26 | Berkumpul

1.1K 116 27
                                    

"Jadi, kalian akan pulang malam ini juga?" tanya Arini yang tampak belum rela melepaskan keempat putri sahabat baiknya tersebut.

"Tidak, Bibi. Kami akan pulang besok pagi setelah shalat subuh. Kalau kami pulang malam ini juga, kami akan sampai tengah malam di sana dan akan mengganggu para siswi yang tinggal di asrama. Masalahnya gerbang menara kami dekat sekali dengan asrama putri dan suara gerbangnya sangat keras jika terbuka. Jadi kami akan memilih pulang besok pagi saja untuk menjaga kualitas tidur para siswi di asrama," jawab Tika.

"Alhamdulillah kalau begitu. Kami juga jelas tidak ingin kalian pulang malam-malam. Berapa pun usia kalian saat ini, kalian tetaplah wanita dan wanita jelas tidak baik jika berada di jalanan malam-malam. Sebaiknya Ben mengantar kalian pulang saat pagi nanti agar tidak timbul kecurigaan atau semacamnya," ujar Arini sambil melipat pakaian yang tadi pagi sudah dicuci oleh Manda.

"Bibi tenang saja. Pekerjaan kami belum benar-benar selesai di kedua rumah ini. Kami harus benar-benar membersihkan kedua rumah ini, agar semua penghuninya tidak lagi merasa ketakutan ataupun gelisah. Itu adalah hal terakhir yang harus kami penuhi sebelum pulang," jelas Lili sambil membantu Arini.

"Eh, jadi aku sudah enggak perlu diinfus ya?" tanya Aris tiba-tiba.

Lili pun menatap ke arahnya sambil mengernyitkan kening selama beberapa saat.

"Enggak usah mengada-ada, Kak Aris. Tadi di hutan Kakak sudah bisa teriak-teriak histeris loh, waktu lihat wujud lain Almarhumah Salya. Masa teriaknya sudah bisa kencang, tapi badannya masih butuh diinfus," sindir Lili tak segan-segan.

Semua orang yang mendengar sindiran itu pun langsung menertawai Aris. Aris sendiri pun segera menutupi wajahnya dengan bantal sofa, karena merasa malu usai menerima sindiran yang begitu tiba-tiba dan tak terduga.

"Ya Allah, selain bisa serius ternyata kamu juga bisa bercanda ya," ujar Nania sambil menepuk-nepuk pundak Lili dengan gemas.

Lili sendiri pun sudah tak bisa menahan tawanya pada saat itu.

"Andai Kak Nia yang ada di sana tadi, terus Kak Nia disuruh menjaga Kak Aris, maka Kak Nia pasti juga akan mengatakan hal yang sama denganku barusan. Seumur-umur aku melihat laki-laki ketakutan saat melihat hal-hal gaib, baru kali ini aku dengar yang teriakannya sekencang Kak Aris. Demi Allah," ungkap Lili.

Aris benar-benar menjadi bulan-bulanan Damar dan Naya setelah mendengar kenyataan tersebut.

"Jujur saja, tadi aku juga lihat wujudnya bagaimana. Menurutku itu lumayan seram, aku merasa merinding juga saat melihatnya karena aku pikir miris sekali nasibnya Almarhumah Salya itu. Tapi pas aku dengar Kak Aris teriak, rasa merindingku langsung berganti dengan rasa kaget campur geli, Kak Nia. Aku mau tetap merasa merinding, tapi perasaanku sudah terlanjur terkontaminasi dengan kelakuan Kak Aris. Aku mau ketawa, kondisinya sangat tidak tepat. Pokoknya, aku serba salah tadi di sana Kak. Sampai akhirnya kupilih pegang lengannya Kak Aris saja deh, daripada dia semakin histeris dan takutnya aku malah kelepasan tertawa gara-gara teriakannya. Karena kupikir akan jadi tidak lucu kalau aku sampai kelepasan tertawa di hutan tadi. Aku bisa disangka kerasukan makhluk apa gitu sama Kak Yvanna," tutur Lili.

"Dan kamu akan jadi target rukyah oleh Yvanna ketika pulang, kalau sampai kamu kelepasan tertawa," tambah Tika.

"Nah ... itu ... itu yang aku berusaha hindari. Makanya tadi kupilih langsung tenangkan Kak Aris saja secepat mungkin. Aku bahkan sudah tidak bisa konsentrasi waktu Kak Yvanna bertarung dengan Almarhumah Salya. Aku tahu seharusnya aku khawatir sama Kak Yvanna yang terus saja hampir terkena serangan, tapi aku jadi lebih khawatir kelepasan tertawa pada akhirnya."

Aris pun menatap Lili dengan wajah merajuk.

"Berarti tadi kamu tidak sepenuhnya benar-benar ingin melindungiku, ya? Kamu tadi hanya ...."

"Ya mana mungkin begitu, Kak?" potong Lili. "Aku jelas menjaga Kakak baik-baik, kok. Hanya kalau pada akhirnya aku hampir tertawa gara-gara tingkah laku Kakak sendiri, ya berarti itu bukan salahku dong."

"Benar itu, Ris. Kamu memang kadang-kadang suka bertingkah konyol diwaktu yang tidak tepat. Hanya saja, kamu kadang tidak sadar dengan tingkahmu sendiri," ujar Yvanna yang baru selesai mandi sore.

"Hm ... bantahlah pendapat Yvanna. Aku mau dengar kamu membantah kalau Yvanna yang sudah memberikan pendapatnya," tantang Jojo.

Aris pun memilih kembali menenggelamkan wajahnya di balik bantal sofa. Yvanna membuka ponselnya dan mengetik pesan untuk dikirimkan kepada Reza. Ben mengamati Yvanna dari arah ruang tengah, namun ia tak berani mendekat. Setelah mendengar nasehat dari Yvanna di mobil dalam perjalanan pulang tadi, Ben rasanya seperti baru saja ditampar dengan keras oleh kenyataan. Wanita itu sungguh berbeda dari apa yang dulu ia pikirkan. Dulu ia mengira bahwa jika sampai dirinya menikah dengan Yvanna, maka Yvanna hanya akan membawa banyak sekali kesulitan ke dalam hidupnya. Nyatanya, ia salah besar. Yvanna yang sesungguhnya adalah wanita mandiri yang tidak banyak tingkah di depan orang lain. Dia adalah sosok yang sebenarnya ada dalam impian Ben jika ingin menikahi seseorang. Namun ia tahu akan hal itu disaat semuanya sudah terlambat. Yvanna jelas tidak akan pernah membukakan hatinya untuk Ben, demi alasan apa pun.

Hal itu membawakan sesal tersendiri untuk Ben hingga membuatnya menjadi lebih diam daripada biasanya. Zian--yang baru selesai mandi--kini duduk di samping Tika yang sedang menyisiri rambut Naya dan membentuknya dengan indah. Ia tersenyum saat melihat Naya memamerkan sebagian rambutnya yang sudah selesai dibentuk oleh Tika.

"Bagus 'kan, Kak?" tanya Naya pada Zian.

"Iya, bagus Dek. Cocok sekali sama wajah kamu yang cantik," jawab Zian.

Tika pun ikut tersenyum.

"Tuh 'kan, apa kubilang tadi. Kamu itu cantik, makanya diberi riasan seperti apa pun pasti akan terlihat cocok," ujar Tika.

"Kak Tika paling sering merias siapa kalau sedang ada di rumah? Kak Yvanna, Kak Manda, atau Kak Lili?" tanya Naya.

"Tidak ketiga-tiganya," jawab Tika sambil melihat ke arah ketiga Adiknya yang langsung mengalihkan perhatian mereka pada hal lain.

"Loh, kok bisa begitu?" tanya Ayuni agak sedikit kaget.

"Mereka bertiga itu paling anti kalau mau dirias, Bibi Ayuni. Paling takut sama make-up, paling takut kalau rambutnya aku bentuk biar terlihat seperti anak gadis pada umumnya. Mereka itu lebih suka bergaya seperti Tarzan. Rambut dibiarkan berkibar tak tentu arah, kalau sedang gerah diikat saja sesuka hati. Pokoknya kalau Bibi lihat kelakuan mereka di rumah, maka Bibi akan tidak bisa membedakan mana anak gadis dan mana sapu ijuk. Mereka itu sama persis dan sulit sekali dibujuk untuk mempercantik diri," jelas Tika apa adanya.

"Mau mempercantik diri juga untuk apa, Kak? Kami ini belum punya Suami dan kami masih sering main di hutan, naik gunung, memanjat pohon. Entah apa faedahnya kalau kami harus merias diri padahal kami harus bekerja keluar masuk hutan," sanggah Manda yang masih menyeka wajahnya yang basah menggunakan handuk.

Tika pun meringis pedih setelah mendengar sanggahan yang Manda berikan. Sementara Lili dan Yvanna mengacungkan ibu jari mereka seraya tersenyum bahagia ke arah Manda karena merasa terwakilkan.

"Ya sudahlah, suka-suka hati kalian saja. Pasrah aku," balas Tika yang merasa tak akan ada perubahan pada Adik-adik perempuannya.

* * *

TUMBAL MUSUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang