16 - Sop Buntut

925 79 2
                                    

"Adakah yang lebih pahit dari dia yang tak pernah menyadari bahwa selama ini kamu memendam rasa sendiri?"
-Sania-

***

Dua hari sudah Saroh tinggal bersama orang tuanya. Ia sudah bisa tertawa sekarang. Insiden yang menimpa Saroh kemarin, membuat Billa dan Siddiq menyesal. Billa berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu ada di sisi Saroh. Begitu juga Siddiq, sebagai seorang ayah—Siddiq tidak akan membiarkan hal buruk terjadi kembali pada putrinya, dia akan selalu menjaga dan melindungi Saroh.

"Abah ke pesantren dulu," pamit Siddiq pada Billa dan Saroh.

Billa mengangguk.

"Assallamu'alaikum," salam Siddiq keluar dari rumah.

"Waallaikumussalam warahmatullah," jawab Billa dan Saroh bersamaan.

"Hari ini mau masak apa Umma?" tanya Saroh sembari melepas mukenanya, dilanjutkan merapikan kerudungnya.

"Mmm... Saroh pengen makan apa?"

"Apa yang ada aja, Umma."

Billa mengangguk paham. "Ya udah, Umma masak dulu. Kamu istirahat."

***

Tok... Tok... Tok...

"Assalamu'alaikum..."

Tok... Tok... Tok...

"Assalamu'alaikum..."

Yusuf yang tengah sibuk memasak di dapur, segera mencuci tangannya dan bergegas untuk membukakan pintu rumah.

"Waallaikumussalam warahmatullah—" jawabnya menggantung begitu melihat siapa tamu yang datang ke rumahnya pagi-pagi begini.

"Sania?"

Sania—perempuan itu tersenyum lebar kepada laki-laki yang baru saja membukakan pintu untuknya.

Yusuf memasukkan kembali kepalanya di balik pintu untuk memastikan pukul berapa sekarang.

Pukul 06.45 WIB.

"Ada apa pagi-pagi ke sini? Saroh nggak ada di rumah."

"Aku ke sini nggak nyari Mbak Saroh kok, Mas."

"Terus?"

"Mas Yusuf."

"Aku? Kenapa nyari aku?" beo Yusuf bingung.

Kemudian Sania menyodorkan rantang yang ia bawa dari rumah.

"Ini apa?"

"Sop buntut. Aku bawain sarapan buat Mas Yusuf."

Yusuf bengong sejenak.

"Sebagai tanda permintaan maaf aku ke Mas Yusuf. Gara-gara aku, Mbak Saroh pergi dari Mas Yusuf, ninggalin Mas Yusuf sendirian di rumah. Aku pikir Mas Yusuf nggak ada yang masakin, jadi aku bawain ini."

"Ya kalau gitu seharusnya kamu minta maaf ke Saroh dong, bukan ke aku."

"Sania udah terlanjur ke sini, gimana dong?"

Yusuf diam.

"Iya udah, sini." Yusuf menyodorkan tangannya.

Dengan senang hati Sania memberikan rantangnya kepada Yusuf.

"Mas Yusuf maafin aku, kan?"

"Aku yang seharusnya minta maaf ke kamu. Pasti perkataanku waktu itu nyakitin kamu, ya?"

Sania tersenyum. "Sedikit, tapi nggak apa-apa kok. Sania aja yang baperan."

Yusuf manggut-manggut.

"Ada lagi?"

Menjadikanmu Bidadari (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang