[13] kemarahan Arkan

42.2K 3K 35
                                    

Amarah diseret menuju mobil milik Arkan. Tanpa ada niatan melawan Amara terus mengimbangi langkah arkan yang cepat dan lebar. Akan tetapi dirinya merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi dan dia tak tahu apa itu.

"Mas Dud, kita mau kemana sih? kasihan Anta sendirian di sini" Amara mencoba untuk melepaskan cekalan tangan Arkan pada pergelangan tangannya. Dia baru ingat kalau Anta sendirian dirumah sakit.

"Diam Amara!" Bentak Arkan dia tak dapat lagi menahan amarahnya.

Amara terdiam karena bentakan dari Arkan. apalagi Arkan sampai menyebut namanya. Tak terasa satu tetes air mata mulai keluar dari pelupuk mata amarah, lalu dengan buru-buru dia menghapusnya.

Tanpa mendengar rintihan Amara Arkan langsung menariknya masuk ke dalam mobil. Mobil yang dikendarai oleh Arkan melaju dengan cepat membelah jalanan yang tidak terlalu padat oleh kendaraan.

Selama perjalanan tak ada sedikitpun obrolan yang terjadi antara keduanya. Amara melirik takut-takut kearah Arkan, mengapa Arkan marah padanya? Apa karena Anta masuk rumah sakit? Tapi dirinya tak tahu kenapa Arkan bisa marah padanya padahal dirinya juga tidak tahu kenapa Anta bisa alergi.

Mobil Arkan masuk kedalam sebuah gedung bertingkat yang seperti sebuah apartemen. Amara tak tahu kenapa Arkan membawanya kesini yang jelas dirinya merasa sedikit takut, apalagi aura yang dikeluarkan oleh Arkan tak biasa membuat bulu kuduk nya berdiri karena ditatap.

"Mas Dud kita ngapain kesini? Kita balik aja yuk, kasian Anta dirumah sakit. Siapa tahu Anta lagi nyariin Mas Dud sama aku" Ajak Amara yang sama sekali tak mendapat balasan dari Arkan.

Sama hal seperti tadi Arkan kembali menyeretnya menuju lift, jika tadi Arkan sedikit kasar menariknya kini mulai lembut. Mungkin karena disini ada beberapa orang yang berlalu lalang jadi membuat Arkan tak bisa berbuat kasar padanya.

Arkan membuka sebuah pintu unit apartemen miliknya menarik Amara masuk kedalamnya. Tanpa rasa kasihan Arkan menghempaskan Amara ke lantai membuat Amara sedikit meringis saat bokongnya menyentuh lantai yang terasa sedikit keras.

"Mas Dud kenapa jadi kasar gini sih, sebenarnya salah aku apa? Sampai Mas Dud perlakuin aku kayak gini" Ucap Amara menatap Arkan dengan wajah yang perlahan basah dengan air mata.

Arkan menatap dingin kearah Amara "kamu tanya apa salah kamu? Karena nasi goreng sialan itu, Anta masuk rumah sakit! Kalau bukan karena kamu siapa lagi, hah?" Tunjuk Arkan tepat diwajah Amara

Sumpah, Amara tak tahu kalau Anta alergi terhadap udang. Dia kira Anta akan makan semua makanan yang dirinya masak sesuai ucapan Nana waktu itu.

"Tapi aku nggak tau kalau Anta alergi sama udang. Aku minta maaf, aku minta maaf karena udah bikin Anta masuk rumah sakit gara-gara makanan aku" Sesal Amara mencoba meraih tangan Arkan tapi malah dihempas oleh Arkan.

"Apa dengan kata maaf yang keluar dari mulut kamu dapat membuat anak saya kembali seperti semula?" Tanya Arkan penuh penekanan.

"Seharusnya kamu bertanya terlebih dahulu pada Nana apa saja yang bisa dimakan oleh Anta dan apa yang tidak bisa dimakan oleh Anta"

"Ta-tapi Nana bilang Anta akan makan apapun yang dimasak, tanpa pilih-pilih makanan"

Arkan tersenyum sinis "bukankah kamu ingin menjadi ibu untuk Anta? Seharusnya kamu juga harus tau semua hal tentang Anta, bagaimana bisa Anta bisa menerimamu sebagai ibunya kalau kamu saja tak tahu apa-apa tentangnya"

Untuk kali ini Amara tak dapat menerima kata-kata Arkan. Iya dia memang ingin menjadi ibu sambung bagi Anta tapi apa sampai seperti ini.  Bahkan ini baru berjalan beberapa waktu dan Amara harus bisa mengetahui setiap detail dari Anta. Itu bukan hal yang yang mudah bagi dirinya. Karena bukan cuma Anta yang harus dia tau setiap detailnya tapi juga Arkan. Amara sebagai istri Arkan tentunya harus tau setiap hal tentang Arkan, bukankah ia butuh waktu untuk itu.

Amara bangun lalu berdiri di depan Arkan. Tangannya bergerak menghapus air kata yang mengalir pada pipinya.

"Iya, aku tahu kalau aku itu ibu sambung Anta. Aku butuh waktu buat tau setiap hal tentang kalian, aku butuh waktu" Lirih Amara diakhir kalimatnya.

"Aku nggak bisa langsung dekat sama Anta, disaat dia terus nutup diri sama aku, dia selalu berusaha ngehindarin aku, aku nggak pernah permasalahin kalau Anta nggak manggil aku mama, karena aku tahu Anta pasti susah buat nerima orang baru dalam hidupnya"

"Tapi aku mohon, kasih aku waktu buat belajar semua hal tentang kalian"

Arkan bungkam, tak tahu apa yang harus dia ucapkan lagi. Amara benar, Anta tak mudah untuk didekati. Walaupun dirinya memaksa Anta tak akan pernah mau.

Tanpa sepatah kata pun Arkan berbalik meninggalkan Amara yang masih berdiri sambil terisak. Tak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang kecuali kembali kerumah sakit untuk menjaga Anta.

Melihat kepergian Arkan tubuh Amara merosot kebawah lalu menyandarkan punggungnya pada sofa.

"Hiks, Mami Amara nggak mau kayak gini. Amara mau pulang, ngumpul lagi bareng Mami, Papi, Refan. A-amara nggak tau gimana caranya ngadepin ini semua, Amara lemah" Isak Amara.

"Gimana caranya gue bisa tau semua hal tentang mereka disaat gue baru beberapa waktu ada dihidup mereka? Gue nggak sepintar itu buat hadapi semua ini sendiri, gue masih remaja ditubuh gue dulu dimana waktu yang seharusnya gue habisin buat senang-senang tapi sekarang? Gue harus belajar jadi seorang ibu yang baik tapi suami gue aja nggak ngasih gue waktu buat belajar semua hal itu"

"Gue pusing sama semua ini!"

Amara bangun kemudian melangkah menuju salah satu kamar yang ada disana. Kamar yang akan dia jadikan tempat untuk menumpahkan segala keluh kesah dalam hatinya, kamar yang akan menjadi saksi bagaimana tangisan Amara.

"Hiks, hiks terakhir kalinya kasih tau gue gimana caranya buat pulang? Gue pengen pulang!"

Tangisan Amara berlanjut sampai dirinya benar-benar terlelap karena kelelahan menangis.

Sedangkan diluar pintu apartemen milik Arkan terbuka menampakkan seseorang dengan balutan kaos hitam dan celana selutut berjalan masuk kedalam sana. Langkah orang itu nampak menuju dapur, beberapa waktu dihabiskan orang itu untuk membuat makanan dan entah makanan apa yanh dia masak.

Setelah selesai dia membawa piring itu menuju meja makan menutupnya menggunakan tudung saji lalu menulis sesuatu pada secarik kertas yang dia taruh diatas meja.

"Sekarang gue tahu gimana kesiksanya lo disini dan sebisa mungkin gue bakalan bantu lo"

Orang itu kembali keluar dari apartemen itu meninggalkan Amara yang masih tertidur didalam kamarnya.

•••••

Amara mengerjapkan matanya beberapa kali. Terasa sekali kalau matanya sedikit berat tapi sebisa mungkin dia berusaha untuk bengun karena merasa perutnya mulai keroncongan.

Langkahnya menyusuri lantai hingga sampai kedapur saat dirinya melewati meja makan dia melihat secarik kertas yang berada diatas meja lalu mengambilnya.

Dimakan! Gue udah capek masakin buat lo. Kalau udah makan lanjut tidur lagi atau nggak langsung mandi

Sudut bibir Amara tertarik keatas saat membaca tulisan dikertas putih itu. Walaupun tak tahu siapa yang menulisnya tapi Amara merasa senang karena dirinya bisa langsung makan tanpa harus memasak lagi.

"Buat lo siapapun yang nyiapin gue makan, makasih banyak-banyak"

Amara membuka tudung saji didepannya lalu mendudukkan dirinya disalah satu bangku disana. Langsung saja dia menyantap makanan itu.

•••••

Jangan lupa vote dan juga komen orang-orang baik. Sekalian kalau mau boleh banget ngefollow akun wattpad aku.

Istri Mas Duda  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang