41 - Mati Rasa

1.4K 87 2
                                    

Sejak kembali dari pemakaman, Yusuf berdiam diri di kamar. Ia tak membiarkan seorang pun masuk walau sekadar untuk menyemangatinya. Bagi Yusuf, tak ada yang bisa menjadi penyemangatnya selain Saroh—perempuan yang sudah ia jadikan bidadari dalam hidupnya.

Sedangkan Sania, ia masih berada di pemakaman. Ia menangis di pusara Saroh, rasa bersalahnya amat dalam. Ia bahkan merasa minta maaf saja tak dapat menebus kesalahannya dan keluarganya.

Cukup lama Sania berada di sana, ia pun bangkit. Ada seseorang yang harus ia temui. Dengan berjalan kaki, ia pun sampai di tempat tujuan. Rutan—tempat ayahnya ditahan.

Sania masuk dan duduk pada salah satu kursi dari dua kursi yang telah disiapkan di sebuah ruangan kecil. Sania mengatur napasnya, ia mempersiapkan diri untuk bertemu dengan sang ayah.

Pintu dari arah lain pun dibuka. Masuk lah Faisal dari sana. Sania bangkit menyambut kedatangan sang ayah. Faisal tersenyum tipis pada putrinya. Ia melangkah mendekat, namun spontan Sania menghindar.

"Aku dari makamnya Mbak Saroh," lapor Sania, belum apa-apa wajahnya sudah memerah. "Aku cuma bisa minta maaf ke Mbak Saroh. Nggak ada yang bisa aku lakukan selain minta maaf," lanjutnya.

Faisal hanya diam, ia tak tahu harus berkata apa.

Sania menatap sang ayah dengan pandangan yang sudah kabur akibat genangan air di matanya. "Ayah sudah minta maaf sama Mbak Saroh?"

"Ayah sadar, kan sama apa yang Ayah lakukan?" Sania menggigit bibir bawahnya gemetar.

"Selama ini di mataku... Ayah adalah sosok yang hebat. Tapi, kenapa Ayah seperti ini?"

"Ini semua demi kamu-"

"Aku nggak minta, Yah. Aku nggak minta!" potong Sania menggeleng.

Faisal geming.

"Aku... hanyalah seorang pembunuh. Di mata laki-laki yang aku cintai, aku adalah seorang pembunuh..." Sania terisak, ia sudah mati rasa.

Faisal menunduk, rasa bersalah mulai menghampirinya.

"Mengetahui kenyataan bahwa Mas Yusuf tidak akan mungkin membalas perasaanku, itu sudah cukup menyiksa, Yah..."

"Sekarang, perbuatan Ayah semakin menyiksaku... dan Ayah masih bilang itu semua demi aku?" Sania menggeleng tak habis pikir.

"Mbak Saroh... dia perempuan baik..." Bibir Sania gemetar begitu menyebut nama Saroh, "dia jauh lebih dari aku..." lanjutnya sesak.

Faisal terus menunduk, ia tak berani menatap putrinya.

"Jadi, janin yang pernah ada di rahim Mbak Saroh... adalah hasil perbuatan kotor Ayah?" Sania geleng-geleng kepala tak percaya.

"Sania nggak nyangka Ayah ternyata sekotor ini. Lebih kotor dari Sania yang menjadi lalat dalam hubungan mereka..."

Faisal mengangkat kepalanya. "Jangan sebut dirimu seperti itu San-""

"TERUS APA, AYAH? PEMBUNUH?!"

Faisal tak membenarkan ucapan putrinya. "Ayah yang pembunuh, bukan kamu-"

"TAPI DI MATA MAS YUSUF, SANIA YANG PEMBUNUH!"

***
M

ohon maaf sebagian cerita dihapus untuk kepentingan penerbitan🙏

***

to be continued...

Menjadikanmu Bidadari (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang