25 - Pencarian Si Topeng Kelinci

906 74 3
                                    


"Dia... benar ada."

-Saroh-

***

"Hubungan kamu sama Sania baik-baik aja, kan?"

"Menurut Abi?" Yusuf mengembalikan pertanyaan itu.

"Kamu harus bisa menerima Sania. Abi nggak menuntut kamu buat cinta sama dia. Tapi, sudah sepatutnya kamu menghargai dan memperlakukannya sebagai seorang istri."

Yusuf menggeleng. "Yusuf nggak mau."

Bani menghela napas berat. Anaknya itu cukup keras kepala. "Kamu nggak kasihan sama Sania?"

Yusuf berdecih. "Kasihan? Emang Abi kasihan sama aku? Kasihan sama Saroh? Nggak, kan?!"

Bani geming.

"Gini ya, Abi... kalaupun Yusuf nggak menghargai atau bahkan nggak menganggap Sania sebagai istri, itu bukan salah Yusuf. Itu salah Abi sama Umi. Kalau aja Abi sama Umi nggak maksa kami menikah, mungkin Sania akan bahagia sama kehidupannya sekarang dan Yusuf hidup baik-baik aja sama Saroh."

"Udah deh, Abi stop ngurusin rumah tangga Yusuf. Satu lagi, jangan berharap setelah pernikahan ini, kalian akan segera menerima cucu, karena sedikit pun Yusuf nggak berniat menyentuh Sania," sambungnya mengancam.

Gemingnya Bani membuat Yusuf memutuskan untuk segera pergi. Namun, perkataan Bani berhasil menahannya. "Abi tahu ini sulit kamu terima. Tapi, kamu juga nggak perlu berlebihan seperti itu ke Sania. Abi nggak nuntut kamu untuk segera punya momongan dari Sania. Abi menyetujui pernikahan kalian, bukan karena Abi nggak menganggap Saroh. Justru Abi nggak mau Umi kamu terus-terusan menyalahkan Saroh."

Kini giliran Yusuf yang geming.

"Sama seperti Saroh, Sania juga perempuan. Abi merasa bersalah memaksa dia untuk menikah dengan kamu dan Abi akan sangat bersalah kalau sampai ternyata kamu tidak memperlakukannya dengan baik dan layak."

"Tapi Yusuf nggak cinta-"

"Cinta? Kamu pikir Sania cinta sama kamu?"

"Kamu pikir Sania mau jadi yang kedua?"

Yusuf bungkam. Ia tampak memikirkan perkataan sang ayah.

"Kamu nggak tahu seperti apa perasaan Sania, kan?"

"Perlakukan Sania dengan layak seperti kamu memperlakukan Saroh. Meskipun, sejatinya perasaan kamu hanya untuk Saroh. Jangan buat Sania iri sama hubunganmu dengan Saroh. Baik buruknya hubungan Saroh dan Sania, kamu yang memegang kendali," ujar Bani memberi wejangan.

***

"Sekarang, coba kamu cerita," pinta Siddiq kepada putrinya.

Siang ini, di ruang tamu, Siddiq, Billa, Saroh dan Nayla sedang berkumpul. Mereka menanyakan apa yang sebenarnya terjadi terkait kehamilan Saroh di mana Saroh sendiri tak menyadari hal itu.

Saroh mengumpulkan keberaniannya untuk bercerita. Mengingat kejadian di malam itu, cukup berat bagi Saroh. "Malam itu setelah Mas Yusuf datang ke rumah ini melamar Saroh, Saroh mengalami mimpi buruk, Um."

"Yang waktu aku nggak jadi menginap di sini, Mbak?" Saroh mengangguk membenarkan.

"Di mimpi Saroh, ada seseorang yang masuk ke kamar Saroh. Suasananya sama persis dan seperti nyata dengan suasana kamar Saroh setiap malam. Lampu redup bahkan di dalam mimpi itu, posisi tidur Saroh sama, nggak berubah."

"Terus? Terus?" Nayla terlihat sangat antusias.

"Dia pakai pakaian serba hitam, Saroh nggak terlalu ingat waktu itu. Tapi, yang jelas, dia pakai topeng."

Menjadikanmu Bidadari (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang