43 - Sapaan Ombak

1.4K 87 6
                                    

"Kamu boleh membenciku, karena aku sendiri telah membenci diri ini mati-matian."

-Sania-

***

Bayangan masa kecilnya bersama Yusuf semakin jelas terlihat di bawah cahaya bulan, di atas sapuan ombak yang melambai padanya.

Sania ingin sekali menghampiri bayangan yang memperlihatkan kenangan indahnya bersama laki-laki yang ia cintai, yang menurutnya, laki-laki itu kini membencinya habis-habisan.

"Mas Yusuf, aku ingin sekali kamu ada di sini..."

"Ada di saat-saat aku seperti ini..."

Sania tersenyum, sedetik kemudian ia tertawa kecil. Menertawai dirinya sendiri.

"Jangan buat aku benar-benar berpikir bahwa kamu nggak pernah melihatku bahkan sampai saat ini..."

"Saat di mana aku merutuki diriku sendiri. Saat di mana aku merasa egois akan perasaan yang aku miliki. Saat di mana aku merasa bersalah telah masuk ke dalam hubungan hangat kamu dan wanita yang sangat kamu cintai."

Sania berhenti. Telapak kakinya ia gerak-gerakan mengacak pasir pantai yang berulang kali tersapu ombak. Indahnya cahaya bulan, terpampang jelas dalam netra yang kosong.

"Mbak Saroh, apa kamu membenciku?"

"Membenciku sebagai perempuan yang kamu minta masuk ke dalam rumah indahmu dengan terpaksa?"

"Atau membenciku sebagai perempuan yang berusaha terlihat baik di depan suamimu?"

"Atau membenciku sebagai perempuan yang berharap mendapatkan perhatian dari suamimu?"

"Atau membenciku sebagai teman yang pada akhirnya membawa luka dalam hidupmu?"

"Atau membenciku sebagai orang yang mengukir lukamu bahkan hingga akhir napasmu?"

Sania lantas menunduk. Bahunya naik-turun diiringi isakan yang terdengar tipis dihantar angin malam.

"Aku minta maaf, Mbak..."

"Aku minta maaf. Maaf untuk segala hal yang menyakitkan, maaf untuk segala kepedihan yang datang karenaku..."

"Kamu boleh membenciku, karena aku sendiri membenci diri ini mati-matian."

Langit semakin menggelap, cahaya bulan pun tertutupi awan pekat yang hendak menurunkan hujan deras malam ini. Kilatan petir mulai terbentuk di atas sana, di bawah lapisan awan yang terasa semakin mendekat.

Ombak laut melambai menyapa perempuan yang masih berdiam dengan kepala yang menunduk. Angin terus bertiup kencang mengantar percikan gerimis ke kulit wajah perempuan itu.

Sania mendongak dengan telapak tangan yang menengadah, memastikan hujan benar turun menemaninya. Ia tersenyum.

Ia memulai dengan langkah kanannya. Sebuah langkah yang perlahan namun penuh keyakinan seolah mendekat ingin membalas sapaan ombak yang sejak tadi menyaksikannya.

Langkah demi langkah, kini membuatnya berada dalam genggaman air laut. Air yang begitu dingin menusuk, mencengkeram kedua betisnya.

Dari kejauhan, sebuah mobil berhenti tanpa sempat lampu mobil mati, seseorang terlihat buru-buru keluar dan bergegas berlari mendatangi Sania yang sudah asyik bermain air laut.

"SANIAAAA!!!!"

Derasnya hujan membuat pandangan laki-laki itu mengabur. Tak peduli, ia terus menambah laju larinya, menerobos butiran air yang terasa perih menyentuh kulit wajah.

"SANIAAA..."

Mohon maaf sebagian cerita dihapus untuk kepentingan penerbitan🙏

***

to be continued...

Menjadikanmu Bidadari (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang