[21] cerita Amara

36.3K 2.6K 20
                                    

Cahaya bulan nampak bersinar begitu terang dengan bintang-bintang yang menghiasinya. Angin malam begitu saja menerpa wajah cantik yang tengah melamun sampai menerbangkan sejumlah anak rambut yang keluar dari ikatannya.

Dia Amara yang kini tengah melamun dibalkon kamarnya. Tak ada orang didalam kamar ini hanya dirinya seorang. Arkan? Entahlah dia belum mendapat kabar apa-apa mengapa Arkan belum pulang padahal hari sudah malam.

"Emang ya, nasib gue nggak jauh beda sama Refan. Tapi gue kasian sama dia yang kekurangan kasih sayang orang tua. Gue mau pulang kalau begini ceritanya, gue nggak rela ngeliat adik gue menderita disini. Masih jelas diingatan gue gimana sikap lembut Mami sama kita, walaupun Mami sering ke butik tapi masih banyak waktu untuk keluarganya, bukan seperti cerita Refan sekarang Mami sama Papi dibutakan oleh pekerjaan"

Amara menghela nafas, bagaimana caranya dia bisa kembali ke kehidupannya yang dulu. Dimana semua kasih sayang tercurahkan kepada mereka berdua, merasa seolah-olah hidup ini sempurna dengan kehadiran Mami dan Papi yang selalu berada disamping mereka berdua.

Apakah tuhan masih mengizinkan dirinya untuk kembali atau malah dia akan terus terjebak disini. Kehidupan yang membuat Amara harus belajar untuk menjadi sosok pribadi yang lebih dewasa. Jika dulu dirinya punya masalah bisa merengek pada Mami tapi sekarang dimana dia harus merengek disaat dia juga harus mendengar rengekan anaknya. Rupanya memang tak mudah menjadi seorang ibu, apalagi ibu sambung yang harus banyak bersabar menghadapi sikap anak seperti Amara menghadapi sikap Anta yang bisa dibilang kadang dingin, cuek, tidak pedulian dan lainnya.

"Sedang apa kamu disana?" Sebuah suara membuyarkan lamunan Amara. Dia sangat hafal suara itu.

"Hanya menikmati udara malam yang sejuk" Balas Amara tanpa melihat Arkan yang berada di belakangnya.

"Udara malam tak baik untuk kamu, masuk dan langsung tidur"

Amara menarik ujung bibirnya. Lihat, sebenarnya Arkan itu orangnya perhatian tapi ya ketutup dengan sikap dingin dan gengsinya.

Amara berbalik "Mas Dud sendiri kenapa baru pulang? Nggak baik lo begadang sama lembur"

"Saya dari rumah Jhon" Amara mengangguk mengerti kemudian langkahnya mendahului Arkan masuk dan menuju kasur.

Melihat itu Arkan juga mengikuti langkah istrinya masuk kedalam tak lupa dia mengunci pintu balkon.

"Siapa remaja yang bersama mu di cafe tadi? Keliatannya kalian begitu dekat sampai berpelukan" Tanya Arkan dengan nada kurang suka yang mengundang gelak tawa Amara.

"Mas Dud cemburu ya?" Tuding Amara.

"Untuk apa saya cemburu pada anak bau kencur seperti dia. Nampak sekali kurang didikan sampai-sampai disaat jam sekolah malah membolos"

Hati Amara merasa tersentil saat Arkan mengatai Refan kurang didikan. Mungkin dikehidupan ini iya Refan kurang didikan tapi dikehidupan yang dulu Mami dan Papinya sangat mendidik kedua kakak beradik ini.

Amara tersenyum memaklumi karena Arkan tak tahu tentang Refan dan siapa Refan.

"Mas Dud mau dengar cerita nggak?" Tanya Amara membaringkan tubuhnya lalu menatap langit-langit kamarnya.

"Cerita?"

Amara mengangguk antusias "iya cerita, cerita tentang hidup aku"

Setelah dipikir-pikir tak salah jika Arkan mendengar cerita tentang hidup istrinya itu "boleh" Jawabnya yang ikut berbaring disamping Amara dia juga menatap langit-langit seperti Amara.

"Terserah Mas Dud mau percaya atau nggak yang jelas ini tentang hidup aku. Jadi aku tuh punya satu adik laki-laki yang sama persis kayak Anta, suka ngoleksi segala hal tentang bebek tapi adik aku nggak sefanatik Anta soal bebek. Nama dia Refandra Fernandes atau biasa orang rumah panggil Refan. Refan adik aku yang keliatan polos yang selalu menjadi bahan perbandingan oleh Mami dan Papi aku ketika dimeja makan. Tapi aku nggak masalah karena aku akui kalau Refan itu pintar orangnya--"

Istri Mas Duda  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang