Part 08•••

314 47 4
                                    

"Ram, lo gak kompak. Lo gak di panggil kepala sekolah, cuman gue sama dua es batu yang di panggil. Payah lo! Gak solid," ucap Mustakim. Ia mengambil satu kursi duduk bersampingan dengan Rama. Rama ini memang lebih cerdas dari ketiga teman'nya, ia yang paling rajin dan selalu menghindari namanya hukuman.

Niko bukan'nya bodoh, dia ini malas. Sebenarnya ia pintar, tapi ia tidak suka dengan orang-orang sekitar yang malah memperhatikannya, memotretnya diam-diam bahkan seringkali menjadikannya bahan haluan lewat status WA seolah dirinya milik mereka.

Selain itu Niko juga sering kali berhadapan dengan hantu-hantu aneh, tapi semenjak Amara hadir dalam hidupnya, hantu-hantu aneh itu tak lagi mengganggu Niko.

Tidak ada yang tahu kemampuan Niko, hanya Gio saja ayah'nya lalu setelah itu Amara.

"Ngapain gue kompak buat jadi bego? Maaf-maaf aja ya, gue kepengen lulus, sarjana, sukses dan jadi bos!" ucap Rama penuh tekad.

"Gaya lo jadi bos, tampang-tampang kaya lo pantesnya jadi tukang kebon noh barengan sama pak Ahmad HAHAHAHA" ledek Mustakim.

"HEH NURDIN-"

"Bangsat! Jangan bawa-bawa nama bapak gue, monyet."

"Oh bapak lo monyet?"

Prakk.. Mustakim melempar botol plastik bekas tepat di kepala Rama, "LO MONYET'NYA, SETAN!!"

"Oh ada monyet kesetanan?"

"Dahlah males ngobrol sama modelan j*mbut."

"Berisik, monyet!" ucap Tio yang terbangun karena kedua sejoli itu terus berdebat menganggu tidurnya.

Niko sih sejak tadi asik saja bermain dengan ponselnya, walaupun yang ia mainkan game saja. Setidaknya itu lebih baik daripada mendengar perdebatan tidak jelas dari kedua teman'nya yang kurang waras itu.

Di saat Niko sedang asik bermain game, Amara datang menghampiri lalu duduk di samping Niko, "Main game terus, coba aja aku punya handphone jadi bisa hubungin kamu di saat kamu butuh aku atau aku butuh kamu. Eh tapi aku nemuin sesuatu, kita bisa ngobrol berdua gak di kamar kaya biasa?"

Niko segera bangkit dari tempat duduknya, ia berpidah menuju kamar.

"Kemana lo Ko?" tanya Mustakim.

"Kamar." jawab Niko seadanya.

"HOSPOT'NYA JANGAN DI MATIIN KO. ASLI LO DOANG YANG BAE MAU MINJEMIN HOSPOT SAMA GUE, YANG LAINNYA MAH PADA KAYA TAI."

"Si Niko keseringan di kamar sendirian, aneh gak si? Ngapain ya dia?" tanya Rama.

"Paling manjain buwung'nya" celetuk Mustakim asal.

"Pikiran lo mesum, setan!!"

•••||•••

Levia, gadis ini merasa tidak baik-baik saja sejak pertemuan'nya dengan Niko. Entah mengapa ia merasakan hal aneh, terlebih lagi tiba-tiba saja ia berada di rooftop, lalu Niko mengucapkan kata thanks padanya. Levia jadi kepikiran, apa maksud cowok itu.

"Apa besok aku berani'in diri buat nanya apa maksud kata terimakasih'nya ya?" Sebenarnya Levia masih di ambang kebingungan, di sisi lain ia penasaran, tapi di sisi lain ia takut. Masalah'nya Niko ini kelihatan'nya kejam, apalagi sikapnya yang dingin membuat Levia jadi semakin ragu jika harus bertanya.

"Tapi kalau enggak di tanyain, nanti bakalan penasaran terus. Ck! Aku kenapa sih? Kok aneh banget, tiba-tiba mikirin kakak itu!" ucapnya frustasi.

Entah dorongan darimana, Levia mulai mencaritahu tentang Niko lewat akun sosial media. Ia mencari nama Niko pada akun Instagram.

INDIGO BOY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang