagus, dan Naya hanya bisa diam tanpa komentar. Ben kembali naik ke atas, tak lama kemudian Arini dan Yvanna masuk ke ruang tengah setelah menyibak gorden yang menjadi pembatas.

"Kamu sudah pulang? Mau makan, Nak?" tanya Ayuni pada Yvanna.

"Aku belum lapar, Bibi. Nanti jika tiba saatnya makan siang, baru aku akan makan," jawab Yvanna.

"Oh ya, ini apa Yvanna? Tadi Manda memberikannya padaku untuk kupegang," Tika tampak ingin tahu mengenai dua buah album yang ada di tangannya.

"Oh, itu adalah album berisi biodata setiap angkatan di SMPku dulu, Kak. Itu adalah album dari angkatan Almarhum Paman Hendri dan juga angkatanku," jawab Yvanna.

"Untuk apa album itu? Paman juga punya satu album yang sama dari angkatan Paman sendiri," ujar Bagus.

"Kalau begitu, aku ingin meminta album milik Paman juga. Ada hal yang harus aku diskusikan berdua dengan Paman mengenai album-album itu," tanggap Yvanna.

"Boleh. Kapan kira-kira kamu ingin berdiskusi dengan Paman?" tanya Bagus terlihat lebih semangat.

"Sekarang, jika Paman tidak keberatan."

"Baiklah. Paman akan ambil dulu albumnya di rumah. Kamu datanglah ke sebelah, nanti kita diskusi saja di sana," ajak Bagus.

Yvanna pun mengangguk. Tika segera menuntun Arini agar ikut juga dengan mereka ke rumah sebelah. Kini, hanya tinggal Yvanna dan Ben yang tersisa di rumah itu. Yvanna pun segera naik ke atas, ke arah kamar Ben dan mengetuk pintunya. Pintu kamar Ben terbuka tak lama kemudian dan Ben menatap tepat ke arahnya tanpa basa-basi. Yvanna menyodorkan ballpoint serta buku catatan kecil ke hadapan Ben.

"Aku akan ke rumah sebelah untuk berdiskusi dengan Paman Bagus. Sebelumnya, tolong tuliskan nama orang yang begitu memusuhi Kakak beserta tanggal lahirnya, jika Kakak tahu," pinta Yvanna.

Ben pun segera menuliskan apa yang Yvanna minta dan kembali menyerahkan buku serta ballpoint ke tangan wanita itu. Ketika Yvanna akan pergi, Ben pun segera mengikuti langkahnya.

"Aku mau ikut," ujar Ben.

* * *

TUMBAL MUSUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang