Part 04•••

371 60 1
                                    

"Kita adalah ketidak mungkinan yang melewati batas mustahil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita adalah ketidak mungkinan yang melewati batas mustahil."

•••||•••

Gio, sebagai ayah'nya Niko tentu khawatir dengan keadaan Niko yang babak belur seperti sekarang ini. Ia mengobati luka Niko dengan penuh kasih sayang. Gio tidak pernah melarang Niko melakukan hal-hal yang membuatnya senang, tapi jika merugikan dirinya sendiri, ia tentu marah.

"Kamu ini kalau gak bisa ribut, gak usah cari ribut." amuk Gio.

"Enak aja! Niko gini-gini jago bikin orang sekitaran takluk sama Niko. Niko hampir di begal yah,"

"APA? DI BEGAL?"

"Shhh--- sialan,--" ringis Niko saat dimana tak sengaja ayahnya menekan luka lebam di wajahnya.

"Sorry, ayah kaget jadi gak sengaja. Kamu kenapa bisa sampe mau di begal? Kamu lewat jalanan yang sepi?"

"Hm"

"Niko, ayah udah bilang jangan pulang larut malem kalau nongkrong, itu membahayakan diri kamu. Kamu tau kan? Mama kamu pasti bakalan gak tenang di alam sana kalau tau anaknya kenapa-napa. Ayah tau kamu bisa jaga diri, tapi yang namanya apes kita gak pernah tau Niko!"

Sejak kecil Gio selalu mendidik Niko dengan baik, ia juga mendadak jadi orang paling cerewet untuk membuat anak semata wayangnya menurut. Walaupun dulu Niko di bantu baby sitter untuk mengurusnya, tapi tetap saja Gio juga ikutan terlibat mengurus sampai anak itu bisa mengurus dirinya sendiri.

"Lain kali jangan lewat jalanan yang sepi, ayah gak larang kamu nongkrong atau mabuk, tapi kamu harus bisa jaga diri!"

"Iya yah." Selesai di obati, Niko kembali ke kamarnya.

Amara sejak tadi mengikutinya, ia kemudian ikutan duduk saat Niko bersandar di atas soffa. Walaupun keadaan masih pusing akibat minuman keras, tetap saja Niko masih bisa sadar dengan kehadiran Amara, dan apapun yang terjadi tadi.

Niko langsung memeluk Amara, ia terlihat sangat manja sekali sampai-sampai Amara di buat bingung atas sikapnya itu.

"Jangan pergi," wajahnya mendongkok menatap Amara penuh harap. Astaga, Niko sangat tampan sekali di lihat dari dekat seperti ini oleh Amara.

"I-iya, ak-aku gak akan pergi," pipi Amara bersemu merah. Ia semakin salah tingkah di tatap seperti itu oleh Niko.

"Gue aneh gak si?"

"Aneh kenapa?"

"Gue takut lo pergi, padahal gue sendiri yang minta pergi. Dalam waktu dua hari aja lo bisa bikin gue segila ini Amara!"

"A-aku gak tau Niko kenapa kamu jadi seperti ini, apa mungkin kamu suka ya sama aku?"

Niko tak menjawab, ia memejamkan matanya lalu terlelap tidur dalam posisi memeluk Amara dari samping, mendusel-dusel pada dada Amara membuat Amara kegelian tapi lama-lama pria itu benar-benar nyenyak dalam tidurnya.

Apapun yang Niko rasakan, Amara berharap pria itu tidak akan menyesali'nya.

•••||•••

Hari ini Niko tidak dapat pergi ke sekolah, ia bangun kesiangan akibat efek dari alkohol membuatnya begitu lelap dalam tidur. Gio selaku ayah'nya sudah pergi lebih dulu ke kantor, ia merasa kondisi anaknya masih kelihatan sakit, jadi ia tak meminta asisten rumah membangunkan Niko.

Niko menggeliat bangun dari tidurnya, ia melirik ke sebelah berharap Amara ada di sampingnya namun ia malah tak menemukan keberadaan hantu itu.

"AMARA, LO DIMANA? AMARA-" teriaknya frustasi.

Amara datang menghampiri, membawakan sandwich buatannya. Biar begini, Amara bisa membuat makanan enak loh! Kamar Niko itu ada dapur'nya, jadi tak sulit untuk Amara melakukan kegiatan memasak.

"Kamu pasti laper, aku bikinin sandwich telur, kamu makan ya?" Amara meletakan makanan itu di atas meja.

"Suapin" pinta Niko dengan wajah merengek.

"Hah? Su-suapin?"

"Cepetan!"

"I-iya.."

Selesai menyuapi Niko, Amara berniat mau pergi dulu sebentar tapi Niko menahan'nya seolah takut jika Amara akan pergi lagi darinya.

"Niko, aku harus absen dulu. Nanti kalau gak absen aku di sangka hilang,"

"Absen?"

"Iya. Di dunia gaib juga ada sekolah tapi bukan untuk belajar, hanya sekedar absen. Gapapa ya aku pergi sebentar aja?"

"Gue ikut."

"Berarti kamu mau mati dulu?"

"Gak jadi." Amara tertawa kecil melihat ekspresi Niko yang berubah semakin datar. "Jangan pergi lama-lama" Amara mengangguk.

•••||•••

Semenjak Niko merasakan hal aneh ketika dimana Amara meninggalkannya, Niko jadi semakin yakin bahwa perasaannya ini tidak normal dan tidak wajar. Amara bukan'lah Manusia, seharusnya Niko tidak memiliki perasaan cinta terhadapnya.

"Niko ada apa? Kamu mikirin apa?" tanya Amara yang memperhatikan Niko sejak tadi diam saja melamun, padahal kawan-kawannya sedang bercanda ria.

"Jauhin gue," ucapan Niko membuat teman-temannya langsung menjadikannya pusat perhatian. Terutama lelaki ini bicara dengan Tio di sampingnya, jadi otomatis Rama dan Mustakim langsung berfikir yang bukan-bukan.

"Ngapain lo liatin gue, anjing!" kesal Tio yang langsung melirik Rama kemudian Mustakim. Ia tahu bahwa kedua temannya itu sedang curiga yang bukan-bukan terhadapnya. Ini semua berawal karena ulah Amara, si hantu cantik itu!

"Niko kenapa ngomong gitu? Emang salah aku dimana? Aku ada salah lagi? Aku kan udah gak masuk tubuh teman kamu lagi, kenapa kamu malah bersikap kaya gini lagi?"

Niko yang tak ingin teman-temannya salahpaham lagi, maka ia memilih pergi tanpa mengatakan apapun.

"Woi Ko, kemana lo?" tanya Mustakim sedikit beteriak.

"Dia kenapa si?" tanya Rama melirik Tio kemudian Mustakim.

"Gue juga gak ngerti. belakangan ini sikapnya aneh, kadang senyum-senyum sendiri, kadang keliatan galau, dan sekarang malah gak jelas. Dia punya cewek diem-diem, atau mungkin ada yang dia sembunyiin dari kita ya.." ucap Rama.

Tio sih diam saja, walaupun ia merasakan keanehan Niko beberapa waktu ini. Bahkan Tio pernah melihat Niko bicara sendirian di sudut lapangan basket yang sepi, ia ingin langsung memergoki, tapi ia sedang mengamati dulu sampai ia tahu jawaban dari keanehan kawan'nya itu.

INDIGO BOY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang