40 (ali sebentar lagi menikah)

639 47 0
                                    

Di rumah Wiwit, mereka semua sedang asyik bermain PS bersama. Suasana ramai dengan tawa dan suara ejekan kecil di antara mereka. Tiba-tiba Ali datang menyusul, wajahnya terlihat kesal dan penuh beban.

"Ah, batal aja deh pernikahannya! Bikin jengkel aja!" keluh Ali sambil menjatuhkan dirinya ke sofa.

"Katanya mau jadi anak berbakti sama ortu," celetuk Fahri tanpa mengalihkan pandangan dari layar TV.

"Calon istriku nyebelin banget tahu!" balas Ali dengan wajah ditekuk.

"Ngatur lu terus ya?" tanya Putra memastikan, sambil mencuri kesempatan untuk menyerang karakter PS lawannya.

"Iya, nyebelin banget!" keluh Ali lebih keras.

Danel, yang biasanya cuek, akhirnya ikut angkat bicara. "Bicarakan itu sama ortu lu. Kalau pernikahan ini cuma biar lu nggak manja lagi, kayaknya ada yang salah deh."

Ali terdiam, mendengar dengan serius.

"Dewasa itu nggak bisa dipaksa, Li. Itu tumbuh sendiri, tergantung situasi dan pengalaman. Lagipula, ibu lu manja sama lu karena lu anak satu-satunya, itu wajar. Tapi nggak berarti lu harus nikah buru-buru," lanjut Danel sambil tetap fokus pada gamenya.

"Ayahku bilang aku harus nikah muda biar ada yang jagain aku. Tapi aku nggak ngerti maksudnya," ujar Ali sambil menggaruk kepala.

Fahri melirik sekilas. "Bukannya kebalik? Harusnya lu yang jagain istri lu."

Ali mengangguk pelan. "Mungkin maksud ayahku biar aku bisa bertanggung jawab dan nggak manja lagi."

"Tujuan ortu lu baik, tapi kalau lu belum siap, mendingan nggak usah. Pernikahan yang dipaksakan bakal jadi masalah ke depannya," saran Fahri tegas.

"Apalagi kalau calon istri lu sering ke klub malam," tambah Fahri dengan santai, membuat semua mata langsung melirik ke arah Ali.

"Eh, seriusan?!" Santo terkejut, refleks menjeda gamenya.

Ali mengangguk pelan. "Dia anak broken home. Jadi, tiap malam dia pergi ke sana buat melepaskan stres."

"Ibunya pengen dia punya calon suami yang baik dan ngerti agama," tambah Ali, suaranya terdengar lelah.

Fahri menyeringai. "Ya udah, lanjut aja. Nikah, Li."

"Oi, kasihan Ali!" protes Wiwit, menatap Fahri dengan kesal.

Fahri menarik napas panjang. "Dengar ya, kalau wanita itu dihancurkan keluarganya, tugas kita sebagai pria adalah menjadikannya ratu."

Ali terdiam, terkejut dengan pernyataan Fahri.

"Kau beruntung, Li," ujar Fahri sambil menatap langit-langit kamar Wiwit.

"Beruntung? Maksud kamu?" tanya Ali bingung.

"Kau punya kesempatan untuk membimbing istrimu. Jadikan dia wanita muslimah yang taat. Kalau kau berhasil, surga bakal menyambutmu," ujar Fahri serius, membuat suasana hening sesaat.

Danel menambahkan, "Ucapan Fahri bener. Kita nggak boleh jadi pria brengsek."

"Tapi kenapa kita malah jadi sadboy terus ya?" keluh Santo sambil tertawa kecil.

"Aman sih gue, cuma hobi nikung aja," ujar Putra santai.

"Nikung kok bangga!" ledek Ridho.

"Biarin, daripada lu gamon sampai sekarang!" balas Putra, menyeringai lebar.

Tiba-tiba terdengar suara dari luar. "Kenzo!" panggil ibu Wiwit, Tania Putri.

"Sebentar, Mah!" jawab Wiwit cepat.

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang