Part 33.

291 39 2
                                    

Niko tentu kembali ke sekolah, walaupun otaknya seperti mau pecah memikirkan persoalan Amara, dan memikirkan Gani. Jika Gani benar-benar tewas, itu artinya ia harus benar-benar membunuh Amara.

Saat sedang termenung di sudut sekolah sendirian, sembari mengupalkan asap rokok ke udara, tak sengaja ia melirik ke arah gebrang dimana ada Levia. Gadis itu baru saja melewati gerbang, tampangnya setiaphari selalu ceria. Semenjak mengungkap perasaan'nya secara terang-terangan, gadis itu merasa tak memiliki beban fikiran lagi karena apa yang ingin ia lampiaskan sudah terlaksana.

Niko juga sekarang lebih banyak sendiri dulu, teman-temannya mengerti bahwa Niko membutuhkan ketenangan.

"Levia,"

Mendengar namanya di sebut, Levia berbalik badan. Ia tersenyum mesam, karena yang memanggilnya adalah Niko. Tumben sekali, fikirnya.

"I-iya kak? Ada apa ya?" tanya Levia gugup.

"Gue mau ngomong sama lo berdua."

"Disini kak?"

"Rooftop" Levia mengangguk kecil. Ia kemudian mengikuti Niko dari belakang.

Sengaja Niko datang pagi-pagi sekali, karena ia ingin bertemu dengan Levia untuk membicarakan hal yang selama ini di sembunyikan'nya.

Sesampainya di rooftop, Niko menginjak puntung rokok bekas ia hisap. Kemudian ia beralih menatap gadis di hadapannya yang sekarang menunduk.

"Liat gue," kata Niko bertutur sedikit ngegas.

Dengan perasa'an takut-takut, Levia berani menatap Niko.

Levia menelan saliva'nya kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Levia menelan saliva'nya kasar. Sepertinya Niko benar-benar ingin membicarakan hal serius dengannya.

Jangan-jangan dia mau nembak aku?

Niko dapat mendengar apa yang gadis itu katakan dalam batin'nya. "Gak usah kepedean"

"Hah?!" Mata Levia melotot kaget. Pria itu seolah tahu apa yang ia katakan dalam batin'nya, "Ma-maksud kamu apa sih? A-aku gak kepedean kok, ak-aku--"

"Gue bisa denger isi hati lo. Percaya gak percaya, bahkan gue bisa liat hal yang gak lo liat"

"Maksud kamu?"

"Bodoh!" Niko memalingkan arah pandangnya ke depan. Pemandangan awan yang terang di atas sana lebih menarik daripada menatap gadis bodoh di hadapanya.

"Kak Niko bisa liat daleman yang aku pake? Astaga, kak Niko mesum banget sih!"

Entah fikiran darimana. Bisa-bisanya gadis itu mengatakan hal di luar fikiran Niko sendiri. Masa iya, Niko harus secara terang-terangan mengatakan dirinya Indigo?

"Kak Niko? Maaf, aku salah ya?"

"Gue indigo." Akhirnya ia harus memberi kalimat jelas itu. Ya daripada panjang lebar menjelaskan lagi, sementara gadis di hadapannya masih saja tidak mengerti.

"INDIGO?" tanyanya bingung.

"Hm."

"Indigo itu penyakit kah kak?"

Ingin rasanya Niko mengumpati gadie di hadapannya ini. Apakah gadis satu itu benar-benar tidak paham juga?

"GUE BISA LIAT SETAN. DAN SETAN YANG LO LIAT NGERASUKIN TUBUH RERE WAKTU ITU ADALAH CEWEK GUE, DIA JUGA SERING PAKE TUBUH LO BUAT BISA JALAN SAMA GUE." ucap Niko to the point tak ingin berbasa-basi lagi.

Tentu kejutan itu membuat mulut Levia menganga tak menyangka, "Ja-jadi kak Niko pacaran sama hantu? Dan-- aku-- aku di jadi'in pelampiasan?" Airmatanya sekarang mengambang di pelupuk mata, dan pada akhirnya lolos begitu saja.

Niko menatap gadis di hadapannya tidak tega. Detik kemudian gadis itu memeluk Niko tanpa di sangka-sangka, "AKU SENENG KALAU HANTU ITU RASUKIN AKU, SETIDAKNYA AKU BISA SAMA KAK NIKO. SELAMA INI AKU MENDAM SEMUA INI SENDIRIAN, INI UNTUK KEDUA KALINYA AKU BILANG BAHWA AKU SANGAT MENYUKAI KAK NIKO."

Di luar ekspestasi, gadis itu malah tidak mempermasalahkan persoalan yang selama ini membuat kepala Niko hampir pecah.

Niko melepaskan pelukan Levia perlahan, "Lo gak marah?" Levia menggeleng dan ia tersenyum manis di hadapan Niko.

"Dimana hantu itu sekarang? Dia mau masukin tubuh aku lagi gak?"

Niko mengerjapkan mata, gadis satu ini betul-betul ajaib, fikirnya.

"Dia udah kembali ke raga'nya, gak jadi hantu lagi."

"Kalau dia udah gak jadi hantu, berarti kalian bisa sama-sama layaknya manusia dengan manusia ya?" terlihat ekspresi wajahnya yang sedikit kecewa. Tapi apalah daya? Levia siapa? Ia tidak berhak untuk cemburu dan marah terhadap Niko.

"Yaudah deh gapapa. Selamat ya, kak Niko. Kalau gitu aku permisi," saat Levia hendak melangkah pergi, Niko menahan pergelangan tangan'nya. "Apalagi kak? Masih ada yang mau di bicarain?"

"Thanks."

Levia mengangguk tersenyum, "Sama-sama kak. Kakak jangan kelama'an disini, nanti kesambet hehe." Setelah itu Levia benar-benar menghilang dari pandangan Niko.

•••||•••

"Berarti nih gaes, kalau si Niko itu indigo artinya dia bisa liat yang gak bisa kita liat kan?" tanya Mustakim.

"Hm." jawab Rama dan Tio bersama'an.

"Ciyeh, tumben lo berdua kompak. Ada sesuatu ya?"

"Bacot!" jawab Tio ketus.

"Oke lanjut, jadi si Niko bisa dong liat mermaid? Ya gak sih? Keberada'an mermaid kan gak di yakini orang-orang. Wah kalau bener keren juga sih si Niko!"

Rama mentoyor kepala Mustakim kesal. Sementara Tio hanya terkekeh saja dengan pemikiran ajaib temannya itu. Bisa-bisanya hal konyol itu terlintas dalam fikiran Mustakim, kadang-kadang Tio bertanya-tanya, Mustakim keseharian'nya makan nasi atau bangkai si?

"Gak gitu konsepnya, bangsadddd" pekik Rama yang kepalang gereget.

"Terus apa? Inidigo kan bisa lihat makhluk tak kasat mata."

"Emang duyung sejenisnya?"

"Ya pokoknya gitu deh!"

"Gak jelas lo! Tapi ngomong-ngomong, keren juga ya si Niko bisa ketemu Amara. Gila pertama kali gue liat tu cewek walaupun samar-samar di rumah sakit, cantik bro. Bisa-bisanya si Niko pacaran sama dia. Diam seperti gay, bergerak memiliki princes."

"Iya gue juga gak nyangka. Tapi dia beneran bakalan bunuh Amara semisal Gani tewas?"

"Harus!" bukan Mustakim yang menjawab melainkan Tio. "Cowok yang di pegang omongan'nya, kalau dia gak lakuin apa yang udah keluar dari mulutnya, berarti dia pengecut."

Mustakim dan Rama hanya diam saja. Jika mereka berada di posisi Niko, tentu pilihan itu adalah hal yang paling sulit.

Cinta memang rumit, jadi lebih baik menjomblo saja.

Ponsel Tio berdering, bersama'an dengan Mustakim dan juga Rama. Mereka saling melirik satu sama lain kemudian mengangkat panggilan telfon tersebut secara bersama'an.

"GANI MENGHEMBUSKAN NAFAS TERAKHIRNYA. SEKARANG JENAZAHNYA LAGI URUS KELUARGA"

Bagaikan tertembak ribuan peluru, secara bersama'an hati mereka begitu sakit mendengar berita itu.

Dengan cepat ketiga'nya segera menuju rumah sakit. Niko pasti sudah mengetahui kabar itu.

INDIGO BOY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang