28 | Mimpi Baik

1K 107 15
                                    

Yvanna terbangun secara tiba-tiba tepat saat jam menunjukkan pukul dua dini hari. Terbangunnya Yvanna membuat Manda, Tika, dan Dokter Lili ikut terbangun. Tempat tidur yang mereka tempati bersama bergerak dengan penuh hentakan, sehingga mereka pun segera ikut bangkit dari posisi masing-masing untuk mencari tahu ada apa pada Yvanna.

"Kak, ada apa? Kakak baik-baik saja?" tanya Lili.

"Mm ... aku baik-baik saja, Dek," jawab Yvanna.

"Terus kenapa kamu terbangun seperti orang kaget begitu? Apakah posisi tidurmu tidak tepat?" tanya Tika sambil memeriksa bagian tempat Yvanna berbaring.

"Bukan Kak, bukan karena posisi tidurku yang tidak tepat. Barusan aku memimpikan hal yang baik dan Insya Allah akan terwujud dalam waktu dekat," jelas Yvanna.

"Mimpi apa itu?" Manda mendadak penasaran.

"Aku enggak bisa menceritakannya. Kalian tunggu saja, mimpi itu akan benar-benar terwujud dalam waktu yang sangat dekat," Yvanna meyakinkan Kakak dan kedua Adiknya.

Tika menghela nafas sejenak.

"Ya sudah, ayo kita bangun dan bereskan tempat tidurnya. Kebetulan sudah jam dua lewat sekarang, jadi kita sekalian saja shalat tahajud berjamaah," ajaknya.

Yvanna, Manda, dan Lili pun segera bangkit dari tempat tidur setelah mendengar ajakan tersebut. Yvanna dan Manda mengambil alih tugas membereskan tempat tidur, sementara Tika dan Lili pergi berwudhu.

"Mimpinya benar-benar tidak bisa Kakak bagi padaku, ya?" bujuk Manda.

Yvanna pun mengulum senyum ketika tahu kalau Manda merasa penasaran.

"Sabar, Dek. Orang-orang yang bersabar itu hidupnya akan selalu dirahmati oleh Allah. Nanti kamu juga akan tahu sendiri apa yang kumimpikan," jawab Yvanna, yang kemudian segera menarik tangan Manda untuk pergi mengambil air wudhu.

Tika dan Lili sudah selesai berwudhu ketika mereka tiba di belakang. Mereka pun segera berwudhu agar tidak tertinggal untuk shalat tahajud berjamaah bersama Tika dan Lili. Arini--yang mendengar suara dari arah kamar tamu--membuka sedikit pintu kamarnya dan melihat kalau keempat putri sahabatnya itu telah bangun dari tidur mereka. Mereka tampaknya akan melaksanakan shalat dan hal itu membuat Arini menatap ke arah jam dinding yang ada di kamarnya.

"Baru jam dua lewat sepuluh menit, berarti mereka mau shalat tahajud. Tampaknya Laras memiliki kehidupan yang luar biasa. Selain diberkahi dengan kebahagiaan, dia juga diberikan anak-anak yang tidak pernah lalai untuk menghadap kepada Allah," gumam Arini seraya tersenyum dari balik pintu kamarnya.

Ia kembali menutup pintu kamar dan bergegas pergi ke kamar mandi pribadinya untuk mengambil air wudhu. Ia merasa tampaknya Allah sudah membangunkannya melalui suara keempat putri sahabatnya untuk melaksanakan shalat tahajud. Ia takkan menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia akan melaksanakan hal tersebut dengan penuh keikhlasan.

Ketika akhirnya pagi menjelang, rumah itu sudah benar-benar ramai dengan suara celoteh riang beberapa orang dari arah dapur. Tampaknya Nania dan Naya kini sedang menikmati waktu bersama Tika, Yvanna, Manda, dan Lili. Mereka memasak dan saling bercerita hingga membuat suasana rumah itu kembali hidup seperti dulu. Ayuni dan Bagus mampir sebentar ke rumah itu sebelum Bagus, Damar, dan Zian pergi ke kantor. Hari itu adalah hari senin, yang mana Bagus tidak bisa meninggalkan jadwal pekerjaannya.

"Wah, kalian ini benar-benar rajin ya. Apakah Paman bisa sekalian ikut sarapan di sini?" tanya Bagus yang tampak sangat bersemangat untuk mencicipi masakan yang tersaji pagi itu.

"Silakan kalau Paman Bagus mau sarapan di sini. Tadinya baru mau kuantarkan sarapan ke rumah sebelah. Tapi karena Paman dan Bibi sudah ada di sini, jadi sekalian saja sarapannya di sini bersama Bibi Arini dan anak-anaknya," jawab Lili.

"Masya Allah, lagi-lagi kalian memasak sekalian untuk kami sekeluarga seperti kemarin? Kalian kok pandai sekali mengatur jumlah takaran makanan seperti itu? Ibu kalian yang mengajari?" tanya Ayuni sambil merangkul Lili dengan gemas.

Arini masuk ke dapur dan menatap ke arah Bagus serta Ayuni. Saat itu Damar, Zian, dan Aris baru saja masuk ke rumah tersebut.

"Hari ini jangan ada yang pergi ke kantor ya, Dek. Kak Rendra dan Laras mau datang untuk silaturahmi dengan keluarga kita bersama kedua anaknya yang lain, sekaligus untuk menjemput Tika, Yvanna, Manda, dan Lili. Mereka sudah dijalan dan hampir sampai ke sini. Rasanya tidak enak kalau mereka hanya disambut olehku tanpa ada kalian," pinta Arini.

"Oh, iya Kak. Kalau begitu akan kukabari dulu sekretarisku di kantor bahwa hari ini aku dan Damar tidak akan datang," jawab Bagus antusias.

Tepat setelah semua menu sarapan tersaji di meja makan, Larasati dan Narendra pun tiba bersama Tio serta Reza. Mereka benar-benar disambut dengan hangat oleh Arini, Ayuni, Bagus, serta oleh semua anak-anak di Keluarga Adriatma. Luka lama benar-benar telah dilupakan dan kini mereka hanya akan menorehkan ikatan baru yang penuh dengan keharmonisan. Larasati juga tampak lega saat tahu kalau keempat putrinya diterima dengan baik selama mereka berada di rumah Keluarga Adriatma. Suasana pagi itu benar-benar berbeda dari suasana di masa lalu. Tidak akan ada lagi cerita kelam dan mengerikan di dalamnya. Hanya akan ada cerita baru yang luar biasa indah.

"Begini, kami datang ke sini memang untuk bersilaturahmi serta menjemput keempat Putri kami pulang. Tapi selain itu, kami juga ingin menyampaikan satu hal yang Insya Allah akan membuat tali persaudaraan kita semakin erat," ujar Narendra membuka pembicaraan setelah acara sarapan bersama selesai.

Suasana ruang tamu rumah Arini hari itu sangatlah bercahaya, terlebih setelah senyuman bahagia di wajah Arini kini telah kembali usai semua masalah diselesaikan oleh Yvanna.

"Silakan disampaikan, Kak Rendra. Aku bicara di sini mewakili Almarhum Kak Hendri yang telah tiada dan juga mewakili Kak Arini. Jika memang ada yang ingin disampaikan, silakan sampaikan dan kami akan mendengarkannya dengan baik," sambut Bagus dengan penuh kerendahan hati.

Rendra pun menatap ke arah Larasati sejenak, lalu Larasati pun mengangguk seraya tersenyum bahagia untuk meyakinkan suaminya.

"Baiklah, kalau begitu akan langsung saja kukatakan tanpa berbasa-basi. Kedatanganku dan Laras ke sini adalah untuk meminang Naya Almira Adriatma agar bisa menjadi Istri bagi Putra bungsu kami, yaitu Reza Airlangga Harmoko," tutur Narendra dengan mantap.

Tika, Manda, dan Lili pun langsung menoleh ke arah Yvanna secara serempak, hingga membuat semua orang menatap mereka dengan ekspresi terkejut.

"Kamu memimpikan pernikahan Reza dan Naya, ya?" tebak Tika.

Yvanna pun tersenyum dan kemudian mengangguk. Tio pun melotot ke arah Adik ketiganya tersebut.

"Kenapa malah Reza yang kamu mimpikan, Dek? Kenapa bukan Kakak duluan? Kakak juga butuh ketemu sama jodohnya Kakak loh," protes Tio setengah merajuk.

Yvanna pun melotot seketika.

"Mimpi dan firasat itu datang dengan sendirinya, Kak Tio. Bukan aku yang mengatur seenak hatiku," balas Yvanna.

Semua orang dari Keluarga Harmoko tertawa dan menghadiahi Tio dengan cubitan penuh kasih sayang.

"Tapi seharusnya aku yang dimimpikan duluan!" Tio tetap melancarkan protes.

* * *

TUMBAL MUSUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang