14 | Mengingat Masa Lampau

1.1K 118 9
                                    

Yvanna dan Ben tiba di rumah Ayuni tak lama kemudian. Nania masih menatap sinis ke arah Ben karena kesal dengan tingkah Adiknya tersebut, jika dirinya kembali mengingat masa lalu.

"Kenapa kamu ajak dia ke sini, Dek? Maunya biarkan saja dia di rumah sebelah sendirian," rajut Nania.

Yvanna terdiam selama beberapa saat.

"Kak Ben memang harus ada di sini Kak Nia, karena aku memang ingin meminta informasi dari seluruh anggota Keluarga Adriatma," jawab Yvanna dengan tenang.

Semua anak-anak Keluarga Adriatma pun berkumpul dan duduk di ruang tengah rumah Ayuni. Tika, Manda, dan Lili kini memilih menatap mereka semua dari arah meja makan. Yvanna berdiri di ujung salah satu dari tiga buah sofa yang ada, lalu membagikan kertas serta ballpoint pada semuanya--kecuali Ben.

"Aku ingin kalian semua menuliskan nama musuh kalian masing-masing beserta tanggal lahirnya jika kalian tahu. Ingat, cukup tuliskan saja namanya di kertas itu dan tidak perlu diucapkan. Paham?" tanya Yvanna.

"Paham!!!" jawab mereka, serempak.

"Oke. Setelah selesai ditulis, lipat kertasnya dan kumpulkan pada Manda atau Lili. Setelah aku dan Paman Bagus selesai berdiskusi mengenai suatu hal, baru kita akan buka satu persatu kertas itu dan kita akan sama-sama menyaksikan aku menulis nama-nama tersebut pada whiteboard. Silakan di mulai," titah Yvanna, yang kemudian segera beranjak ke ruang kerja Bagus.

Bagus sudah menunggunya di ambang pintu ruang kerja tersebut sejak tadi. Mereka masuk ke sana dan pintu ruangan tersebut yang terbuat dari kaca segera ditutup rapat. Di tangan Yvanna terlihat ada dua album lain yang dia terima dari Tika sebelum masuk ke ruangan itu. Ayuni dan Arini sedang duduk berdua sambil mengamati Yvanna dan Bagus yang kini terlihat mulai membuka album kelulusan milik pria paruh baya itu.

"Menurut Kakak, mereka sedang membicarakan apa saat ini?" tanya Ayuni kepada Arini.

"Entahlah, Dek. Yvanna itu tidak mudah ditebak. Kita bisa melihat dia membuka-buka album kelulusan milik Bagus, tapi belum tentu pembicaraan yang dia lakukan di dalam sana bersangkutan dengan album tersebut," jawab Arini.

Bagus kini membiarkan Yvanna membuka-buka album kelulusan miliknya dan tetap diam tanpa banyak bertanya.

"Usia Paman Bagus berarti satu tahun lebih muda daripada Almarhum Paman Hendri, ya?" tanya Yvanna.

"Iya, itu benar. Usia Paman hanya terpaut satu tahun lebih muda dari Almarhum Kakak," jawab Bagus.

"Berarti Paman satu angkatan dengan Ibuku dan Bibi Arini?"

"Iya, itu juga benar."

"Berarti Almarhum Paman Hendri satu angkatan dengan Ayahku?"

"Tepat sekali. Jadi, apa hubungannya pertanyaanmu itu dengan permasalahan keluarga kami, Nak?" Bagus benar-benar merasa gemas karena terus saja merasa penasaran.

Yvanna tersenyum singkat, lalu kembali menekuri album kelulusan milik Bagus.

"Terkadang, aku harus selalu tahu mengenai sejarah kehidupan seseorang sebelum membantunya menyelesaikan masalah. Kalau menurut cerita dari Ayah dan Ibuku, dulu Almarhum Paman Hendri itu adalah salah satu pemuda yang banyak diincar oleh para gadis di sekolah. Apa itu benar, Paman Bagus?" tanya Yvanna.

Bagus mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ya, itu juga benar. Itu adalah fakta yang tidak bisa Paman bantah sama sekali. Almarhum Kak Hendri adalah orang yang sangat tampan pada masanya, bahkan Ayahmu sampai tersaingi oleh ketampanannya pada masa itu," jawabnya.

"Kalau begitu apakah ada seseorang, khususnya wanita, yang sangat menginginkan Almarhum Paman Hendri sampai rela melakukan apa pun termasuk berbuat curang atau berbuat licik pada masa itu?" Yvanna mulai menggali lebih dalam.

Bagus terlihat berpikir selama beberapa saat. Pikirannya menerawang ke masa lalu untuk mengingat semua detail yang pernah terjadi.

"Kalau memikirkan gadis-gadis yang menginginkan Almarhum Kak Hendri, tentunya sangat banyak sekali. Pada masa itu, hanya Ibumu dan Kak Arini yang tidak mengejar-ngejar Almarhum Kakakku. Maka dari itulah, Ayahmu akhirnya memilih Ibumu untuk dijadikan Istri ketika sudah selesai kuliah, dan Almarhum Kak Hendri memilih Kak Arini untuk dijadikan Istri," jelas Bagus.

"Nah, diantara para gadis yang mengejar-ngejar Almarhum Paman Hendri itu, adakah yang kira-kira paling Paman ingat? Mulai dari sikapnya yang agresif ketika mendekati Almarhum Paman Hendri, atau mungkin dari tingkahnya yang berlebihan saat mencoba menarik perhatian Almarhum Paman Hendri? Pasti ada salah satu dari mereka yang sangat ... uh ... bahkan membuat Paman Bagus sendiri agak merasa risih ketika melihatnya," Yvanna memberi contoh.

Pikiran Bagus kembali menerawang dan mencoba mengingat dengan jelas pada sosok yang sudah Yvanna contohkan.

"Ah ... kamu benar! Ada! Paman ingat sekali pada gadis itu sampai-sampai dulu sering merasa risih kalau dia muncul di kantin sekolah!" seru Bagus.

"Nah! Akhirnya ... ayo, Paman boleh tunjukkan padaku yang mana orangnya. Apakah dia berasal dari angkatan Almarhum Paman Hendri atau berasal dari angkatan Paman?" Yvanna ikut berseru penuh semangat.

"Namanya ...."

"Ah ... jangan sebut!" cegah Yvanna dengan cepat. "Paman tunjukkan saja yang mana orangnya, yang mana fotonya, nanti kubaca sendiri namanya," mohon Yvanna.

"Oh iya, maaf Paman lupa dengan peraturan itu. Mana coba album kelulusan milik Paman. Orangnya ada satu angkatan dengan Paman waktu itu, meskipun tidak satu kelas," ujar Bagus sambil membuka-buka album kelulusan miliknya.

Yvanna menunggu dengan tenang, sementara di luar orang-orang sudah tak sabar ingin segera mengetahui tentang apa yang akan Yvanna lakukan pada kertas yang telah mereka isi dengan nama musuh masing-masing. Tika sampai harus menenangkan mereka terus menerus, agar tak ada yang melakukan aksi protes di depan ruang kerja Bagus.

"Sabar, namanya juga diskusi. Pastilah lama. Kalau cepat namanya bukan diskusi, tapi saling menyapa," ujar Tika.

"Sumpah Dek, usahamu itu tidak membantu kami sama sekali untuk bisa bersabar lebih lama," ujar Damar.

"Tapi kalau untuk menunggu kamu membuka hati, aku bisa sabar kok," tambah Zian sambil tersenyum penuh percaya diri di hadapan Tika.

Manda dan Dokter Lili berusaha mati-matian untuk tidak menertawai Tika yang saat itu baru saja menerima rayuan gombal dari Zian. Sementara Zian sendiri saat ini sudah menerima serangan bantal dari Nania, Naya, Aris, dan Damar.

"Jangan ganjen kamu, Zi! Enggak pantas kamu berganjen-ganjen ria begitu!" omel Nania.

"Namanya juga usaha, Kak. Aku harus pantang menyerah dong kalau mau menerima hasil yang baik," balas Zian yang sepertinya tak main-main soal rayuan gombalnya.

Pintu ruang kerja Bagus akhirnya terbuka. Yvanna dan Bagus pun keluar dari dalam sana sambil membawa ketiga album kelulusan dari SMP yang sama. Yvanna pun menerima semua kertas yang sudah berisikan nama-nama musuh masing-masing orang di dalam Keluarga Adriatma.

"Baiklah, Paman Bagus boleh duduk bersama Bibi Ayuni dan Bibi Arini. Lili tolong duduk di dekat Aris dan Manda tolong duduk di dekat Jojo," pinta Yvanna.

Zian mengangkat tangannya.

"Tika boleh duduk di sampingku atau enggak?" tanyanya, mencari kesempatan.

* * *

TUMBAL MUSUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang