Part 16.

243 39 1
                                    

Levia berlari tergesa-gesa, ia mengejar Niko ke parkiran. Ia benar-benar harus menuntaskan ini semua karena tidak ingin terjadi hal-hal yang serupa seperti dimana banyak wanita yang melabrak'nya.

"Kak Niko tunggu!"

Amara ikutan menoleh seperti Niko juga yang menoleh. "Ngapain lagi si dia? Niko, dia kenapa jadi ngejar-ngejar kamu si?" kesal Amara. Menyesal rasanya Amara memakai tubuh gadis itu, jika pada akhirnya kecuriga'an-nya benar bahwa Levia sepertinya menyukai Niko.

"Ra, kali ini jangan ikutin gue dulu ya? Biarin gue bicara empat mata sama dia, oke?" pinta Niko.

"Tapi-"

"Lo janji kan, kalau gue larang bakalan nurut?" Amara mengangguk kemudian ia menghilang.

Sekarang Levia sudah berada di hadapan Niko. Gadis ini menatap Niko takut-takut, "Kak Niko a-aku harus bicara serius."

"Soal tadi?"

"I-iya. Kak Niko tolong bilang sama pacar-pacar kak Niko, bahwa kita gak ada hubungan apapun. Kak Niko sekedar nolong aku, dan ceritain aja semuanya kalau kita juga gak begitu saling kenal. Bi-bisa kan kak Niko? Masalahnya temen aku Rere jadi ikut-ikutan kena amuk dan berantem. Rere juga kena tampar sama kakak kelas yang labrak aku cuman karena salah paham."

"Pacar?"

"Iya. Cewek-cewek yang labrak aku kan pasti pacar kak Niko?"

"Gue gak ada pacar! Satu lagi, jangan berani perintahin gue." Niko memakai helm'nya kemudian ia hendak menumpangi motornya.

Levia memegang tangan Niko berusaha menahan, "Kak Niko.."

"Apalagi?" Niko menepis kasar tangan yang berani menyentuhnya itu.

"Em, tolong ya kak, aku gak mau sampai kejadian tadi keulang lagi. Aku--"

"Bawel!" tanpa memperdulikan gadis yang terus memohon padanya itu, Niko langsung saja menyalakan mesin motor dan menarik gas berlalu.

Levia menggerutu kesal, "Padahal belum selesai ngomong. Dasar es batu ganteng! Eh-"

==||==

Niko dan teman-temannya berhasil membawa anggota genk Afatar ke hadapan polisi. Mereka berhasil menjebak genk tidak berguna itu agar masuk perangkap'nya.

Hanya tinggal Zidan dan kedua oranglain'nya yang berhasil kabur. Tapi kemanapun mereka berlari, akan Niko pastikan jejaknya di ketahui polisi.

"Gue puas! Genk gak berguna itu sekarang tinggal nikmatin hidup dalem penjara," ucap Mustakim.

"Tapi Zidan masih berkeliaran." ucap Arta.

"Lo bener. Kita gak bisa diem aja, harus cari keberada'an dia." kata Tio.

"Polisi pasti bisa nangkep sisa'nya. Kita gak perlu ngotorin tangan dan kaki buat nyari keberada'an mereka." ucap Niko.

"Ko, mereka licik. Lo lupa?" tanya Tio ngegas. Ia tidak bisa membiarkan sampah masyarakat masih berkeliaran di muka bumi. Tapi Niko malah santai-santai saja, seolah berfikir bahwa Zidan itu bodoh dan polisi dengan mudah bisa langsung menemukan'nya.

Perlu di ketahui, Zidan ini luar biasa licik. Bahkan ia bisa melakukan cara-cara di luar pemikiran. Buktinya saja ia berhasil meloloskan diri, sementara anggotanya harus melanjutkan sisa hidup mereka di dalam sel.

"Lo terlalu berlebihan ngurusin masalah dia." jawab Niko yang kemudian mengambil jaket miliknya hendak pergi, "Gue cabut."

"LAH KOK CABUT KO? GAK MAU IKUTAN AMER DULU NI?" teriak Mustakim. Niko hanya menggeleng sebagai jawaban, "PAYAH!"

"Niko belakangan ini kaya orang pusing gak si? Dia ada masalah apa'an ya? Yang gue tau sama bokapnya kan adem ayem aja, terus masalah apa'an coba?" tanya Rama.

Bukan hanya Rama, tapi yang lainnya juga merasakan hal serupa. Hanya saja, mereka tahu bahwa Niko adalah orang yang tidak banyak bicara. Jangankan menceritakan masalah'nya, untuk sekedar mengobrol saja pria itu irit bicara.

==||==

Di tengah perjalanan, Niko di hadang oleh ketiga orang yang wajahnya di tutupi penutup. Mereka turun dari motor dan kemudian menghentikan Niko.

Niko terpaksa turun dari motor, "Mau apa lo semua?" tanyanya sengit.

BUG!!

BUG!!

Tanpa mengatakan apapun, mereka langsung menghantam Niko saat itu juga. Tentu saja Niko tidak tinggal diam, ia membela diri hingga terjadi perkelahian di jalan besar tersebut.

Niko kalah di pukuli oleh ketiga orang sekaligus. Ia bahkan tersungkur ke aspal, meringis merasakan sakit pada perutnya.

Seorang gadis di sebrang jalan melihat kejadian tersebut. Ia langsung berlari kemudian berteriak, "KALIAN SEMUA PERGI, ATAU SAYA TERIAKIN BIAR ORANG-ORANG PUKULIN KALIAN?" ucapan gadis itu berhasil membuat ketiga orang itu pergi.

Levia menghampiri pria yang tersungkur lemah itu, "Ka-kamu gapapa?"

Niko membuka helm-nya, dan Levia melotot kaget saat tahu itu adalah Niko. "Lo-loh, kak Niko? Kak Niko kok sampe di pukulin? Itu-- tangan kak Niko berdarah? Ya-ampun, kita ke rum--"

"Berisik! Bantu gue diri!"

Levia memapah Niko membantu pria itu berdiri, "Kak Niko masih bisa bawa motor?"

Niko duduk di pinggiran jalan. Seluruh tubuhnya terasa remuk, terutama bagian perut yang beberapakali kena pukul. Ia yakin, yang tadi itu Zidan dan kedua orang yang berhasil lolos. Seharusnya ia percaya pada Tio, bahwa Zidan itu tidak bodoh.

"Kaki gue sakit," Tangan Levia bergerak memegang kaki Niko. lalu kemudian ia memijit'nya pelan, "AKHH PELAN-PELAN, BODOH!" teriaknya kesal.

"I-iya kak maaf. Kak Niko kalau masih belum bisa bawa motor, mending ikut aku aja ke rumah, nanti aku suruh adik aku bawa motor kak Niko. Biar kak Niko di obatin dulu sama Ibu aku, Ibu aku itu biasa obatin luka pake dedaunan, dan juga nanti kaki kak Niko biar di pijit. Gimana?"

"Ikut lo?"

"Iya kak. Jangan khawatir, aku gak akan suruh bayar kok, hehe."

Dengan sangat terpaksa Niko mau menuruti apa kata gadis itu. Levia terlihat sangat tulus, bahkan ia rela memapah Niko sepanjang jalan menuju rumahnya.

"Masih jauh?" tanya Niko.

"Enggak kok bentar lagi sampe." Niko hanya mengangguk saja. Sebenarnya Niko merasa tidak enak juga karena gadis itu nampak agak kesulitan membantunya berjalan. Ia ingin segera sampai, agar gadis itu tak di repotkan.

INDIGO BOY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang