32 - Kesalahan Satu Malam

893 68 0
                                    

"Mbak Saroh yang mulai!"

-Sania-

***

Setelah menunaikan shalat subuh, Yusuf langsung berpamitan pada Sania untuk pulang. Sejak malam, ia terus kepikiran Saroh. Ia tidak bisa tidur nyenyak.

Ceklek!

"Assallamu'alaikum..." ucap Yusuf begitu memasuki rumah.

Tak ada jawaban. Yusuf pergi mencari Saroh di setiap ruang, ia pun menemukan Saroh sedang duduk melipat tangan di atas meja makan.

"Kok salamku nggak dijawab?" tanya Yusuf berlalu menuju dispenser untuk mengambil air minum.

"Dari mana?" tanya Saroh ketus.

Yusuf sempat diam karena mendapat tatapan tajam dari Saroh. "Dari rumah Sania."

"Kok nggak bilang? Kok nggak pamit?"

Yusuf meletakkan gelasnya di atas meja dan duduk berseberangan dengan sang istri. "Kamu marah sama aku?"

"Aku cuma tanya, kenapa nggak bilang? Kenapa nggak pamit?"

"Kamu udah tidur-"

"Emang kenapa kalau aku udah tidur?"

"Mmm... aku sungkan-"

"Sungkan?! Kenapa sungkan? Aku ini istri kamu, Mas," sungut Saroh menunjuk dirinya sendiri memotong kalimat Yusuf. "Kamu ngapain aja di sana?" lanjutnya kembali mengintrogasi.

"Kok kamu tanya gitu?"

"Emang kenapa kalau aku tanya gitu? Salah?!"

Yusuf cengo menatap Saroh, tak mengerti dengan sikapnya pagi ini.

"Emang semalam kamu ngapain aja sama Sania? Tidur sama dia-"

"Saroh! Nggak pantas kamu tanya kayak gitu. Sania istri aku-"

"Aku juga istri kamu, Mas!" teriak Saroh membuat Yusuf bungkam saat itu juga. "Apa sih susahnya bangunin aku terus pamit kalau mau tidur di rumah Sania? Apa susahnya?!"

"Kamu ini kenapa sih, Saroh?"

"Kamu yang kenapa?!" sentak Saroh bangkit dari duduknya. "Kok kamu tega ninggalin aku sendirian di rumah gitu aja? Nggak bilang, nggak pamit. Tahu-tahu pulang habis subuh!"

Yusuf memejamkan matanya, ia mengambil napas dalam dan membuangnya kasar.

"Gini ya, Saroh... semalam aku nggak tidur satu ranjang, bahkan satu kamar sama Sania. Jadi, tolong jangan mempermasalahkan-"

"Aku nggak mempermasalahkan itu, Mas!"

"Ya terus apa, Saroh?! Ini masih pagi, kenapa kamu udah ngajak ribut sih?! Cuma masalah sepele juga-"

"Sepele kamu bilang? Sepele?!" Yusuf diam untuk kesekian kalinya.

"Pintu rumah nggak kamu kunci! Semua jendela belum kamu tutup! Pintu belakang juga masih kebuka lebar! Dan aku baru sadar begitu aku mau ambil wudhu."

Yusuf kalah telak. Kini, ia benar-benar bungkam seribu bahasa.

"Kamu nggak mikirin aku?"

"Saroh..."

"Gimana kalau semalam ada orang jahat masuk ke dalam rumah, Mas?"

"Gimana kalau semalam ada orang bejat yang berniat memperkosa aku untuk kedua kalinya, Mas?"

"Kamu mikir itu, nggak? Nggak, kan!"

Rahang Yusuf mengeras. Ia benar-benar merasa bersalah sekarang.

"Kamu mau menginap di rumah Sania, mau tidur sama dia, mau berhari-hari tinggal di rumahnya, silakan! Aku nggak peduli, karena bukan itu yang aku permasalahin."

"Iya, Saroh. Mas minta maaf..."

"Kamu tahu kan aku lagi hamil?"

Yusuf yang baru ingat pun menurunkan pandangannya pada perut sang istri.

"Terus gimana kalau terjadi sesuatu padaku, Mas? Gimana kalau beneran ada orang bejat yang perkosa aku? Gimana? Kamu mikir, nggak?" Saroh kembali mengingat mimpi buruknya. "Aku takut... aku takut kalau semuanya kembali terjadi...," isak Saroh menangkupkan kedua tangannya di wajahnya.

Yusuf lantas melangkah untuk menghampiri dan berniat menenangkan Saroh. Namun, Saroh menghindar. Ia kecewa dengan Yusuf.

***

"Sania!"

Obrolan Sania dan Dairya terhenti begitu seseorang berteriak memanggil namanya.

"Mbak Saroh?" beo Sania melihat Saroh yang berjalan menghampirinya.

"Saya duluan, Ust," pamit Dairya melenggang pergi.

"Mbak Saroh kok udah-"

"Mas Yusuf semalam tidur di rumah kamu?"

Sempat diam, Sania pun mengangguk membenarkan.

"Kok nggak bilang?"

"Emang Mas Yusuf nggak pamit Mbak Saroh-"

"Nggak."

Sania tersentak dengan jawaban ketus Saroh.

"Kamu yang minta Mas Yusuf bermalam di rumah kamu?" Sania tak menjawab.

"Jujur aja, nggak apa-apa." Sania akhirnya mengangguk mengiyakan.

"Terus kenapa nggak ngasih kabar ke aku?"

"Emang perlu banget aku kasih tahu Mbak Saroh setiap Mas Yusuf di tempatku-"

"Perlu!" jawab Saroh cepat tak memberikan Sania waktu untuk menyelesaikan kalimatnya. "Kalau ada apa-apa itu kabari aku. Mas Yusuf suami aku, Sania-"

"Mas Yusuf juga suami aku, Mbak!" potong Sania, nadanya meninggi.

Saroh geming setelah mendengar nada tinggi Sania.

"Cuma semalam, Mbak! Lagipula, aku sama Mas Yusuf juga nggak satu kamar. Apa yang perlu Mbak Saroh khawatirkan kalau dibandingkan dengan aku yang membiarkan Mas Yusuf setiap hari tinggal di rumah Mbak Saroh?"

"Kamu iri?'

"Iya! Aku iri!" Saroh kicep. Ia tak menyangka Sania akan lebih brutal darinya.

"Aku nggak pernah ya mempermasalahkan Mas Yusuf yang selalu memprioritaskan Mbak Saroh. Tapi, kenapa baru semalam Mas Yusuf menginap di rumahku, Mbak Saroh bisa semarah ini? Setakut itu Mbak Saroh kehilangan Mas Yusuf?"

Saroh tak menjawab.

Sania tersenyum kecut dan berdecih. "Oh, jadi Mbak Saroh jauh-jauh kemari cuma buat memastikan kenapa aku nggak bilang ke Mbak Saroh kalau Mas Yusuf menginap di rumahku?"

Saroh masih diam. Ia enggan menjawab dan menjelaskan maksud sebenarnya.

"Tenang, Mbak. Nggak usah khawatir. Aku nggak akan merebut Mas Yusuf dari Mbak Saroh, kok. Lagipula, di sini yang jadi ratu kan, Mbak Saroh."

"Saroh! Sania! Kalian ini apa-apaan, sih?!" Saroh dan Sania menoleh pada sumber suara yang datang menghampiri. Itu Yusuf, suami mereka. "Banyak orang yang lihat!"

Saroh dan Sania lantas mengedarkan pandangannya. Benar saja, banyak mata yang kini menelisik mengamati mereka.

"Kamu juga, Sania! Kenapa ngomelin Saroh di depan banyak orang? Kamu mau mempermalukan Saroh?" tanya Yusuf menyudutkan istri keduanya itu.

"Mas," lirih Saroh meminta Yusuf agar tidak memarahi Sania.

"Saroh lagi hamil, Sania. Nggak seharusnya kamu omelin dia di tempat umum."

"Aku yang salah? Aku lagi yang harus ngalah?!" Sania menunjuk dirinya. "Toh, Mas Yusuf sekarang juga ngomelin aku di tempat umum," lanjutnya tak mau disalahkan.

"Mbak Saroh yang mulai!" tuntas Sania menunjuk perempuan yang berdiri di sebelah Yusuf kemudian melenggang pergi dari hadapan Yusuf dan Saroh.

***

to be continued...

Menjadikanmu Bidadari (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang