7 | Pengakuan

1.1K 109 4
                                    

Setelah Yvanna kembali ke kursinya usai mengambilkan makanan untuk Ben, semua orang pun kini mulai menyantap hidangan makan malam yang sudah tersaji. Tidak ada lagi yang mengungkit masalah di masa lalu, karena Arini juga sudah memberi tanda pada Bagus dan Ayuni untuk diam saja ketika Yvanna akhirnya bereaksi. Piring milik Jojo juga diisi oleh Yvanna, seperti yang wanita itu lakukan kepada Ben. Sesekali, Yvanna menoleh ke arah sofa untuk memastikan kalau Aris tengah memakan buburnya.

"Bibi Arini, boleh aku bertanya satu hal?" Yvanna memohon izin.

Arini pun menatapnya lalu mengangguk pelan sambil menikmati makan malam kali itu.

"Tapi, maaf sebelumnya jika pertanyaanku akan membuat Bibi kembali teringat pada waktu-waktu yang kelam," Yvanna terlihat sangat berhati-hati.

Kali ini Arini terdiam dan tak merespon sama sekali. Wanita paruh baya itu tampaknya tahu apa yang akan Yvanna tanyakan.

"Jika kamu tahu bahwa pertanyaanmu itu akan mengingatkan Kakak ipar saya dengan masa yang kelam, lalu mengapa kamu ingin tetap menanyakannya?" tanya Bagus seraya menatap ke arah Yvanna.

Yvanna pun balas menatap ke arah Bagus tanpa merasa takut ataupun segan.

"Mohon maaf yang sebesar-besarnya, Paman. Tidak ada sama sekali maksudku untuk kembali membuka luka lama ataupun kisah kelam dalam keluarga ini. Namun begitulah cara kerjaku untuk memecahkan sebuah kasus. Aku harus tahu detail awal yang menjadi permulaan dari semua hal yang sudah mengganggu keluarga ini, agar bisa menjauhkan marabahaya lainnya yang masih mengintai. Saat ini, semua mungkin terlihat tenang. Namun kenyataannya, masih ada lagi yang akan datang dan aku harus menemukan sumbernya sebelum marabahaya itu datang kembali. Jadi, tolong biarkan aku bertanya pada Bibi Arini agar aku tahu harus berbuat apa pada langkahku yang selanjutnya," jelas Yvanna, mencoba sebisa mungkin untuk meyakinkan Bagus.

Hendri dan Bagus adalah Kakak-beradik yang sama-sama keras serta tidak percaya dengan hal-hal gaib. Yvanna tahu kalau Bagus masih saja tidak bisa menerima semua kejadian yang sudah dilihatnya dengan akal sehat. Maka dari itu Yvanna memutuskan untuk meyakinkan Bagus terlebih dahulu, sebelum melanjutkan langkahnya untuk membuat Arini bersuara.

"Dulu saya sangat tidak bisa menerima apa yang kamu sampaikan mengenai firasat buruk tentang Almarhum Kakak saya," ujar Bagus sambil berusaha mengatur nafasnya agar menjadi lebih tenang. "Namun, setelah saya melihat sendiri bagaimana akhirnya Kakak saya ketika meninggal akibat disantet oleh orang dan juga apa yang terjadi pada putra dan keponakan saya, saya merasa tidak punya hak sama sekali untuk menghalangi langkah kamu. Silakan jika kamu memang ingin bertanya. Di sini tidak akan ada yang menghalangi langkahmu itu."

"Mohon maaf Paman, aku izin menyela," ujar Tika.

Bagus pun mengangguk pelan sambil menatap Tika.

"Yvanna saat ini sama sekali tidak merasa dihalang-halangi oleh siapa pun. Yvanna memohon izin pada Bibi Arini, menjawab pertanyaan dan memberi penjelasan pada Paman, semata-mata hanyalah untuk menjalankan tata krama dalam keluarga kami. Kami tidak boleh berlaku sembarangan terhadap yang lebih tua dan juga tidak boleh semena-mena terhadap yang lebih muda. Kami diberikan kelebihan masing-masing oleh Allah dan diwajibkan untuk mensyukurinya, bukan memamerkannya. Kami tetap manusia biasa dan kami tetap tidak boleh melanggar tata krama. Jika Yvanna mau, dia tidak perlu minta izin terlebih dahulu untuk membuat Bibi Arini menceritakan segalanya. Hanya saja, meski Yvanna memiliki kelebihan, dia tetap diwajibkan untuk menundukkan kepala dan merendahkan diri terhadap yang lebih tua. Maka dari itulah kami, baik itu Yvanna, Manda, Lili ataupun diriku sendiri selalu meminta izin terlebih dahulu untuk hal apa pun, termasuk jika ingin menyela pembicaraan. Aku harap, Paman bisa mengerti dan tidak berprasangka buruk atas semua sikap yang kami tunjukkan," mohon Tika dengan sopan.

Setelah mendengar permohonan itu, Bagus pun kembali hanya menganggukkan kepalanya dan menatap ke arah Arini. Arini tampaknya jauh lebih siap sekarang untuk bercerita, setelah mendengar penjelasan Yvanna dan Tika. Semua anak-anak dalam keluarga itu pun mendadak diam dan tak berani mengeluarkan suara, usai mendengar apa yang Tika katakan mengenai tata krama. Ayuni sendiri kini sadar, bahwa mungkin tadi Aris merasa tertampar ketika ditegur oleh Lili ketika menyela pembicaraan orangtua dengan seenaknya.

"Bibi akan menjawab semua pertanyaanmu, Nak. Tanyakanlah, Bibi akan berusaha memberimu detail yang terjadi pada malam itu," ujar Arini, mempersilakan Yvanna untuk bertanya.

Yvanna pun kembali menatapnya, namun kali ini tatapan itu terlihat seakan penuh penyesalan.

"Sebelumnya, aku ingin meminta maaf pada Bibi dan juga anak-anak Bibi yaitu Kak Nia, Kak Ben, dan Naya. Aku minta maaf, kalau lima tahun lalu diriku begitu sangat tidak sopan memberitahukan pada Almarhum Paman Hendri bahwa akan ada malapetaka yang datang ke dalam hidupnya jika tidak diatasi sejak awal. Aku sadar, bahwa aku sangat lancang malam itu dan sungguh tidak memiliki sopan santun. Tapi, malam itu aku hanya berusaha melindungi Adik bungsuku. Karena sebenarnya, orang yang mendapat firasat malapetaka yang akan datang pada Paman Hendri itu adalah Reza. Jadi, pilihannya hanya ada dua. Reza yang menyampaikan dan dia akan diambil oleh makhluk jahat yang terus mengikuti Almarhum Paman Hendri, atau aku yang menyampaikan dan berpotensi menghancurkan nama baikku sendiri di hadapan orang-orang awam akan hal-hal gaib. Dan aku memutuskan, bahwa lebih baik aku yang hancur daripada Adik bungsuku kenapa-napa," jujur Yvanna, mengenai keadaan yang sebenarnya.

Semua mata kini menatap tak percaya ke arah Yvanna atas pengakuannya. Manda dan Tika pun berhenti beraktivitas seketika dan meletakkan sendok serta garpu di atas piring. Mereka berdua menatap tepat ke arah Yvanna yang selama lima tahun tidak pernah mengatakan apa pun kepada mereka.

"Jadi, malam itu kamu sudah tahu kalau Reza juga ...." Tika tak bisa melanjutkan kata-katanya.

"Maaf, Kak. Diam adalah satu-satunya caraku untuk memberi perlindungan agar keluarga kita tidak diincar," balas Yvanna.

"Dan sekarang?" tanya Manda.

"Reza sudah cukup kuat. Dia sudah melampaui aku, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan," Yvanna meyakinkan Manda.

Arini pun bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kamar mandi. Perutnya terasa sangat mual sekali malam itu dan membuatnya memuntahkan semua makanan yang baru saja masuk. Kenyataan akan pengorbanan yang Yvanna lakukan semakin membuat sesalnya bertambah dalam. Ia benar-benar menyesal karena tidak menghentikan suaminya saat sedang mencaci maki Yvanna lima tahun lalu. Kini, ia harus menjalani semua kepahitan itu akibat tidak mempercayai firasat yang Yvanna sampaikan.

"Oh, kenapa harus seberat ini? Kenapa dulu aku tidak meyakinkan Hendri bahwa firasat itu bukanlah hal yang main-main? Kenapa?" batinnya, begitu merana.

* * *

TUMBAL MUSUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang