21 - Tamu untuk Yusuf

884 66 6
                                    

"... Sebentar lagi kita kedatangan tamu..."

-Saroh-

***

"Tahun ini penerimaan santriwati As-Siddiq nggak sampai target, Um. Nggak kayak tahun lalu." Siddiq meletakkan tumpukan dokumen ke atas meja kerjanya.

"Beberapa yayasan juga memutus kerja sama dengan kita. Sedangkan, kebutuhan pesantren semakin lama semakin meningkat. Abah ada niatan untuk menjual perkebunan teh kita," ujar Siddiq kemudian duduk di kursi empuknya.

"Tapi Bah, itu sumber penghasilan utama kita," ucap Billa berdiri di depan meja kerja suaminya.

"Mau gimana lagi, Um. InsyaAllah nanti kalau kita ada rejeki lebih, kita beli tanah lagi."

Billa hanya bisa menghela napas menerima keputusan Siddiq.

"Jangan sampai Saroh tahu masalah ini. Abah takut dia akan semakin menyalahkan dirinya sendiri."

***

"Umi, gimana kabarnya, Mas?"

Yusuf menghentikan suapannya. Pertanyaan istrinya, membuat dirinya kembali dihantui oleh permintaan Sayla.

"Umi... Umi baik kok."

"Hubungan kalian baik-baik aja kan, Mas?" Yusuf mengangguk ragu.

"Umi nggak nanyain kabar Saroh?"

Tatapan Yusuf cengo. Jawaban apa yang harus ia berikan?

"I—iya, kapan itu Umi nanyain kabar kamu, kok. Aku jawab baik-baik aja."

Saroh tersenyum senang mendengarnya. "Sepertinya, Umi udah bisa nerima Saroh." Yusuf meringis menanggapi ucapan Saroh yang berbeda jauh dari kenyataan.

-Sepuluh menit kemudian-

"Mau Mas antar ke rumah Abah?" tawar Yusuf sembari mengancingkan lengan kemejanya.

"Saroh jalan kaki aja, Mas."

"Serius, kuat?" Saroh mengangguk yakin.

"Iya udah kalau gitu Mas berangkat, ya," pamit Yusuf menghampiri sang istri yang masih berkutat di dapur.

Yusuf menarik tubuh Saroh ke dalam pelukannya. Dengan senang hati, Saroh membiarkan tubuh sang suami menghangatkannya. Harum wewangian Yusuf begitu semerbak tercium oleh indera penciuman Saroh yang tajam. Kain kemeja Yusuf yang lembut semakin membuat Saroh betah menempelkan pipinya di sana.

"Kamu tahu nggak, apa cita-cita Mas?" tanya Yusuf tiba-tiba.

Saroh mengangkat kepalanya dan mendongak menatap wajah laki-laki yang lebih tinggi darinya. "Ingin jadi hafizh?" tebak Saroh.

"Mm! Mm!" deham Yusuf menggelengkan kepalanya.

"Terus apa?"

"Dulu, cita-cita Mas ingin jadi arsitek. Sekarang, udah beda," jawab Yusuf.

"Sekarang, cita-cita Mas Yusuf apa?"

"Sekarang, cita-cita Mas... Mas ingin sama Saroh terus. Mas ingin, hidup, tua, bahkan sampai mati hanya mencintai satu wanita, yaitu kamu," ujar Yusuf merapikan kerudung sang istri.

Saroh terpana dengan sepasang mata indah yang menatapnya. "Saroh juga."

"Mas sayang sama kamu," ucapnya berbisik lirih.

"Saroh juga sayang sama Mas Yusuf," balas Saroh yang ikut berbisik.

***

Selepas perginya Yusuf, Saroh bersiap menuju rumah orang tuanya. Baru saja ia mengunci pintu, datang sebuah mobil yang kemudian terparkir di halaman.

Menjadikanmu Bidadari (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang