Part 31.

245 36 2
                                    

BUG!!

BUG!!

"LO APAIN AMARA SAMPE DIA NANGIS BEBERAPAKALI MINTA GUE BAWA LO KE HADAPAN DIA?" Arselo sedang di kabut rasa emosi.

Baru saja Niko menceritakan semua yang terjadi kepada anggota geng-nya di markas, lelaki itu tiba-tiba datang menarik baju Niko dan menghajarnya di hadapan anggota Mavro.

Niko memberi intruksi kepada yang lainnya untuk tidak ikut campur, ini masalahnya, dan ia harus selesaikan.

"Amara histeris gak pengen lo tinggalin, dan lo malah santai aja disini? Lo manusia apa setan? Hati nurani lo dimana, anjing!!"

"Urusan gue sama Amara bukan urusan lo."

"DIA ADIK GUE, BANGSAT!"

"Gue sama dia udah gak ada hubungan apapun lagi. Urusan dia kenapa-napa setelah gue tinggal, anggap aja itu karma buat lo, karena lo udah bikin Gani celaka dan sampai detik ini masih dalam masa kritis. Gue bersumpah, demi Mavro, seandainya Gani meninggal dunia, gantinya adalah Amara. Lo udah iket perjanjian bahwa nyawa di bayar dengan nyawa bukan?"

Niko mengatakan hal itu tanpa beban, padahal hatinya benar-benar sakit ketika mengatakannya. Bagaimana bisa, ia harus membunuh orang yang teramat ia cintai itu? Tapi, Niko bukan'lah pengecut, perjanjian tetaplah perjanjian. Tega atau tidak tega, harus di lakukan.

"Gue pasti'in lo nyesel udah bikin adik gue seperti sekarang! Keparat!"

Niko tersenyum smirk, "Gue gak akan pernah menyesal ngelepas orang yang bernotabe satu darah dengan musuh gue sendiri."

Setelah itu Arselo pergi, karena anggota lain hendak menghabisi'nya apabila lelaki itu masih berbuat onar.

Niko menendang kursi cukup keras. Tangan'nya mengepal memukul tembok dengan kuat, hingga punggung tangan'nya mengeluarkan darah.

"BANGSAT!!" ia benar-benar tidak bisa menahan emosionalnya. Emosional sebagaimana ia begitu mencintai Amara lebih dari dirinya sendiri, namun situasi seolah memaksa'nya untuk melepaskan dan mengikhlaskan.

Tio mendekat, mengusap pundak Niko seraya mencoba menenangkannya, "Gue tau lo lagi ancur. Daripada lo nyakitin diri, mending kita seneng-seneng buat ngilangin rasa stres lo."

•••||•••

"MANA NIKO? MANA NIKO, BANG? KATANYA ABANG SAYANG SAMA AMARA, TERUS NIKO'NYA MANA? ABANG GAK BAWA NIKO KESINI?" teriak Amara histeris. Ia baru saja siuman beberapa jam lalu, dan sekarang gadis itu seolah melupakan keada'annya.

Arselo memeluk adik perempuannya, ia mencoba menenangkan Amara. "Niko gak pengen ketemu lo lagi Amara. Si bajingan itu emang cari mati! Dia bahkan bilang kalau mau bunuh lo, semisal Gani tewas. Lo masih bisa cinta sama dia setelah lo denger ini, hah?!"

"Ja-jadi Niko bilang gitu sama abang?"

"Ya. Tapi lo tenang aja, jangankan buat dia bunuh lo, nyentuh lo sedikit aja gak akan pernah gue biarin!" tekan Arselo penuh dendam.

Amara terdiam. Airmatanya semakin jatuh membanjiri permuka'an kulit. Ia tidak percaya jika Niko sejahat itu berkata mau membunuhnya kepada Arselo, ia fikir pria itu justru sangat bahagia dengan kabar baik bahwa dirinya tak lagi menjadi hantu, tapi ternyata perkira'an Amara salah, Niko malah membencinya sebagaimana musuh terbesar.

"Lupain si bajingan itu ya?"

"Aku capek mau istirahat," Amara berbaring lemah di atas kasur. Ia tidur berbalik badan ke samping, dan menangis dalam diam.

INDIGO BOY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang