37

16.7K 1.5K 59
                                    

Nanda mencoba mengajak papanya bicara, dia masuk ke dalam kamar Aron.

Nanda bisa melihat punggung Aron bergetar tanda dia tengah menangis.
"Pa.." panggil Nanda pelan.

Aron terlihat buru-buru mengusap wajahnya.
"Iya, kenapa nak ?" Jawab Aron.

Nanda berjalan kearah Aron lalu duduk di dekat kaki Aron, Nanda menyandarkan kepalanya di paha Aron, dia bisa melihat kedua mata Aron merah.

Nanda tersenyum kecil.
"Papa tau, aku mungkin kelihatan cuek dan nggak perduli dengan urusan papa.. aku terkesan nggak mau tau tapi sejujurnya aku diam-diam mau papa bahagia, luka masa lalu nggak akan bisa sembuh tapi setidaknya papa bisa dapat obatnya"

"Terima kasih sayang" Aron mengusap pelan rambut Nanda.

"Maksud dari kata-kata ku..." Nanda menahan tangan Aron.
" ...kalau papa udah nemuin obat itu, jangan coba-coba menggantinya atau lukanya papa nggak bakal bisa sembuh bahkan makin parah"

"Nanda.. "

Nanda menggenggam kedua tangan Aron.
"Aku belum dewasa, aku pun nggak tau apa yang udah terjadi tapi sebagai anak.. aku mau papa bahagia apapun keputusan yang papa ambil, itu aja.. istirahat ya pa"

Nanda menepuk-nepuk pelan punggung tangan Aron lalu berjalan keluar dari kamar Aron.

Saat pintu kamarnya di tutup, Aron langsung meremas rambutnya mencoba menahan perasaan sesak di dada. Dia tidak tau harus berbuat apa, di satu sisi dia harus melindungi Delvin di satu sisi pun dia sangat ingin bersama Delvin.

"Papa pun ingin bahagia Nanda.. sangat ingin bahagia" gumam Aron.

.
.

Besoknya, Tyson mengajak Aron bicara berdua. Tyson meminta Aron ikut bersamanya setelah pulang kerja.

Awalnya Aron menolak karena dia harus di rumah bersama anaknya, dia  sudah biasa memasak dan makan bersama putrinya.

Tapi lagi-lagi Tyson mengancam Aron, dia mengancam akan menyebarkan isi chat juga video tersebut.

Mau tidak mau Aron akhirnya bersedia ikut bersama Tyson setelah menyelesaikan semua pekerjaan, mereka berdua pergi ke apartemen Tyson.

Keduanya naik ke lantai 5, saat pintu lift terbuka. Aron dan Tyson bisa melihat Delvin berdiri di depan lift menatap mereka berdua.

"Delvin.." Aron cukup terkejut melihat pria muda ini nekad menemui Tyson.

"Sudah ku duga kalian memang pergi kemari" ujar Delvin.

Aron menyentuh lengan Tyson.
"Le-lebih baik kita pergi" Aron menarik tangan Tyson keluar dari lift, mereka berjalan melewati Delvin.

"Apa ini serius om ? Jadi om beneran milih kak Tyson ?" Tanya Delvin.

Tyson berbalik menatap Delvin.
"Kamu lihat sendiri kan ? Aku nggak maksa.. dia sendiri yang narik aku" ujar Tyson.

Delvin mengepalkan kedua tangannya.
"Aku nggak nanya kakak, aku nanya om Aron"

Aron kembali menarik lengan Tyson.
"Ayo ke apartemen mu.. sebelah mana ?" Ujar Aron.

"Om Aron !!" Delvin menarik tangan Aron.
"Aku mau kejelasan ! Tatap mata ku trus ngomong om nggak suka aku !"

Aron menepis tangan Delvin.
"Pak Tyson .. ayo, sebelah mana ?" Aron berjalan cepat, dia menarik Tyson ikut bersamanya.

Tyson menunjuk salah satu pintu apartemen, mereka pergi ke arah tunjukan tangan Tyson.

"Buka pintunya" ujar Aron.

"Hm, sebentar ya" Tyson mengeluarkan kartu dari saku celananya, saat dia menempelkan kartu tadi pada kunci pintu saat itu pula Delvin merebut kartunya lalu menarik Aron masuk ke dalam apartemen Tyson.

"Hei !! Delvin !! Apa-apaan ini ?! Hei !!" Tyson menggedor-gedor pintu apartemen dengan raut wajah kesal.

Di dalam apartemen, Aron berusaha merebut kartu itu dari tangan Delvin.
"Delvin, balikin kartu pak Tyson.. jangan gini !"

Grep!
Delvin meremas kedua tangan Aron lalu memojokkan Aron di sudut pintu.

Delvin menatap mata Aron lekat.
"Silahkan ngomong kalau om nggak suka aku.. kasih tau kalau om nggak mau lihat wajah ini lagi.. aku akan dengar semuanya tapi.. " Delvin menyentuh bibir Aron.

" ...aku percaya semua kata-kata yang keluar itu bukan dari hati om, karena.. " Delvin menunjuk dahi lalu turun ke dada Aron.

" ..sejak awal, dua tempat ini sudah terisi nama ku"

Mata Aron berkaca-kaca, dia menundukkan kepalanya lalu mendorong dada Delvin.
"Delvin.. please.. jangan ngomong lagi"

"Kenapa om ? Karena itu benar kan .. kata-kata ku nggak salah"

"Delvin.. kamu nggak ngerti situasi saat ini !"

"Aku ngerti" jawab Delvin.

"Kamu nggak ngerti !!" Aron memukul pelan dada Delvin tapi langsung di tahan oleh Delvin, dia mendekat kemudian mengecup pelan dahi Aron.

"Aku ngerti om, apapun yang terjadi aku sayang sama om" kata Delvin dengan suara lembutnya yang berhasil membuat buliran bening keluar membasahi kedua pipi Aron.

.
.

Bersambung ...

Berondongnya Papa (Tamat BL21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang