Pagi sekali Amara sudah terbangun dari tidurnya. Tanpa ada kehadiran suami di sampingnya dan hal itu tak membuat Amara bersedih. Tujuannya sekarang adalah menarik perhatian Anta yang berstatus sebagai anaknya. Sulit memang menaklukkan Anta yang terkesan dingin dan cuek padahal umurnya masih tujuh tahun.
Selesai membersihkan tubuhnya dia langsung turun kebawah untuk membuat bekal. Karena yang dia tahu dari Nana adalah setelah pulang sekolah Anta akan langsung pergi les, maka dari itu Amara berinisiatif untuk membuat bekal untuk dibawa Anta kesekolah.
"Nana makanan kesukaan Anta itu apa aja?" Tanya Amara yang tengah mengiris bawang merah.
"Den Anta nggak pilih-pilih soal makanan nyonya, semua yang dimasak maka itulah yang den Anta makan" Jelas Nana.
Amara mengangguk mengerti semua ucapan Nana "kamu kayak hafal banget sama semua kesukaan Anta"
"Saya sudah lama bekerja disini nyonya"
"Yasudah nyonya kalau begitu saya izin untuk melihat den Anta apa sudah selesai"
"Eh Nana, biar saya saja yang nyusul Anta keatas. Kamu bisa kan lanjutin ini?" Nana menghentikan langkahnya saat suara nyonyanya terdengar.
Nana membalas dengan anggukan "boleh nyonya, silakan" Akhirnya Nana mengambil alih memasak nasi goreng didapur sedangkan Amara menyusul Anta di kamarnya.
Amara dengan semyuman lebar saat membaca sebuah nama yang tertempel pada pintu kamar Anta, disana tertulis 'Ananta Dewantara' lalu tanpa menunggu lama dia mengetuk pintu kamar itu. Beberapa kali ketukan dia tak mendapat respon apa-apa. Untuk ketukan selanjutnya dapat Amara dengan suara kecil Anta dari dalam.
"Iya Nana sebentar! Anta lagi masukin alat tulis ke dalam tas!" Teriak Anta dari dalam kamar. Pasti dia mengira kalau yang mengetuk pintu kamarnya adalah Nana.
Cekleh
Pintu terbuka menampakkan Anta dengan tas yang dipeluk didepan dadanya "ayo Nana kita turun" Tanpa melihat siapa orang yang berada didepannya Anta langsung saja menggandeng tangan orang itu.
Senyum Amara semakin lebar saat tangan mungil Anta menggenggam tangannya hingga tiba-tiba Anta melepas tangan Amara dengan kasar tak lupa tatapan tajam yang dilayangkan kepada Amara.
"Tante ngapain disini? Nana mana? Nana! Kamu dimana?" Panggil Anta.
"Nana dibawah lagi nyiapin sarapan buat Anta, jadi Anta turun sama tante aja ya"
"Nggak!" Tolak Anta cepat dan langsung meninggalkan Amara disana tak lupa anak kecil itu terus menyerukan nama pengasuhnya itu.
Amara menatap tangannya miris. Apakah sangat sulit? Padahal dia sudah berusaha melakukan yang terbaik.
"Ayo Amara! Lo nggak boleh nyerah ditengah jalan, lo harus buat anak mas Dud deket sama lo. Kalau anaknya udah deket bapaknya juga bakalan deket sendiri" Ucap Amara menyemangati dirinya sendiri.
Kembali dimeja makan Anta dengan wajah cemberutnya menatap kearah Nana "kenapa bukan Nana yang nyamperin Anta keatas? Kenapa harus tante itu? Nana udah nggak mau nemenin Anta lagi?" Pertanyaan betuntut dari Anta membuat Nana mengeruk tengkuknya yang tak gatal.
"Den Anta, tadi Nana lagi masak buat sarapan aden sama nyonya. Jadi Nana nggak sempet nyamperin aden diatas, yaudah Nana minta bantuan sama nyonya buat samperin aden keatas"
"Pokoknya besok harus Nana yang nyamperin Anta keatas. Jangan tante itu"
"Iya besok Nana yang nyemperin Anta keatas, sekarang Anta makan ya, takutnya nanti malah telat lagi"
Akhirnya mereka memulai acara sarapannya bertiga. Tadi Amara menyuruh untuk Nana ikutan makan bersama mereka disini. Sempat menolak memang namun karena paksaan Amara akhirnya Nana hanya dapat mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Mas Duda [End]
Fantasy"Gue dimana sih? Kamar siapa lagi ini? Kalau kamar gue bukan kayak gini" "Ini lagi pada kenapa sama tubuh gue, mana nyeri lagi, kepala gue juga pening banget" "Apa gue diculik sugar daddy ya?" Kemudian menggeleng kuat "berharap banget gue diculik s...