Part 11.

254 35 3
                                    

"Mus, menurut lo apa yang bikin cewek bisa kelepek-kelepek sama gue?" tanya Rama menaik turun'kan kedua halisnya sok ganteng.

Mustakim mengamati dengan teliti, dan pandangan'nya jatuh pada...

"Kumis baplang lo deh kaya'nya," ucap Mustakim yang kemudian mendapatkan jitakan keras dari Rama.

"Tolol! Gue gak punya kumis."

"Oh berarti bukan bagian kumis'nya yang baplang,"

"Terus?"

"Pikir aja sorangan!"

"Mus, gue serius. Gue bingung cewek-cewek pada mengkol'nya ke si Tio atau si Niko mulu, padahal gue juga ganteng."

"Mas Mus, Mas Mus, emang gue Musang!! Panggil Kim dong biar agak ke korea-korea'an."

Tio rasanya jengah dengan kedua sejoli itu, kenapa sih mereka berdua itu selalu saja berbedat tidak jelas? Tidak bisa'kah sekali saja membicarakan hal penting dan berguna?

"Diem deh gak usah banyak nanya sama gue, gigi gue ompong satu gara-gara ribut kemaren!" geram Mustakim.

"Tenang, mati satu tumbuh seribu Mus."

"Gigi gue ompong satu, terus jadi lagi serebu gitu? Serem monyet!"

"Lo berdua bisa diem gak?" tanya Tio sengit.

Keduanya langsung menutup mulut rapat-rapat melihat peringatan maut dari Tio. Manusia Es itu memang luar biasa galak. Selain dingin, omongannya bisa langsung menembus usus dua belas jari.

"Si Niko mana?" tanya Tio.

Tak mendapati jawaban dari kedua temannya itu, Tio mengepalkan tangannya emosi, "Jawab bangsat, kenapa pada diem?"

"Lah tadi suruh diem Yo?" Sialan, benar juga kata Rama.

"Ck! Ga guna lo berdua." Tio mengambil satu batang rokok dari tempatnya, kemudian membakarnya dan menghisapnya pelan.

Mustakim dan Rama saling bertatapan melihat ke anehan Tio. Dia sendiri yang tadi memerintahkan untuk diam, giliran keduanya diam, malah sekarang mengumpati bahwa keduanya tak berguna, sehat'kah?

•••||•••

"Kok aneh, aku ada di depan gerbang sekolah, sementara ini udah jam 3 sore, masa aku ada disini dari tadi?" Levia, gadis itu merasakan kepalanya sakit dan mendapati ke'anehan dirinya yang ada di depan gerbang sekolah, padahal ia mengingat jelas bahwa tadi ia sedang membereskan buku-bukunya untuk keluar kelas dan pulang.

Pak satpam menghampiri Levia, "Ada apa dek? Kok kaya bingung begitu?" tanyanya.

"Em-enggak pak, kalau gitu saya permisi ya.."

"Iya dek hati-hati di jalan." Levia mengangguk dan tersenyum. Ia kemudian bergegas pergi menunggu angkutan umum di halte.

Karena ini sudah sore, terpaksa saja Levia berjalan sepanjang sudut jalan untuk sampai di rumahnya.

Ketika sedang berjalan, seseorang turun dari motor, "Naik." katanya dingin.

Levia mendongak'kan kepalanya dan terkejut saat melihat pria yang ada di hadapannya saat ini, "Ka-kak Niko?"

Levia mendongak'kan kepalanya dan terkejut saat melihat pria yang ada di hadapannya saat ini, "Ka-kak Niko?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Budek?" tanyanya datar.

"Ta-tapi kak, ak-aku.."

"NAIK, GOBLOK!" Niko benar-benar kesal dengan gadis cupu di hadapannya ini. Jika bukan karena rasa kasihan dan bentuk terimakasih sebagaimana gadis itu telah meminjamkan tubuhnya pada Amara, demi apapun Niko tidak akan melakukan hal ini.

Amara sekarang ada di rumah Niko, hantu cantik itu sedang tidur pulas setelah Niko mengatakan bahwa ia mau pergi ke markas ada urusan dan tidak memperbolahkan Amara ikut, syukurnya Amara adalah pacar yang pengertian, dia benar-benar tak mengikuti Niko.

Di bentak seperti itu, Levia ketakutan bukan main, ia terpaksa menaiki motor gede milik Niko, duduk di bagian belakang dengan ekspresi tegang.

Niko melajukan motor dengan kecepatan yang biasa ia gunakan, tapi sepertinya itu terlalu ngebut menurut Levia yang tidak pernah naik motor gede.

"K-kak bisa pelan-pelan gak? Rambut aku berantakan, kena mata sakit." ucap Levia sedikit gugup.

Niko tak menghiraukan, karena ia memakai helm dan tak mendengar apa yang gadis itu katakan.

"Rumah lo dimana?" tanya Niko yang masih menancap gas di perjalanan.

"Aku gak laper kak, aku mau langsung pulang aja."

"Gue gak nanya lo melihara binatang belalang, tolol."

"Kak sumpah aku gak laper, aku mau pulang aja."

Karena kesal, Niko menghentikan motornya di pinggiran jalan, ia membuka helm kemudian turun dan menatap kesal gadis yang ikutan turun juga dari motornya.

"Kenapa kak?" tanyanya bingung.

"Rumah lo dimana? Gue nanya itu dari tadi, kenapa lo jawab lain?"

"Lah, kakak nawarin aku buat makan dulu di pinggir jalan, aku gak laper kak, aku mau langsung pulang aja"

"Ck!" Niko memakai kembali helm'nya, menumpangi motornya lagi.

"LOH KAK? AKU GIMANA?"

"Balik sendiri!" kesalnya.

"A-APA?" Levia menggeleng cepat, "Gak kak, aku gak mau. Aku gak tau ini dimana, gimana kalau aku nyasar?"

"DARI TADI LO TINGGAL SEBUT AJA DIMANA RUMAH LO, BUKAN NGOMONG TERUS KAYA NENEK LAMPIR! CAPEK GUE LAMA-LAMA, GOBLOK!!"

"I-iya, ma-maaf. Rumah aku di gang Mede kak, sebrang apotik Senjaya."

"Naik!" ucapnya datar. Levia langsung naik ke atas motor Niko.

Galak banget kak Niko, tapi ganteng banget juga.

Niko mendengar apa yang gadis itu katakan walau hanya dalam hatinya.

Baginya, gadis yang memuji'nya tampan itu adalah kewajaran, sebab memang Niko tampan, mau bagaimana lagi?

INDIGO BOY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang