36 - Roti Gulung Kayu Manis

916 72 0
                                    

"Lebih baik Sania menjanda, daripada menjadi madu yang nggak pernah dipandang manis oleh suami sendiri..."

-Sania-

***

Tiga bulan berlalu dan Yusuf menghabiskan waktu itu untuk tinggal bersama Saroh, menjaga wanitanya sebaik mungkin. Sesuai saran dokter, Yusuf benar-benar memperhatikan Saroh.

Sedangkan Sania, ia kembali tinggal bersama Azim sejak pertikaiannya dengan Yusuf. Ia juga memilih untuk meninggalkan rumah pemberian Yusuf.

"Abi, Umi... Sania ingin bercerai."

Deg!

Semua terkejut dengan ucapan Sania yang tiba-tiba itu. Bahkan, Azim yang sudah tahu niat Sania ikut terkejut tak menyangka adiknya akan langsung ke inti pembicaraan.

"Sania, Umi nggak salah dengar kan?" tanya Sayla lirih, memastikan.

"Sania udah nggak kuat, Umi, Abi. Sudah tiga bulan ini, Sania nggak tegur sapa sama Mas Yusuf juga Mbak Saroh. Tiga bulan ini juga, Mas Yusuf nggak berusaha menemui Sania."

"Tapi hal seperti itu nggak bisa jadi alasan kamu untuk ingin bercerai dengan Yusuf, Sania," kata Bani menanggapi.

"Mas Yusuf pasti juga ingin bercerai, Abi. Mbak Saroh aja yang melarang Mas Yusuf menceraikan Sania atas dasar kasihan."

"Kamu masih muda, Sania. Kamu nggak keberatan?"

Sania menggeleng. "Lebih baik Sania menjanda, daripada menjadi madu yang nggak pernah dipandang manis oleh suami sendiri," tuntasnya.

***

Setelah selesai bersiap-siap, Saroh bergegas mengajak Yusuf mengunjungi Sania di rumah Azim.

Tok... Tok... Tok...

"Assallamu'alaikum, Sania..." panggil Saroh setengah berteriak.

Tok... Tok... Tok...

"Keluar mungkin," ujar Yusuf begitu tak kunjung mendapat sautan dari dalam.

Saroh menghela, ia sedikit kecewa dengan tidak adanya Sania di rumah.

"Kalian ngapain ke sini?" tanya Azim pada tamu yang berdiri di depan rumahnya.

Bukannya menjawab, Yusuf justru menatap kosong istri keduanya yang berdiri di sebelah Azim. Sedangkan Sania memalingkan wajahnya.

"Aku masuk dulu, Bang," pamit Sania melangkah masuk ke dalam melewati Yusuf dan Saroh begitu saja tanpa menyapa atau melirik mereka.

"Sania," panggil Saroh lirih namun diabaikan oleh sang pemilik nama.

"Aku sama Sania baru aja pulang dari rumah orang tua kamu."

Yusuf mendongak begitu mendengar pernyataan kakak iparnya.

"Besok aku akan antar Sania ke Surabaya, pulang ke rumah Ayah."

"Pulang ke Surabaya? Kok Bang Azim nggak bilang atau diskusi dulu sama aku?"

Tak menjawab, Azim masuk ke dalam rumah, Yusuf mengekor di belakangnya.

"Nggak bisa gitu dong, Bang. Aku suami Sania, harusnya Bang Azim bicara dulu sama aku."

Azim mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu. "Kamu peduli apa sama Sania?"

"Bukan gitu, Bang. Seharusnya Bang Azim menghargai aku sebagai suami adik Abang-"

"Kamu minta dihargai sebagai suami adikku? Tapi, kamu sendiri nggak pernah menghargai adik aku sebagai istri kamu," sarkas Azim membantah kalimat Yusuf.

Menjadikanmu Bidadari (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang