Part 32.

246 34 0
                                    

BRAK!!

"BANGUN BANGSAT! JANGAN JADI PECUNDANG, ANJING!!"

Cakra, lelaki itu menggebrak pintu kamar markas, hatinya memanas saat melihat Niko dan juga Amara tidur di atas ranjang yang sama.

Emosional'nya menggebu, ia menarik Niko dari tempat tidur, kemudian langsung menghajarnya habis-habisan.

Niko yang terkejut dengan kehadiran Cakra, tentu ia tidak menyiapkan tenaga untuk bertengkar, apalagi ia sedang enak tidur nyenyak tadinya.

"KRA, UDAH KRA! Buset dah, si Niko nyawa'nya belum ke kumpul itu anjir, main pukul aja lo." Fahmi menghentikan Cakra agar tidak kesetanan, dan berbuat lebih jauh lagi.

Amara yang terusik tidurnya, ia terkejut bukan main, dengan cepat ia langsung mendekati Niko yang terhempas ke lantai akibat pukulan Cakra.

"Kenapa lo tega, Ra?" lirih Cakra.

Amara menatap kejam Cakra, lelaki itu berani sekali datang tiba-tiba kemudian memukuli Niko sesuka hatinya?

Amara berdiri, mendekat pada Cakra, dan tangan'nya terangkat menampar Cakra di hadapan Fahmi, juga Niko.

"Apa sih maksud kamu tiba-tiba masuk, terus pukulin Niko? Kamu tau gak? Kamu gak lebih dari seorang pengecut, mukulin orang pas lagi tidur, itu namanya PENGECUT!"

"Kenapa lo tidur sama dia, hah?! Mau jadi murahan lo?"

Plak!

Sekali lagi Amara menampar pria itu. Mulut Cakra benar-benar harus di perban sepertinya!

"Sekarang kamu fitnah aku yang enggak-enggak? Niko gak brengsek kaya kamu yang suka nidurin cewek-cewek. Niko jaga aku, Niko sayang sama aku. Begitupun sebaliknya!"

"Lo sama gue belum selesai Amara."

"Bagi aku udah selesai!"

Fahmi membantu Niko berdiri, lelaki itu menatap kedua orang secara bergantian, ia menatap Cakra kemudian Amara.

"Lo berdua bisa keluar dari kamar gue sekarang?" tanyanya penuh penekanan.

"Niko, aku gak mau. Aku gak mau bicara sam--"

"KELUAR! LO DENGER GUE BILANG APA? KELUAR!!" Niko mendorong Amara keluar dari kamarnya, kemudian ia menatap tajam Cakra, "Bawa cewek lo. Gue gak butuh!" Setelah itu Cakra menyusul Amara keluar dan Niko menggebrak pintu kamar cukup keras.

•••||•••

"Ra, gue bisa jelasin yang waktu itu." ucap Cakra yang terus berusaha meyakinkan Amara.

Jujur, Amara muak dengan lelaki brengsek satu itu. Selain telah menyakiti hatinya, lelaki itu juga membuatnya harus melewati masa kritis dan hampir kehilangan nyawa'nya.

"Maafin gue," sekalipun kalimat itu terdengar tulus, rasa kecewa Amara tidak akan pernah hilang.

"Kamu denger baik-baik ya Cakra, aku udah gak ada perasa'an apapun lagi sama kamu. Aku cuman sayang sama Niko! Paham?"

Amara melangkah pergi, ia mengetuk pintu kamar Niko berulang kali. Padahal yang di dalam kamar sedang tertidur lelap, ia masih mengantuk, dan tidak ada waktu untuk berdebat apalagi berkelahi hanya karena satu wanita.

"NIKO, BUKAIN PINTUNYA NIKO!"

Merasa terganggu, Niko membuka matanya, perlahan kakinya berjalan untuk membuka'kan pintu.

"Niko, aku mau disini sama kamu." Amara memeluk Niko. Kemudian ia masuk ke dalam kamar dan menguncinya agar Cakra tidak terus-terusan menganggu.

"Gue ngantuk."

"Yaudah kamu tidur lagi, aku temenin"

"Lo balik!"

"Gak mau!"

"Balik Amara"

"ENGGAK MAU NIKO!"

"Ck! Keras kepala."

Niko menyandarkan kepala'nya di ujung ranjang. Sesekali ia menekan keningnya pelan, karena merasa masih pusing akibat mabuk semalam, di tambah pagi-pagi kena hajar Cakra.

Ia sama sekali tidak marah atas perlakuan Cakra. Wajar saja begitu, karena Cakra masih mencintai Amara. Terlepas dari itu, sekarang yang Niko fikirkan adalah kesehatan Gani. Lelaki itu adalah pahlawan Marvo, dimana saat Niko hampir mati, saat itu Gani orang pertama yang berani mempertaruhkan nyawa-nya. Dia juga cerdas, dapat di andalkan.

Jika hanya melepas Amara, mungkin bukan hal yang sulit untuk Niko. Tapi, hal paling berat apabila hatinya menolak untuk melepas gadis itu.

"Niko, pipi kamu lebam gara-gara si brengsek itu, sini-- akhh.." Amara memegang perutnya yang kesakitan. Ini memang salah'nya, pergi dari rumah sakit dan mengabaikan kesehatannya.

Niko reflek bangkit dari tempat tidur dan langsung memapah Amara berdiri lalu di dudukan di atas soffa, "Apa yang sakit?" tanyanya khawatir.

"Perut aku Ko,"

"Kita ke rumah sakit sekarang."

"Enggak mau!"

"Jangan keras kepala. Ke rumah sakit sekarang, lagian gue mau ke sekolah. Balik sekolah gue temuin lo di rumah sakit,"

"Beneran ya?" Niko mengangguk.

Cakra mengepalkan tangan emosi saat melihat Amara keluar dari kamar Niko dengan Niko yang memegang pinggang gadis itu. Ia ingin langsung menghantam Niko, namun melihat gadis itu seperti kesakitan maka Cakra menahan emosinya.

"Kamu kenapa by? Apa yang sakit?" tanya Cakra cemas dan menahan langkah keduanya.

Amara menatap tajam Cakra, "Minggir!"

"Tapi kamu kesakitan kan? Apanya yang sa--"

"Kra, lo bisa gak bersikap ke-anak-anakan dulu? Mantan lo lagi kesakitan, gue mau bawa dia ke rumah sakit. Lo bisa kan buat minggir dulu?" tanya Niko menekan setiap kalimatnya.

"Ih Niko! Dia bukan mantan aku, aku gak mau anggap dia mantan!" Niko tak merespon, ia membawa Amara masuk ke dalam mobil dengan segera. Tidak penting persoalan Cakra siapanya Amara, yang terpenting sekarang adalah kesehatan Amara.

INDIGO BOY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang